Antropologi Kontekstual XII SMAMA Program Bahasa
154
merupakan kesatuan teritorial yang dihuni oleh keluarga yang berasal dari satu klen marga. Awalnya setiap huta dikelilingi oleh suatu parit,
dinding tanah yang tinggi dan rumput-rumput bambu yang tumbuh rapat. Kegunaannya adalah sebagai alat pertahanan huta. Di dalam
huta terdapat deretan rumah yang dipisahkan oleh halaman sebagai tempat pesta perkawinan, upacara kematian, dan sebagainya. Pada
setiap huta juga terdapat lumbung sebagai tempat untuk menyimpan padi, dan juga tempat muda-mudi untuk bersenda gurau. Di setiap
huta terdapat balai desa partukhoan yaitu berguna sebagai tempat bersidang musyawarah yang berada dekat pintu gerbang huta. Ciri
khas huta adalah pohon beringin yang selalu ada di depan huta, bagai orang Batak, pohon beringin melambangkan alam semesta.
5 Agama dan sistem religi,
mayoritas suku bangsa Batak menganut
agama Kristen, Katolik dan Islam. Agama Kristen dan Katolik disiarkan oleh zending dan missie Jerman ke daerah Toba dan Simalungun.
Agama Islam disiarkan oleh orang-orang Minangkabau ke orang Batak Mandailing dan Angkola. Hasilnya, sampai sekarang orang-
orang Batak Toba dan Batak Simalungun mayoritas menganut agama Kristen dan Katolik, sementara orang Batak Mandailing dan Angkola
mayoritas menganut agama Islam. Religi tradisional suku bangsa Batak dikenal dengan nama permalim atau perbaringin atau pelbegu.
Religi tradisional mereka mengenal Debata ompung Mulajadi na Bolon sebagai pencipta alam beserta isinya yang bermukim di atas langit
dan mempunyai nama-nama lain sesuai dengan tugas dan tempat kedudukannya. Debata ompung Mulajadi na Bolon sebagai penguasa
dunia tengah bertempat tinggal di dunia ini dikenal dengan nama Silaon na Bolon. Debata ompung Mulajadi na Bolon sebagai penguasa
dunia makhluk halus dikenal dengan nama Pane na Bolon.
1. Bagaimana cara mempelajari studi etnografi
2. Jelaskan tentang cara bangsa Indonesia mempertahankan
integrasi etnografinya 3.
Coba kalian deskripsikan bentuk etnografi di daerah kalian 4.
Jelaskan perkembangan etnografi di masyarakat kalian
Analogi Budaya:
“Mari kembangkan orientasi kecakapan pada diri kalian”
Studi Etnografi dan Bahasa Lokal
155
B. Pemetaan Penyebaran Bahasa Lokal
1. Pemetaan Bahasa Lokal
Pemetaan bahasa adalah usaha untuk memberikan gambaran umum mengenai sejumlah bahasa daerah dan dialeknya bahasa lokal. Gambaran
umum yang harus dimuat dalam peta bahasa meliputi ruang lingkup, dan gejala-gejala kebahasaan dengan cara mengelompokkan dan
memaparkan ciri-ciri dialek dan mencari dan menemukan hubungan yang ada antara batas-batas dialek atau bahasa dengan batas-batas alam
maupun sejarah yang kemudian lagi diarahkan untuk menemukan gejala- gejala yang rumit dan saling bertentangan Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983.
Banyak kesulitan yang ditemukan dalam memetakan bahasa daerah dan dialeknya yang terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Kesulitan
pertama adalah belum ada yang tahu pasti berapa jumlah bahasa daerah di Indonesia. Bila diasumsikan bahwa satu suku bangsa memiliki satu
bahasa, maka jumlah suku bangsa Indonesia adalah jumlah bahasa daerah lokal, sementara itu menentukan jumlah suku bangsa Indonesia masih
sebuah perdebatan. Menurut Koentjaraningrat 1999, jumlah suku bangsa Indonesia menurut Zulyani Hidayah sebanyak 656 suku bangsa, sementara
J.M. Melalatoa memberikan angka hampir 500 suku bangsa, di lain pihak Indonesian Heritage jilid 10 2002 memberi perkiraan berkisar dari angka
terendah 69 sampai tertinggi 578 bahasa daerah yang ada di Indonesia. Tentu saja perbedaan jumlah itu dapat diterima sebagai akibat dari
perbedaan ukuran dan kriteria yang digunakan para peneliti dalam menentukan suku bangsa dan bahasa daerah. Jadi memang sangat sulit
untuk menentukan berapa jumlah pasti bahasa daerah di Indonesia, akibatnya sangat sukar memetakan bahasa daerah di Indonesia.
Kesulitan kedua adalah belum adanya daftar nama baku untuk semua bahasa daerah yang ada di Indonesia. Tolak ukur apakah yang digunakan
untuk menentukan nama suatu bahasa daerah? Kebanyakan buku Antropologi Linguistik memberi nama bahasa berdasarkan nama suku
bangsanya. Bahasa suku bangsa Jawa adalah bahasa Jawa, bahasa suku bangsa Batak adalah bahasa Batak, dan seterusnya. Padahal ditemukan
dua versi penamaan terhadap suatu suku bangsa, yaitu versi orang luar dan versi suku bangsa itu sendiri. Satu contohnya adalah orang luar
menyebut mereka sebagai suku bangsa Batak orang Batak tetapi mereka sendiri menyebut dirinya sebagai suku bangsa Tapanuli orang Tapanuli.
Antropologi Kontekstual XII SMAMA Program Bahasa
156
Akibatnya ada dua nama untuk satu bahasa, yaitu bahasa Batak atau bahasa Tapanuli. Contoh lainnya adalah suku bangsa Solor, orang lain
memberi nama suku bangsa solor kepada orang-orang yang mendiami daratan pulau Solor yang terletak di sebelah selatan pulau Adonara, dan
di sebelah timur pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Mereka sendiri menyebut dirinya sebagai orang Holo, Solot atau Ata Kiwan. Hal
itu sangat mempengaruhi nama bahasa mereka, ada yang mnyebutnya bahasa Solor, bahasa Holo, bahasa Solot atau bahasa Ata Kiwan. Jadi
memang sangat sulit menentukanpemetaan bahasa akibat dari sukar menentukan nama baku untuk setiap bahasa daerah yang bersangkutan.
Kesulitan yang ketiga adalah sangat sukar untuk menentukan jumlah penutur setiab bahasa daerah. Penyebab utamanya adalah sifat manusia
yang sangat dinamis, manusia tumbuh dan berkembang setiap waktu, dengan sendirinya jumlah penutur setiap bahasa daerah bergerak, tumbuh
dan berkembang setiap saat. Pada contoh di atas di kata bahwa jumlah penutur bahasa Bgu adalah dibawah angka seribu orang menurut Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1983, tetapi menurut Zulyani Hidayah 1999 jumlah
suku bangsa sudah 4.500 pada tahun 1966. Berapa jumlah mereka sekarang? Tentu harus dilakukan penghitungan ulang kembali. Jadi
memang sangat sulit menentukan jumlah penutur setiap bahasa daerah, akibatnya sukar juga untuk memetakan bahasa daerah.
Kesulitan-kesulitan itu tidak lantas membuat para Antropologist menyerah memetakan bahasa daerah di Indonesia. Telah banyak usaha
dilakukan untuk memetakan bahasa daerah di Indonesia. Pemetaan itu khususnya dilkaukan terhadap bahasa-bahasa daerah yang memiliki
jumlah penutur yang banyak. Sebahagian pemetaan bahasa daerah itu dapat kita lihat pada kolom di bawah ini.
No. Bahasa
Penutur Keterangan
Daerah
1. Jawa
75.000.000 Bahasa Jawa memiliki tingkatan, pada
waktu mengucapkan bahasa Jawa, seseorang harus memperhatikan dan
membeda-bedakan keadaan orang yang diajak berbicara atau yang
sedang dibicarakan, berdasarkan usia dan status sosialnya. Ditinjau dari
Studi Etnografi dan Bahasa Lokal
157
tingkatannya, bahasa Jawa terdiri dari bahasa jawa Ngoko dan bahasa jawa
Krama. Bahasa Jawa Ngoko dipakai untuk orang yang sudah dikenal
akrab, dan terhadap orang yang lebih muda usianya serta lebih rendah
derajat atau status sosialnya. Bahasa Jawa Krama dipergunakan untuk
bicara dengan orang yang belum dikenal akrab, tetapi yang sebaya
dalam umur maupun derajat, dan juga terhadap orang yang lebih tinggi
umur serta status sosialnya. Dari kedua macam derajat bahasa ini, timbul
berbagai variasi dan kombinasi dalam bahasa Jawa, yang terletak diantara
bahasa Jawa Ngoko dan Bahasa Krama, yaitu bahasa Jawa Madya
Ngoko, bahasa Jawa Madyaantara dan Bahasa Jawa Madya Krama. Jenis
lainnya dari bahasa Jawa adalah bahasa Krama Inggil, terdiri dari 300
kata-kata yang dipakai untuk menyebut nama-nama anggota
badan, aktivitas, benda milik, sifat- sifat dan emosi-emosi dari orang-orang
yang lebih tua umur atau lebih tinggi derajat sosial. Jenis lainnya lagi adalah
Kedaton atau bahasa Bagongan yang khusus dipergunakan di
kalangan istana. Jenis lainnya adalah bahasa Jawa Krama Desa atau bahasa
orang-orang di desa-desa; dan akhirnya bahasa Jawa Kasar yakni
salah satu macam bahasa daerah yang diucapkan oleh orang-orang yang
sedang dalam keadaan marah atau mengumpat seseorang.