Antropologi Kontekstual XII SMAMA Program Bahasa
196
Untuk mewujudkan konsep negara hukum modern dan tujuan negara negara, negara Indonesia mengeluarkan berbagai
peraturan perundang-undangan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan. Hukum negara
Indonesia dalam bidang pendidikan dapat dipahami dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan pemerintah negara Indonesia mewujudkan tujuan nasional, diantaranya
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pasal 28C ayat 1 menegaskan: setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat ….dst. Pasal 31 ayat 1 UUD 1945
berisi setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Pasal 31 ayat 2 UUD 1945 memerintahkan setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pasal 31 ayat 3 UUD 1945 selanjutnya
menggariskan: Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dengan undang-undang.
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 menegaskan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan
sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan
secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Jaminan pemerataan pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia
dituang dalam bab VIII UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Agar terwujud pemerataan pendidikan,
maka pemerintah harus menjamin adanya pendidikan yang murah bagi semua orang.
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 mengenal istilah pendidikan berbasis masyarakat. Pasal 55 ayat 3 menuliskan:
dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah,
pemerintah daerah danatau sumber lain yang tidak
Mengkomunikasikan Hasil Studi Antropologi
197
bertentangan dengan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal ini menjadi landasan bagi tumbuhnya
pemahaman bahwa masyarakat, khususnya orang tua peserta didik wajib belajar harus bertanggung jawab terhadap
pendanaan penyelenggaraan pendidikan.
Memang di satuan sekolah menengah atas tertentu diperkenalkan juga istilah subsidi silang. Orang tua peserta didik
yang kaya menanggung lebih banyak biaya pendidikan untuk mensubsidi biaya pendidikan peserta didik dari orang tua yang
kurang beruntung secara ekonomi. Orang tua peserta didik menanggung biaya pendidikan menurut kemampuannya.
Orang tua yang sangat kaya menanggung menurut kemampuannya. Orang tua kaya menanggung menurut
kemampuannya dan orang tua miskin menanggung menurut kemiskinannya. Tetapi setahu penulis, masih belum ada sekolah
menengah atas yang memberlakukan subsidi silang ini, yang berlaku adalah semua anak menanggung biaya pendidikan
yang sama kuantitasnya.
2. Birokrasi Pendidikan Indonesia
Kata birokrasi berasal dari kata bureau dan kratein. Bureau berarti meja tulis atau sebagai tepat para pejabat
bekerja. Kratein bermakna mengatur Martin Albrow, 2005 : 2. Dapat disimpulkan, birokrasi adalah meja tulis tempat para
pejabat bekerja untuk mengatur. Apa yang diatur? Tentu saja bidang pekerjaannya masing-masing. Bila Ia seorang birokrat
pendidikan Indonesia maka yang diatur adalah masalah pendidikan untuk mewujudkan idealisme pendidikan sebagai
tertulis dalam hukum peraturan perundang-undangan pendidikan Indonesia.
Birokrasi mencakup pembagian tugas dalam lingkup fungsi yang secara relatif berbeda. Pemisahan kekuasaan berarti
pembagian tanggung jawab terhadap fungsi yang sama antara dua badan atau lebih Martin Albrow 2005 : 49. Tugas birokrasi
adalah mencegah terjadinya kesewenang-wenang dari pejabat negara, kekuasaan pejabat yang besar bukanlah masalah,
persoalannya adalah metoda dan prosedur standar dalam melaksanakan kekuasaan itu yang disebut dengan birokrasi.
Birokrasi sangat penting untuk mencegah terjadi kesewenang-
Antropologi Kontekstual XII SMAMA Program Bahasa
198
wenangan. Lord Acton berkata orang yang berkuasa cenderung menyalahgunakan kekuasaannya Meriam Budiarjo, 1986 : 15.
Kekuasaan yang dimiliki Sekolah Menengah Atas untuk mengelola penyelanggaraan pendidikan bukan masalah.
Persoalannya adalah birokrasinya, yaitu metode dan prosedur standar untuk melaksanakan kekuasaan yang dimiliki SMA
untuk menyelenggarakan pendidikan sehingga peserta didik dan orang tuanya terhindar dari tindakan sewenang-wenang. Ketika
birokrasi Sekolah Menengah Atas gagal menyerap dan melaksanakan arpirasi warga maka sesungguhnya birokrasi
sekolah tersebut mengalai kegagalan dalam mewujudkan tujuannya, yaitu pendidikan yang efesien dan murah dalam
rangka encerdaskan kehidupan bangsa disarikan dari Martin Albrow, 2005 : 145.
Beranjak dari uraian di atas, disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan birokrasi pendidikan Sekolah Menengah Atas
adalah: a.
Para pejabat pendidikan yang mengatur Sekolah Menengah Atas, yaitu:
1 Menteri Pendidikan Nasional
2 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
3 Kepala Dinas Pendidikan Propinsi
4 Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten
5 Kepala Sekolah beserta Staf Kepala Sekolah
6 Komite Sekolah
b. Prosedur dan metode yang digunakan dalam melaksanakan
kekuasaan yang dimiliki pejabat pendidikan Sekolah Menengah Atas dalam menyelenggarakan pendidikan di
Sekolah Menengah Atas. Tujuan birokrasi pendidikan adalah mewujudkan
demokratisasi pada dunia pendidikan Sekolah Menengah Atas. Birokrasi harus dijalankan berdasarkan kehendak mayoritas
warga sekolah, bila tidak demikian maka dapat dikatakan bahwa birokrasi mengalami kegagalan. Birokrasi pendidikan bertujuan
juga mewujudkan efesiensi dalam penyelenggaran Sekolah Menengah Atas dengan biaya yang murah, bila tidak demikian
maka birokrasi itu mengalami kegagalan.
Mengkomunikasikan Hasil Studi Antropologi
199
Adakah prinsip-prinsip yang dapat diterapkan sehingga birokrasi dijalankan menurut tujuannya? Tentu ada. Dalam hal
ini penulis merujuk pada 10 prinsip mewirausahakan birokrasi dari David Osborne dan Ted Gaebler, yaitu:
a.
Pemerintahan katalis; mengarahkan ketimbang mengayuh b.
Pemerintahan milik masyarakat; memberi wewenang ketimbang melayani
c. Pemerintahan yang kompetitif; menyuntikkan persaingan
ke dalam pemberian pelayanan d.
Pemerintahan yang digerakkan oleh misi; mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan
e. Pemerintah yang berorientasi hasil; membiayai hasil, bukan
masukan f.
Pemerintahan berorientasi pelanggan, memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi
g. Pemerintahan wirausahan, menghasilkan ketibang
membelanjakan h.
Pemerintahan antisipatif, mencegah daripada mengobati i.
Pemerintahan desentralisasi j.
Pemerintahan berorientasi pasar; mendongkrak perubahan melalui pasar.
3. Penyebab Mahalnya Biaya Pendidikan SMA dan
Birokrasinya Pada saat seorang peserta didik hendak masuk Sekolah
Menengah Atas, Ia dikenakan biaya siswa baru, besarnya berkisar lima ratus ribu rupiah hingga satu juta rupiah. Bagi
anak dengan orang tua mampu, biaya seperti itu bukanlah masalah, tetapi bagi orang tua yang tidak mampu, jelas biaya
sebesar itu adalah masalah besar. Jangankan uang lima ratus ribu rupiah, maka sehari-hari saja terancam.
Para orang tua berkomentar; bukankah para guru digaji negara, untuk apa saja biaya sebanyak itu? Sebagian besar
pernyataan dibalik pertanyaan itu mengandung kebanaran. Pada umumnya untuk siswa baru, Sekolah Menengah Atas
memungut biaya dengan perincian: a.
Biaya seragam sekolah b.
Biaya pembangunan