Fungsi Perilaku Agama dan Kepercayaan
63
3. Golongan Pedagang Besar
Pada umumnya golongan ini mempunyai jiwa yang jauh dari gagasan
tentang imbalan moral. Sepanjang sejarah manusia kelas ini dikuasai oleh
orientasi keduniawian yang menutup kecenderungannya kepada agama yang
profetis dan etis. Semakin besar kemewahan mereka semakin kecil hasrat
mereka terhadap agama yang mengarah kepada dunia lain. Namun sebagai
gantinya mereka tidak keberatan memberikan bantuan uang atau barang
untuk kemajuan agama yang mereka anut meskipun dalam jumlah kecil.
Selanjutnya kegiatan yang diperlukan untuk pengembangan agama mereka
serahkan kepada orang lain.
Hal ini dapat kalian liha pada perkembangan masyarakat modern munculnya lembaga-lembaga zakat atau yayasan-yayasan yang
tujuannya untuk dialokasikan bagi kepentingan umum menjadi sarana menarik bagi golongan ini pengusaha. Dana-dana ini kemudian
digunakan untuk pembangunan sarana peribadatan, sekolah maupun rumah-rumah panti asuhan.
4. Golongan Karyawan
Yang dimaksud dengan karyawan adalah pengawai baik dari perusahaan swasta maupun kaum birokrat. Menurut hasil penelitian dari
Weber, yang mengambil data-data di Cina khususnya agama Konfusianisme bahwa kecenderungan religius kaum birokrat bersifat
mencari untung dan serba enak sendiri. Adanya ajaran hasil persetujuan yang mengandung kekosongan mutlak akan perasaan dan kebutuhan
akan keselamatan salvation atau landasan transenden untuk kesusilaan etik. Walaupun masih dijumpai upacara menghormati arwah nenek
moyang dan banyak dilakukan oleh pejabat tinggi pemerintahan tetapi terasa adanya jarak tertentu dari roh-roh.
Penelitian Weber tersebut tidak berlaku di Indonesia dimana, golongan ini tidak bisa dikatakan berjiwa materialistis karena semangat keagamaan
masih sangat tinggi. Hal itu terlihat dalam pertemuan-pertemuan
Gambar 3.3 Kadang pedagang
menjadi sumber dana dari berbagai kegiatan keagamaan
Sumber. Ensiklopedi Umum
untuk Pelajar
Antropologi Kontekstual XII SMAMA Program Bahasa
64
nonreligius seperti rapat-rapat dan perayaan nasional dimana salam keagamaan khususnya agama Islam masih diucapkan bahkan doa-doa
kepada Tuhan Yang Maha Esa masih terdengar.
5. Golongan Elite
Menurut Weber golongan elit dan hartawan sejajar dengan golongan pegawai negeri birokrat tidak menaruh gagasan tentang keselamatan,
dosa dan kerendahan hati namun mereka haus akan kehormatan. Pada mereka tidak ada keinginan untuk mengembangkan gagasan
keselamatan, dan agama dianggap sebagai suatu fungsi pembenaran bagi pola kehidupan dan situasi mereka di dunia. Secara ekonomi jelas mereka
tidak merasa kekurangan sehingga apa yang menjadi kelangkaan dan ketidakpastian secara logika dapat terpenuhi. Kedudukan dan kekayaan
yang mereka miliki cukup memberikan jaminan aman.
Dari beberapa golongan yang ada dalam masyarakat, dampak terbesar sebuah perilaku agama adalah mengarahkan perhatian umat
manusia kepada masalah maha penting yang selalu menggoda yaitu masalah arti dan makna. Manusia membutuhkan bukan saja
pengaturan emosi tetapi juga kepastian kongnitif tentang perkara-perkara yang tidak dielakkan dari pikirannya kesusilaan, disiplin, penderitaan,
kematian dan nasib terakhir. Terhadap persoalan tersebut agama menunjukkan jalan dan arah kemana manusia mendapatkan jawaban.
Jawaban itu ada dalam kekuatan supraempiris yang tidak dapat dijangkau tenaga inderawi maupun otak duniawi sehingga tidak dapat dibuktikan
secara rasional melainkan harus diterima sebagai kebenaran yang tidak dapat disingkirkan arti dan eksistensinya yang berupa ketidakpastian dan
ketidakmampuan. Agama menunjukkan penyelesaiannya secara memuaskan kalau manusia mau menerima nilai-nilai terakhir dan tertinggi.
Dalam menghadapi kelangkaan dalam arti kesejahteraan ekonomi, Weber melihat agama memberikan saham yang tidak kecil serta amat
positif. Sebagai contohnya, bahwa Protestanisme memberikan pengaruh kausal yang kuat kepada lahir dan berkembangnya kapitalisme modern.
Hal ini menunjukkan peran positif agama dalam kehidupan masyarakat. Munculnya etos kerja yang cukup tinggi bagi penganut Protestan karena
adanya anggapan bahwa kekayaan merupakan satu-satunya yang mampu mendorong orang masuk surga.