Antropologi Kontekstual XII SMAMA Program Bahasa
150
gude, dan lain-lain, baik sebagai tanaman utama atau sebagai tanaman penyela diantara musim yang tepat untuk menanam padi.
Banyak juga dari suku bangsa Jawa yang bermatapencaharian sebagai pegawai, tukang, pedang dan pengrajin.
3 Sistem kekerabatan,
suku bangsa Jawa
memiliki beberapa aturan mengenai perkawinan. Adat istiadat mereka tidak
membolehkan perkawinan antara saudara sekandung dan pancer lanang
yaitu anak dari dua orang saudara sekandung laki-laki; apabila mereka itu
adalah misan dan apabila laki-laki lebih muda menurut ibunya daripada
pihak wanita. Bila tidak termasuk pada hubungan kekerabatan, itu
mereka membolehkan perkawinan. Suku bangsa Jawa menerapkan prinsip keturunan bilateral dalam menentukan kekerabatan. Semua
kakak laki-laki serta kakak wanita ayah dan ibu beserta isteri-isteri maupun suami-suami masing-masing disebut siwa atau uwa. Adik-
adik dari ayah dan ibu disebut paman adik laki-laki dan bibi adik perempuan.
4 Sistem kemasyarakatan, suku bangsa Jawa mengenal kelurahan desa
sebagai kesatuan wilayah tempat tinggal. Kelurahan dikepalai oleh seorang lurah petinggi, bekel, glondong yang dipilih oleh rakyat lurah
yang bersangkutan secara demokratis secara berkala. Lurah dibantu oleh beberapa pembantunya dalam menjalankan tugas-tugasnya,
mereka semua disebut dengan pamong desa. Tugas pokok pamong desa adalah mensejahterakan rakyat desa dan memelihara ketertiban
desa. Diatas kelurahan terdapat satuan daerah administratif yang disebut dengan kecamatan terdiri dari 15 sampai dengan 25
kelurahan, kecamatan dipimpin oleh seorang camat. Tiang Jawa membedakan orang-orang dalam masyarakatnya menjadi priyayi
dan wong cilik. Priyayi adalah lapisan masyarakat atas, terdiri dari pegawai negeri dan kaum terpelajar. Wong cilik adalah lapisan
masyarakat vawah, terdiri dari petani, tukang dan pekerja kasar lainnya. Berdasarkan tinjauan agama, Tiang Jawa mengelompokkan
dirinya menjadi santri dan kejawen. Santri adalah orang Jawa yang beragama Islam dan menerapkan ajaran agama Islam. Kejawen adalah
Sumber. Indonesia Heritage
Gambar 5.7 Perkawinan suku
bangsa Jawa menggunakan prinsip keturunan bilateral
Studi Etnografi dan Bahasa Lokal
151
orang yang beragama Islam tetapi tidak sepetuh Santri dalam menerapkan ajaran agama Islam.
5 Agama dan sistem religi,
mayoritas suku jawa menganut agama Islam.
Sebagian kecil dari antara mereka ada yang menganut agama Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Tiang Jawa yang menganut agama Islam
dikelompokkan menjadi dua, yaitu santri dan kejawen. Santri adalah orang yang menganut agama Islam dan menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Orang yang menganut Islam Kejawen, walaupun tidak menjalankan salat, puasa serta tidak bercita-cita naik
haji, tetapi mereka percaya kepada ajaran keimanan agama Islam. Tuhan mereka sebut Gusti Allah dan Nabi Muhammad adalah
Kangjeng Nabi. Disamping itu mereka juga membayar zakat. Pola pikir Tiang Jawa penganut agama Islam Kejawen adalah bahwa hidup
telah ada yang mengatur, oleh karena itu mereka biasanya sangat percaya dan memasrahkan diri pada takdir, sehingga sikap pasrah
nerima sangat tampak pada kehidupan mereka sehari-hari.
6 Agama dan sistem religi, orang-orang suku bangsa Jawa percaya juga
kepada adanya satu kekuatan yang melebihi segala kekuatan yang ada dimana saja, yang pernah ada, mereka menyebutnya kasakten.
Diantara mereka masih ada yang percaya kepada arwah atau ruh leluhur, dan makhluk-makhluk halus seperti misalnya memedi,
lelembut, tuyul, demit serta jin dan lainnya yang menempati alam sekitar tempat tinggal mereka. Salah satu fungsi makhluk halus bagi
kehidupan berdasarkan kepercayaan mereka adalah membantu mendatangkan kesuksesan, kebahagiaan, ketenteraman ataupun
keselamatan. Fungsi lainnya dari makhluk halus dipercaya juga dapat mendatangkan gangguan pikiran, gangguan kesehatan bahkan
kematian.
Koentjaraningrat 1999 mengelompokkan suku bangsa Jawa
pada tipe masyarakat pedesaan berdasarkan bercocok tanam di sawah dengan padi sebagai tanaman pokoknya. Sistem dasar
kemasyarakatannya berupa komuniti petani dengan differensiasi dan stratifikasi sosial yang agak kompleks. Masyarakat kota yang menjadi
arah orientasinya itu mewujudkan suatu peradaban bekas kerajaan pertanian bercampur dengan peradaban kepegawaian yang dibawa
oleh sistem pemerintahan kolonial. Semua gelombang pengaruh kebudaan asing dialami.
Antropologi Kontekstual XII SMAMA Program Bahasa
152
f. Studi Etnografi Batak
Orang Batak adalah sebutan yang diberikan kepada orang yang menurut pandangan mereka sendiri adalah orang Tapanuli. Suku bangsa
Batak terdiri dari beberapa sub suku, yaitu Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Toba, Batak Angkola dan Batak Mandailing. Suku
bangsa Batak memiliki satu nenek moyang yang sama, yang disebut dengan si Raja Batak. Suku bangsa Tapanuli mendiami daerah
pengunungan Sumatera Utara, mulai dari perbatasan Daerah Istimewa Aceh di utara sampai ke perbatasan dengan Riau dan Sumatera Barat di
sebelah selatan. Ada juga orang Tapanuli yang mendiami tanah datar yang berada di antara daerah pengunungan dengan pantai Timur Sumatera
Utara dan pantai barat Sumatera Utara. Semua wilayah yang digambarkan di atas dikenal dengan nama dataran tinggi Karo, Langkat
Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, Dairi, Toba, Humbang, Silindung, Angkola, dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Tanah-tanah yang
didiami suku bangsa Batak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tanah yang baik bagi pertanian dan tanah yang kurang subur bagi pertanian.
Sejak jaman dahulu, telah tersedia sarana jalan raya yang mencapai seluruh pelosok daerah orang Tapanuli, hal sangat mendukung terbukanya
hubungan orang Tapanuli dengan dunia luar.
1 Bahasa,
ibu yang digunakan suku
bangsa Batak dalam percakapan sehari-hari adalah bahasa Batak. Ada
beberapa dialek dalam bahasa Batak, yaitu; dialek Karo yang dipakai oleh
orang Batak Karo, dialek Pakpak yang digunakan oleh orang Batak Pakpak,
dialek Simalungun yang digunakan oleh orang Batak Simalungun, dialek
Toba yang digunakan oleh orang Batak Toba, Angkola dan mandailing. Dialek
yang sangat jauh perbedaannya adalah dialek Toba dengan dialek Karo. Bahasa Batak mengenal bahasa halus dan kasar, tetapi tidak
serumit dan sebanyak dalam bahasa Jawa.
2 Sistem mata pencaharian,
mata pencaharian orang Batak adalah
bercocok tanam padi di sawah dengan irigasi. Selain itu di Karo, Simalungun dan Pakpak masih ditemukan juga bercocok tanam di
Sumber. Indonesia Heritage
Gambar 5.8 Masyarakat Batak
memiliki sistem mata pencaharian bercocok tanam
Studi Etnografi dan Bahasa Lokal
153
ladang, yang dibuka hutan dengan cara menebang dan membakar pohon. Pada sistem bercocok tanam di ladang, hak ulayat tanah
dipegang oleh huta. Warga huta boleh menggarap tanah itu seolah- olah tanahnya sendiri, tetapi tidak dapat menjual tanah itu tanpa
persetujuan dari huta yang diputuskan dengan musyawarah. Pada saat ini, selain bertani, suku bangsa Batak juga sudah
bermatapencaharian dengan menggeluti berbagai jenis pekerjaan, seperti perukangan, perdagangan, pegawai negeri dan pengrajin.
3 Sistem kekerabatan,
perkawinan bagi suku bangsa Batak merupakan
pranata yang bukan hanya mengikat seorang pria dan wanita tetapi juga mengikat keluarga pengantin pria dan keluarga pengantin
wanita. Perkawinan ideal adalah perkawinan namarpariban, yaitu perkawinan antara seorang laki-laki dengan anak perempuan saudara
laki-laki ibunya. Perkawinan yang sangat dipantungkan adalah perkawinan antar orang-orang satu marga. Kesatuan hidup
kekerabatan terkecil pada orang Batak adalah keluarga inti monogami saama, saripe, seamang, sepanganan, atau sada bapa, yang berarti
sekeluarga atau satu bapak. Suku bangsa Batak juga mengenal kelompok kekerabatan satu satu nini atau saompu, didalamnya
termasuk semua orang yang memiliki hubungan patriakal sampai 20 generasi jauhnya. Kelompok kekerabatan yang lebih besar lagi adalah
marga, bisa berarti klen besar atas dasar prinsip patrilineal, contohnya Siahaan, Ginting, Siregar, dan sebabainya, bisa juga berarti gabungan
dari beberapa marga, contohnya adalah lontung, Sumba, Borbor, dan sebagainya. Hubungan kekerabatan suku bangsa Batak diatur oleh
ikatan adat yang disebut dengan dalihan na tolu pokok yang tiga. Terdiri dari dongan sabutuha orang-orang bersaudara, hula-hula
kelompok lain dari pihak laki-laki yang menerima gadis untuk diperistri, boru kelompok lain dari pihak perempuan yang
memberikan anak gadisnya untuk diperistri. Hula-hula harus menyanyangi borunya, sebaliknya boru harus menghomati hula-
hulanya. Dan sesama orang yang bersaudara harus saling mendukung dan membantu. Seiap orang Batak pasti mengalami ketiga kedudukan
itu boru, hula-hula atau dongantubu secara bergantian sesuai dengan kedudukannya pada setiap upacara dan pesta adat.
4 Sistem kemasyarakatan, kesatuan wilayah administrasi suku bangsa
Batak adalah desa yang mereka sebut dengan nama huta, kuta, lumban, sosor, bius, pertahian, urung dan pertumpukan. Huta
Antropologi Kontekstual XII SMAMA Program Bahasa
154
merupakan kesatuan teritorial yang dihuni oleh keluarga yang berasal dari satu klen marga. Awalnya setiap huta dikelilingi oleh suatu parit,
dinding tanah yang tinggi dan rumput-rumput bambu yang tumbuh rapat. Kegunaannya adalah sebagai alat pertahanan huta. Di dalam
huta terdapat deretan rumah yang dipisahkan oleh halaman sebagai tempat pesta perkawinan, upacara kematian, dan sebagainya. Pada
setiap huta juga terdapat lumbung sebagai tempat untuk menyimpan padi, dan juga tempat muda-mudi untuk bersenda gurau. Di setiap
huta terdapat balai desa partukhoan yaitu berguna sebagai tempat bersidang musyawarah yang berada dekat pintu gerbang huta. Ciri
khas huta adalah pohon beringin yang selalu ada di depan huta, bagai orang Batak, pohon beringin melambangkan alam semesta.
5 Agama dan sistem religi,
mayoritas suku bangsa Batak menganut
agama Kristen, Katolik dan Islam. Agama Kristen dan Katolik disiarkan oleh zending dan missie Jerman ke daerah Toba dan Simalungun.
Agama Islam disiarkan oleh orang-orang Minangkabau ke orang Batak Mandailing dan Angkola. Hasilnya, sampai sekarang orang-
orang Batak Toba dan Batak Simalungun mayoritas menganut agama Kristen dan Katolik, sementara orang Batak Mandailing dan Angkola
mayoritas menganut agama Islam. Religi tradisional suku bangsa Batak dikenal dengan nama permalim atau perbaringin atau pelbegu.
Religi tradisional mereka mengenal Debata ompung Mulajadi na Bolon sebagai pencipta alam beserta isinya yang bermukim di atas langit
dan mempunyai nama-nama lain sesuai dengan tugas dan tempat kedudukannya. Debata ompung Mulajadi na Bolon sebagai penguasa
dunia tengah bertempat tinggal di dunia ini dikenal dengan nama Silaon na Bolon. Debata ompung Mulajadi na Bolon sebagai penguasa
dunia makhluk halus dikenal dengan nama Pane na Bolon.
1. Bagaimana cara mempelajari studi etnografi
2. Jelaskan tentang cara bangsa Indonesia mempertahankan
integrasi etnografinya 3.
Coba kalian deskripsikan bentuk etnografi di daerah kalian 4.
Jelaskan perkembangan etnografi di masyarakat kalian
Analogi Budaya:
“Mari kembangkan orientasi kecakapan pada diri kalian”