Birokrasi Pendidikan Indonesia Mengkomunikasikan Hasil Studi Antropologi

Mengkomunikasikan Hasil Studi Antropologi 199 Adakah prinsip-prinsip yang dapat diterapkan sehingga birokrasi dijalankan menurut tujuannya? Tentu ada. Dalam hal ini penulis merujuk pada 10 prinsip mewirausahakan birokrasi dari David Osborne dan Ted Gaebler, yaitu: a. Pemerintahan katalis; mengarahkan ketimbang mengayuh b. Pemerintahan milik masyarakat; memberi wewenang ketimbang melayani c. Pemerintahan yang kompetitif; menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan d. Pemerintahan yang digerakkan oleh misi; mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan e. Pemerintah yang berorientasi hasil; membiayai hasil, bukan masukan f. Pemerintahan berorientasi pelanggan, memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi g. Pemerintahan wirausahan, menghasilkan ketibang membelanjakan h. Pemerintahan antisipatif, mencegah daripada mengobati i. Pemerintahan desentralisasi j. Pemerintahan berorientasi pasar; mendongkrak perubahan melalui pasar.

3. Penyebab Mahalnya Biaya Pendidikan SMA dan

Birokrasinya Pada saat seorang peserta didik hendak masuk Sekolah Menengah Atas, Ia dikenakan biaya siswa baru, besarnya berkisar lima ratus ribu rupiah hingga satu juta rupiah. Bagi anak dengan orang tua mampu, biaya seperti itu bukanlah masalah, tetapi bagi orang tua yang tidak mampu, jelas biaya sebesar itu adalah masalah besar. Jangankan uang lima ratus ribu rupiah, maka sehari-hari saja terancam. Para orang tua berkomentar; bukankah para guru digaji negara, untuk apa saja biaya sebanyak itu? Sebagian besar pernyataan dibalik pertanyaan itu mengandung kebanaran. Pada umumnya untuk siswa baru, Sekolah Menengah Atas memungut biaya dengan perincian: a. Biaya seragam sekolah b. Biaya pembangunan Antropologi Kontekstual XII SMAMA Program Bahasa 200 c. Biaya iuran sekolah d. Biaya ekstrakurikuler Setelah menjalani pendidikan di Sekolah Menengah Atas, para peserta didik juga masih harus membayar uang buku LKS dan study wisata. a. Biaya Seragam Sekolah Pada akhir-akhir ini ada kecenderungan, bukan hanya siswa baru SMA yang diwajibkan membeli seragam sekolah, tetapi juga siswa kelas XI dan XII. Para siswa baru diwajibkan membeli bahan seragam sekolah dengan biaya antara Rp. 65.000 s.d Rp. 100.000, meliputi: 1 1 stel bahan seragam putih abu-abu 2 1 stel bahan seragam pramuka 3 1 stel bahan seragam identitas sekolah. Untuk kelas XI dan XII diwajibkan membeli bahan seragam identitas sekolah, dengan harga berkisar antara Rp. 30.000 s.d Rp. 45.000. Sepintas semua beralan wajar saja, 3 stel bahan seragam SMA dibeli dengan harga Rp. 65.000 - Rp. 100.000. Tetapi bila dibandingkan dengan kualitas bahannya dan dibandingkan dengan harga pasar maka timbul keanehan. Ternyata bila dibandingkan dengan harga pasar, harga bahan itu sangat mahal, harga bahan seragam sekolah yang dijual sekolah hanya berharga Rp. 40.000 - Rp. 60.000 tetapi anak harus membayarnya dengan harga Rp. 65.000 - Rp. 100.000. Dengan demikian terjadi mark up penggelembungan harga.

b. Biaya Pembangunan

Setiap siswa baru pada umumnya juga dikenai biaya pembangunan untuk melaksanakan pembangunan fisik sekolah. Besarnya antara Rp. 200.000 s.d Rp. 500.000. Setiap tahun selalu ada jenis pungutan dan sekolah tidak pernah berhenti melakukan pembangunan fisik. Ada-ada saja alasan tentang materi yang akan dibangun. Cara menentukan besarnya uang pembangunan juga sangat demokratis. Biasa berdasarkan rapat orang tua siswa yang dipimpin oleh pengurus koite sekolah dengan dihadiri pejabat SMA. Biasa para orang tua yang keberatan pada Mengkomunikasikan Hasil Studi Antropologi 201 awalnya menyatakan keberatan, tetapi lama kelamaan pada akhirnya mereka juga menyetujui permintaan dana pembangunan, meskipun setelah usai rapat para orang tua yang tidak mampu itu pusing memikirkan biaya sekolah dan kecewa dalam hati.

c. Biaya Iuran Sekolah

Sudah wajar apabila siswa baru juga dikenakan iuran sekolah. Untuk SMA di kabupaten Karanganyar yang digunakan adalah prinsip sama rata. Setiap peserta didik dikenakan biaya iuran sekolah yang sama jumlahnya tanpa memperhatikan kemampuan ekonomi orang tuanya. Cara menentukan besarnya biaya iuran sekolah juga sangat demokratis. Biasa berdasarkan rapat orang tua siswa yang dipimpin oleh pengurus komite sekolah dengan dihadiri pejabat SMA. Biasanya lagi, para orang tua yang keberatan dengan biaya pada akhirnya harus menerima keputusan rapat. Terjadi Diktator mayoritas.

d. Biaya Ekstrakurikuler

Dengan alasan muatan lokal, sekolah mengadakan pendidikan ekstrakurikuler, seperti pendidikan komputer, musik dan keterapilan lainnya. Tentu saja biayanya dibebankan kepada peserta didik. Biasanya berkisar antara Rp. 5.000 s.d Rp.15.000 perbulannya. Cara penetuan pilihan jenis pendidikan muatan lokal yang diberikan uga sangat demokratis demikian juga dalam penentuan biayanya. Tetapi anehnya, para peserta didik mengikutinya dengan setengah hati, sehingga pendidikan muatan lokal ini juga tidak efektif.

e. Tinjauan Dari Prinsip-Prinsip Mewirausahakan

Birokrasi Ditinjau dari birokrasinya, keputusan untuk mewajibkan anak membeli bahan seragam sekolah sangat demokratis, karena keputusan itu diambil dengan persetujuan Komite Sekolah dan Rapat Orang Tua Siswa. Lalu apa yang salah? Yang salah adalah birokrasi pengadaan bahan seragam sekolah menengah atas, setidaknya tidak menerapkan prinsip: