Studi Etnografi dan Bahasa Lokal
137
dari bab-bab seperti yang tercantum di bawah ini, sementara setiap bab terbagi lagi ke dalam sub- sub bab khusus.
a. Nama suku bangsa.
b. Lokasi, lingkungan alam dan demografi.
c. Asal mula dan sejarah.
d. Bahasa.
e. Sistem komunikasi.
f. Sistem mata pencaharian.
g. Sistem kemasyarakatan.
h. Sistem pengetahuan.
i. Kesenian.
j. Agama dan sistem religi.
Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik. Secara horizontal ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-
kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat serta kedaerahan. Secara vertikal,
struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Perbedaan-
perbedaan suku bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat serta kedaerahan sering kali disebut sebagai masyarakat majemuk, suatu
istilah yang mula-mula dikenalkan oleh Turnival untuk menggambarkan masyarkaat yang terdiri atas dua atau lebih elemen
yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam kesatuan politik. Maka dari itu masyarakat Indonesia disebut sebagai
masyarakat yang majemuk di mana masyarakat daerah tropis berkuasa dan mereka yang dikuasai memiliki perbedaan ras.
2. Studi Etnografi Indonesia
Bangsa Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa. Studi etnografi terhadap suku bangsa Indonesia terus diadakan secara berkesinambungan.
Hasil studi itu dapat kita baca dalam berbagai buku studi etnografi Indonesia. Tetapi sangat tidak mungkin untuk memaparkan hasil studi etnografi terhadap
semua suku bangsa Indonesia dalam buku ini. Untuk itu buku ini hanya memeparkan beberapa studi etnografi suku bangsa Indonesia, yang dianggap
dapat mewakili keseluruhan suku bangsa Indonesia berdasarkan letak geografi dan jumlah pendukungnya serta tipe masyarakatnya.
Wahana Antropologi
Antropologi Kontekstual XII SMAMA Program Bahasa
138
a. Studi Etnografi Suku Bangsa Bgu, Irian Jaya
Orang Bgu disebut juga orang Bonggo. Orang luar menyebut mereka
sebagai orang Bonggo, tetapi mereka sendiri menyebut diri sebagai orang Bgu.
Mendiami daerah sekitar muara sungai Wiruwai, lebih kurang 120 km sebelah
barat kota Jayapura, propinsi Irian Jaya. Daerah ini berawa-rawa dan dialiri oleh
sungai-sungai kecil yang berasal dari pegunungan Irie dan Siduarsi. Wilayah
mereka terletak di sebalah timur wilayah orang Sarmi dan sebelah barat orang
Demta-Betaf. Orang Bgu mendiami empat buah desa di kecamatan Bonggo, kabupaten Jayapura, yaitu; Taronta, Tarawani, Armopa Lama
Bonggo dan Amopa Baru Zulyani Hidayah, 1999. 1
Sistem mata pencaharian, yang terpenting dari orang Bgu adalah
meramu sagu pom. Hutan-hutan sagu yang sekarang berada pada kira-kira tiga sampai lima kilometer jauhnya dari desa-desa terbagi
ke dalam wilayah-wilayah dengan batas-batas yang tegas, yang menjadi hak kelompok-kelompok kekerabatan yang tertentu. Orang
Bgu berhak mengambil sagu diwilayah yang diwarisinya dari ayahnya dan di wilayah saudara pria ibunya yang disebut olehnya
wausu, kadang-kadang juga diwilayah saudara-saudara pria dari ibu dan wausu tadi serta di wilayah isterinya Koentjaraningrat, 1999.
2 Sistem kemasyarakatan
dapat kita lihat pada sistem kekerabatannya.
Orang Bgu sangat mementingkan status keluarga inti yang cenderung memilih pola pemukiman yang utrokal sifatnya. Bentuk keluarga luas
hampir tidak dikenal. Adat mereka mengijinkan seseorang lelaki mempunyai beberapa orang istri, masuknya pengaruh agama Nasrani
perkawinan mereka cenderung monogami. Mas kawin yang mereka sebut krae amat penting artinya dalam hubungan kekerabatan, terdiri
dari berbagai barang perhiasan, seperti: cincin yang terbuat dari kulit kerang sebkos, kalung yang terbuat dari dari untaian merjan mote,
kalung yang dibuat dari untaian gigi anjing kdarf, sabuk yang dibuat dari anyaman merjan bitem, gelang dari merjan mak dan gelang
kaki yang terbuat dari untaian tali-tali weikoki. Selain itu harus pula ditambah dengan pakaian, bahan pakaian, alat-alat dapur dan wadah-
Sumber. Kompas 15 Agustus 2006
Gambar 5.3 Suku bangsa Irian
sangat rawan dengan konflik horisontal
Studi Etnografi dan Bahasa Lokal
139
wadah. Kalau mas kawin tetap belum dibayar sampai anak lahir, maka anak itu diadopsi oleh kerabat pihak ibu, cara ini disebut teiya-
mekyo, upacaranya disebut wendedka Zulyani Hidayah, 1999
3 Agama dan sistem religi,
Pada saat ini pada umumnya orang Bgu
menganut agama Kristen. Jejak-jejak religi tradisional orang Bgu dapat ditemukan pada kepercayaan mereka. Orang Bgu percaya kepada
suatu jiwa kedua yang mereka sebut
tnikenya, tetapi keterangan-
keterangan informan tentang hal itu terlampau kacau sehingga sukar untuk mendapat gambaran yang tegas mengenai konsep itu. Hanya
pada istilah kenya yang berarti anak, dapat disimpulkan bahwa orang Bgu membayangkan jiwa ini sebagai anak kecil dalam tubuh. Mereka
juga percaya terhadap roh orang meninggal, roh baik dan jahat yang ada di alam sekitar tempat tinggal manusia yang disebut dengan sepro,
selain itu ada juga roh-roh jahat seperti buaya jadian, jin buaya, jin ular naga, hantu kaya segitemtua yang mendapat kedudukan khusus
dalam dunia hanti-hanti orang Bgu Koentjaraningrat, 1999.
Koentjaraningrat 1999 mengelompokkan suku bangsa Bgu kepada
tipe masyarakat berdasarkan sistem berkebun yang amat sederhana, dengan keladi dan ubi jalar sebagai tanaman pokoknya dalam kombinasi
dengan berburu dan meramu; penanaman padi tak dibiasakan; sistem dasar kemasyarakatnnya berupa desa terpencil tanpa differensiasi dan
stratifikasi yang berarti, gelombang pengaruh kebudayaan menanam padi, kebudayaan perunggu, kebudayaan Hindu dan agama Islam tidak
dialami; isolasi dibuka oleh Zending dan Missionaris.
b. Studi Etnografi Suku Bangsa Ambon
Suku bangsa Ambon mendiami pulau Ambon, Hitu dan Saparua, Propinsi Maluku. Pulau Ambon merupakan salah satu pulau dari kepulauan
Maluku. Suatu pulau yang terletak antara pulau Irian di sebelah timur, pulau Sulawesi di sebelah barat, lautan Teduh di sebelah utara dan lautan
Indonesia di sebelah selatan. Penduduknya ada yang tinggal di pantai dan daerah pegunungan. Penduduk pantai merupakan campuran dari
penduduk asli dengan orang-orang pendatang berasal dari berbagai pulau, seperti orang Bugis, Makasar, orang Buton dan dahulu banyak orang Jawa
yang bertempat tinggal di Maluku. Penduduk di daerah pegunungan merupakan penduduk asli yang diperkirakan berasal dari Pulau Seram.
1 Bahasa,
wilayahnya yang terdiri dari banyak pulau menyebabkan
beragamnya bahasa di Maluku. Pada umumnya bahasa-bahasa di kepulauan Maluku dimasukkan dalam rumpun bahasa Austronesia,