BAB III SEJARAH
SAMAN DAN DESKRIPSI TARI SAMAN
3.1. Asal Usul dan Arti
Saman
Sepanjang penelitian yang dapat dihimpun dari berbagai sumber tertulis maupun sumber informan budayawan yang berdomisili di daerah Blangkejeren,
maupun di luar daerah tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata saman berasal dari nama seorang ulama yang mengembangkan agama Islam di daerah tersebut yang bernama
syekh saman. Ia memanfaatkan media kesenian dari permainan rakyat setempat sebagai sarana menanamkan akidah dan syariat Islam dalam bentuk dan versi lain, dari media
dakwah yang biasa. Banyak orang dan para pengkaji seni tidak tahu apa beda antara saman dengan
seudati yang merujuk kepada genre kesenian yang sama. Namun jika diperhatikan secara seksama ada perbedaan tipis antara dua istilah itu. Saman merujuk kepada seni
yang dikembangkan oleh syekh saman, sedangkan seudatai maknanya merujuk kepada jumlah penari. Dalam kaitan ini yang dimaksud adalah tari seudati, yang beranggotakan
penari delapan orang penari. Bahkan di beberapa tempat kata saman untuk maksud seudati lebih populer. Orang yang melakukan tari ini disebut meusaman.
Seperti halnya asal nama tari ini, dalam hal menyusuri asal tari saman, juga menemukan kesulitan. Berdasarkan sumber tertulis yang jumlahnya juga sangat
terbatas dan informasi dari beberapa informan, diungkapkan bahwa asal usul tari saman berasal dari suatu jenis permainan rakyat yang bernama pok-ane, yakni sejenis
permainan yang mengandalkan tepuk tangan ke paha sambil benyanyi. Ucapan kalimat
Universitas Sumatera Utara
tauhid La illaha illalahu diucapkan dengan khidmad, dengan meletakkan tangan di atas paha, maupun menempel pada dada, secara berangsur ditambah unsur gerak kepala
meratip, dari badan, dengan tempo berangsur cepat sehingga mencapai tempo yang tinggi. Hal ini, terlihat pada awal penampilan tari saman. Penari duduk berlutut tertib
dan hidmad, dengan ucapan mmm – la illala ahuo- adalah pengausan dari dua kalimah syahadat.
Kalau dilihat dari segi kesejarahan saman, dalam arti kata semenjak kapan tari saman lahir di Aceh? Atau lebih luasnya di daerah asal tari saman, yaitu Blangkejeren
Gayo Lues peneliti tidak menemukan data terpercaya, sumber tertulis berupa makalah tulisan Aman Budi, secara sama menyamakan tari saman dengan tari tradisional
lainnya yang ditarikan dalam posisi duduk seperti ratib meusekat di Aceh Barat, tari meusekat di Aceh Tenggara, tari likok pulo di Aceh Besar, ratoh duek tari duduk,
yang kelahirannya erat terkait dengan masuk dan berkembangnya agama Islam. Tetapi yang sukar diketahui adalah, kapan Agama Islam berkembang di Blangkejeren asal
tari saman. Sebagai daerah pedalaman diperkirakan Islam berkembang di Blangkejeren adalah setelah kerajaan Islam pertama di Aceh, Kerajaan Samudra Pasai
Aceh Utara menyebar ke seluruh wilayah Aceh. Tari saman sudah ada di Aceh sebelum datangnya penjajahan sebelum
Merdeka dengan tahunnya lebih kurang 97 tahun. Tari saman berasal dari suku Gayo yang berdiam di Aceh Tengah, Suku Alas di Aceh Tenggara Blang Kejeren, dan Aceh
timur. Tarian ini berkembang hingga ke Kabupaten Nagan Raya Yusnidar, 1999: 97. Tari saman berasal dari nama seorang Ulama, yang bernama syekh saman.
Syekh saman memanfaatkan tarian ini sebagai sarana untuk menanamkan tauhid dan
Universitas Sumatera Utara
hal-hal yang berhubungan dengan ketakwaan kepada Allah SWT.Versi lain, kata saman berasal dari bahasa Arab, yang berarti delapan Yusmidar,1999:96 . Tari saman
dimainkan oleh penari laki-laki yang berjumlah tige belas orang sampai lima belas orang penari. Tari saman termasuk kesenian ratoh duek, karena ditarikan dalam posisi
duduk dan penarinya harus berjumlah ganjil. Tari saman lazimnya ditampilkan dalam bentuk satu grup, dua grup atau lebih.
Tari saman dalam bentuk dua grup atau lebih biasanya ditampilkan pada upacara- upacara peringatan hari-hari besar atau bersejarah pada tingkat kecamatan atau
kabupaten. Tari saman dalam bentuk satu grup biasanya ditampilkan pada upacara adat perkawinan Sunat Rasul, dan acara-acara hiburan lainnya. Tari saman yang
ditampilkan dalam bentuk satu grup tanpa lawan sering digelar di wilayah asalnya, maupun di luar negeri, salah satunya dinegara Amerika tahun 1990 dan tahun1991
Kesuma, 1991-1992:8. Tari saman masuk ke daerah Nanggroe Aceh Darusalam dibawakan oleh Syekh
Abdurrauf Assingkili yang dikenal dengan nama Syiah Kuala. Beliau membawakan tari saman melalui dakwah yang diperkenalkan pertama sekali pada masyarakat di desa
Alue Siron. Setelah beberapa tahun kemudian, tari saman dikembangkan lagi oleh penerusnya yaitu, Tengku syekh Habib Syap dan Tengku Syekh Wahab di desa Alue
Siron. Lalu tari saman menyebar ke desa-desa lainnya di sejumlah kecamatan yang ada di Kecamatan daerah Blangkejeren, yang dikembangkan oleh beberapa syekh, di
antaranya Tengku Syekh Tuwi Labu, Tengku Syekh Baransah, Tengku Syekh Kali Cut, dan Tengku Syekh Gambang, Tengku Syekh Wahab dengan umurnya yang sudah
mencapai 111 tahun .
Universitas Sumatera Utara
Setiap anggota penari saman umumnya dulu rata-rata bisa mengaji dan menjadi Tengku. Dalam hal ini tengku juga ulama, artinya orang alim yang menguasai ilmu
khususnya pengetahuan tentang ilmu agama Islam. Dengan demikian istilah Tengku adalah suatu institusi lembaga yang di dalamnnya terdiri atas beberapa tingkatan sesuai
dengan tingkat kealiman yqang dimilikinya. Oleh karena itu saman termasuk seni tari yang bernafaskan Islam.
Namun pemain atau anggota penari saman di daerah Nanggro Aceh Darusssalam sekarang bukan lagi para tengku. Tari saman sekarang ini sudah
dimainkan oleh anak-anak muda remaja atau anak-anak pelajar, bahkan sudah menjadi bahan pembelajaran kesenian di sekolah-sekolah. Begitu juga dengan syair lagu tari
saman, sekarang syairnya sudah banyak mengisahkan tentang negara dan tentang hiburan rakyat. Berbeda dengan tari saman zaman dahulu yang syairnya banyak
mengisahkan tentang keagamaan, karena pada masa dahulu orang-orang lebih mendalami tentang agama, sedangkan masalah budaya kurang diperhatikan.
3.2 Keberadaan Tari Saman di Aceh