Sistem Pemerintahan di Daerah Gayo

2.9 Sistem Pemerintahan di Daerah Gayo

Sistem pemerintahan yang dimaksud disini ialah sistem pemerintahan Tanah Gayo dan Alas di zaman setelah masuknya agama Islam, dan terutama sekali setelah Tanah Gayo dan Alas menjadi wilayah kerajaan Islam Aceh. Meskipun sistem pemerintahan dari kerajaan Islam Aceh, mempunyai pola umum yang sama untuk seluruh wilayahnya, tetapi sistem pemerintahan di Tanah Gayo mempunyai “ciri-ciri” tersendiri. Sistem pemerintahan di Tanah Gayo adalah suatu sistem yang berdasarkan Hukum Adat, Hukum Adat bersumber dan berlandaskan hukum Islam. Hukum Adat tidak tertulis. Tetapi hukum Islam adalah hukum tertulis, berdasarkan Qur’an dan Hadits Nabi. Jadi meskipun hukum adat tidak tertulis, tetapi sumber dan landasannya adalah hukum tertulis yaitu dari Qur’an dan Hadist Nabi. Keputusan mengenai hukum adat yang bertentangan dengan hukum Islam, maka setelah mendengarkan pendapat Imam, hukum adat harus dikesampingkan dan hukum Islam yang harus dilaksanakan. Hukum Islam adalah kuat terhadap hukum adat dalam pelaksanaan hukum di Tanah Gayo. Hubungan antara kedua hukum adat dan hukum agama ini adalah jalin berjalin yang sangat erat, sebagaimana dilukiskan dalam kata-kata adat Gayo “Hukum ikanung edet, edet ikanung Agama”. Artinya setiap hukum mengandung adat, dan setiap adat mengandung agama. Hukum adat adalah anak kandung dari hukum agama. Dengan perkataan lain, hukum adat di dalam pemerintahan Tanah Gayo pada hakikatnya adalah merupakan “pancaran dari hukum Islam.” Walaupun demikian sering juga terjadi praktek sengketa antara hukum adat dengan hukum agama yang kadang-kadang hukum Islam dikesampingkan. Hal ini Universitas Sumatera Utara dapat dapat terjadi dalam hal, apabila sang raja tidak mengerti ajaran agama dan hukum-hukum Islam atau karena sang raja berlaku sewenang-wenang atau oleh faktor- faktor lain. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam kata-kata adat Gayo ini menggambarkan sesuatu pemerintahan berdasarkan hukum adat yang bersumber dari hukum Islam dengan mengindahkan prinsip musyawarah untuk mufakat. Suatu prinsip gotong royong yaitu semacam sistem demokrasi yang dikenal zaman ini. Sistem kepemimpinan ini terangkum dalam pranata Sarak Opat, yang mempunyai empat unsur kepemimpinan seperti tersebut di atas. Masing-masing unsur ini mempunyai empat unsur kepemimpinan seperti di atas. Masing-masing unsur ini mempunyai peranan sendiri. Selain itu, setiap unsur itu bisa mendapat sanksi tertentu apabila melakukan kesalahan atau penyimpangan peran atas kekeramatannya tadi. Raja sebagai unsur pimpinan utama mempunyai sifat keramat yang disebut musuket sipet, ini berarti raja memiliki sifat dan bertindak adil , bijaksana, kasih sayang, suci, dan benar. Petue ketua mempunyai sifat keramat yang disebut musidik sasat, artinya teliti, peka dan cepat tanggap. Sementara itu imam pimpinan agama memiliki sifat keramat yang disebut muperlu sunet. Ia memiliki kewibawaan dengan memberikan contoh tauladan kepada anggota masyarakat tentang hal-hal yang wajib, perlu, sunat untuk dikerjakan sesuai dengan kaidah-kaidah agama . Ia juga mengawasi dan melarang perbuatan makruh, perbuatan yang menimbulkan mudarat. Demikian pula dengan unsur kepemimpinan lain yang mempunyai kekeramatan sesuai dengan jabatannya masing-masing. Rusdi dkk., 1998:12-15 Universitas Sumatera Utara

2.10 Tempat Pemukiman Suku Gayo