catatan lapangan. Menurut Sitorus 1998, catatan harian berisi data kualitatif hasil pengamatan dan wawancara langsung di lapangan dalam bentuk uraian rinci
maupun kutipan langsung. Catatan harian dalam penelitian kualitatif memiliki arti yang sangat penting, sama halnya hasil kuisioner dalam penelitian kuantitatif.
Informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini berasal dari berbagai elemen, yaitu para ulama kiai, intelektual muslim, para santri pondok pesantren,
masyarakat sekeliling pondok pesantren, kepala desa, pemerintah daerah dan para sesepuh masyarakat. Informan ditentukan secara accidental dan snowbolling.
Penentuan informal dengan cara accidental karena memang tidak direncanakan terlebih dahulu, artinya pemilihan informan ditentukan tidak secara kebetulan di
lokasi penelitian. Adapun dengan teknik snowbolling, informan selanjutnya didapat dari hasil pemberitahuan informan yang telah diwawancarai sebelumnya
Mulyana 2001. Oleh karena jenis penelitian ini kualitatif maka tidak ada pembatasan jumlah sampel yang harus diambil.
3.6 Metode Analisis Data
Analisis data kualitatif dilakukan secara kontinu sejak peneliti mulai merumuskan masalah penelitian, selama bekerja di lapangan dan terus
berlangsung hingga menulis hasil penelitian Sugiyono 2010. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis sosial yang dalam metode kasus sangat
diperlukan dalam menggambarkan proses terbentuknya keseimbangan sosial dan integrasi sosial. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan dalam
penelitian ini tidak bersifat baku, karena pada dasarnya penelitian kualitatif tidak ada istilah pembakuan metode atau langkah metodologis sebagaimana lazimnya
berlaku dalam penelitian kuantitatif Salim 2000. Secara sederhana Huberman dalam Sugiyono 2010 menyebutkan langkah-langkah konkrit dalam analisis
data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawingverification.
Kartono 1996 menjelaskan beberapa tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam teknik analisis sosial, yaitu: 1 menimbang data secara cermat
dan hati-hati; 2 pengaturan data dengan mengadakan klasifikasi; 3 menciptakan konsep-konsep atau sistem formal tertentu, yaitu memformulasikan
ide-ide dan definisi mengenai tingkah laku sosial dan fenomena-fenomena sosial; dan 4 memikirkan sistem-sistem deduktif atau logis untuk membuktikan dan
memverifikasi proporsi-proporsi stelling, pendirian tertentu serta pembuktian faktual.
Dalam prakteknya, bahwa rekonstruksi atas konstruksi-konstruksi realitas yang ditemukan di lapangan merupakan upaya peneliti dalam mengembangkan
rancangan organisasional dengan kategorisasi-kategorisasi kemudian dihubung- hubungkan dengan kejadian atau fenomena sosial yang ada Raco 2010. Fokus
utamanya yaitu mencari hubungan kausalitas dan interaksional dari semua data terpilih terkait aktivitas-aktivitas relasional kyai dan pondok pesantren dengan
faktor-faktor sosial ekonomi eksternal . Maksud dari keseluruhan kegiatan tersebut adalah selain untuk memperoleh sebuah interpretasi yang mendalam juga
untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang tepat, memadai dan sesuai dengan tujuan penelitian. Pada akhirnya Interpretasi merupakan bagian terpenting dalam
analisa penelitian-penelitian ilmu sosial , yaitu, “in the social sciences, there is only interpretation” Denzin 1997. Proses interpretasi adalah proses meletakkan
atau memberikan makna pada data sesuai dengan konteksnya, karena interpretasi selalu bertalian dengan metode yang digunakan.
3.7 Penggunaan Istilah-Istilah Ilmu-Ilmu Alam Nature Science
Meneliti masalah sosial seperti memasuki sebuah rimba belantara karenanya menjelaskan sebuah fenomena sosial seringkali membutuhkan
penjelasan yang panjang dan lebar. Sebuah fenomena sosial selama ini tidak cukup dijelaskan oleh sebuah kosa kata. Hal tersebut berbeda dengan gejala alam
yang sudah diciptkan istilah-istilahnya oleh peneliti ilmu alam. Kajian yang membedakan Fenomena sosial dan gejala alam masuk dalam ruang estimologi.
Menurut Jujun S. Suriasumantri 2005, hasrat untuk menspesialisasikan diri pada satu bidang telaah yang memungkinkan analisis yang makin cermat dan
seksama menyebabkan objek forma dari disiplin keilmuan menjadi kian terbatas. Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari dua cabang utama
yakni filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam atau the natural sciences dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam cabang
ilmu-ilmu sosial atau the social sciences.
Ilmu-ilmu alam membagi diri kepada dua kelompok lagi yakni ilmu alam the physical sciences dan ilmu hayat the biological sciences. Ilmu alam
bertujuan mempelajari zat yang membentuk alam semesta, sedangkan ilmu alam kemudian bercabang lagi menjadi fisika mempelajari massa dan energi, kimia
mempelajari substansi zat, astronomi mempelajari benda-benda langit, dan ilmu bumi yang mempelajari bumi Jujun S. Suriasumantri 2005. Tiap-tiap cabang
kemudian membikin ranting-ranting baru seperti fisika berkembang menjadi mekanika, hidrodinamika, bunyi, cahaya, panas, kelistrikan dan magnetisme,
fisika nuklir dan kimia fisik ilmu-ilmu murni.Ilmu murni merupakan kumpulan teori-teori ilmiah yang bersifat dasar dan teoritis yang belum dikaitkan dengan
masalah-masalah kehidupan yang bersifat praktis. Ilmu terapan merupakan aplikasi ilmu murni kepada masalah-masalah kehidupan yang mempunyai
manfaat praktis.
Deobold B. Van 2010 mengatakan bahwa ada hal yang berbeda dari sistem dan kajian ilmu alam dengan ilmu sosial. Bahwa ada beberapa alsa yang
meungkin bias dijabarkan dan dicermati secara bersama sebagai berikut, Pertama, Ilmu-ilmu sosial terlihat lebih luas dan komplek dibanding dengan ilmu alam.
Sehingga keluasananya membuat daya jangkau subjek kepada objek menjadi terasa jauh. kejaidan sebuah perilaku sosial akan berbeda bila bila objek kajiannya
berbeda. tidak seperti Ilmu alam yang hanya mendasarkan kepada objek yang diamati secara berulang-ulang. Kedua, Tidak seperti halnya ilmu alam yang
mampu mengamati gejala alam secara dekat dan langsung lewat media indra., ilmu sosial sangat sulit mengamati gejalanya lewat meraba, mencium, atau
mengecap gejala yang sudah terjadi dimasa lalu. Ketiga, imu sosial tidak seperti ilmu alam yang dalam penelaahannya bersifat seragam dan gejala tersebut dapat
diamati sekarang. Gejala sosial bersifat unik dan sukar untuk terulang kembali. Keempat, hubungan antara ahli dan objek sosial. Objek ilmu sosial adalah
manusia, yang sifatnya berubah-ubah sesuai dengan keingina dan pilihan manusia, karenanya gejala sosial berubah secara tetap sesuai dengan tindakan manusia,
Berbeda halnya dengan ilmu alam, yang meneliti benda mati yang berbeda
dengan manusia yang begerak dan senantiasa berubah. Ilmu alam memiliki keterpisahan antara subjek peneliti dengan objek yang dteliti, adapun ilmu sosial
tidak demikian.
Dalam perkembangannya ada banyak pilihan dalam mengembangkan ilmu-ilmu alam pun demikian dengan ilmu-ilmu sosial. Terminologi positivisme
dicetuskan pada pertengahan abad 19 oleh salah satu pendiri ilmu sosiologi yaitu Auguste Comte. Salah satu pilihan mengembangkan ilmu pengetahuan adalah
dengan pendekatan positivisme. positivisme adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu – satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada
pengalaman aktual fisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya
spekulasi metafisis dihindari. Comte percaya bahwa dalam alam pikiran manusia melewati tiga tahapan historis yaitu teologi, metafisik, dan ilmiah. Dalam tahap
teologi, fenomena alam dan sosial dapat dijelaskan berdasarkan kekuatan spiritual. Pada tahap metafisik manusia akan mencari penyebab akhir ultimate
cause dari setiap fenomena yang terjadi. Dalam tahapan ilmiah usaha untuk menjelaskan fenomena akan ditinggalkan dan ilmuwan hanya akan mencari
korelasi antar fenomena. Comte mempunyai pengaruh yang besar dalam penulisan ilmu ekonomi. Comte mempengaruhi pemikiran J.S. Mill dan Pareto diteruskan
oleh Samuelson dan Machlup, pengaruh yang paling utama adalah ide dalam pembentukan filosofi ilmiah pada abad 20 yang disebut logika positivisme
logical positivism
Menurut paradigma positivisme, pengetahuan terdiri atas berbagai hipotesis yang diverifikasi dan dapat diterima sebagai fakta atau hukum. Ilmu
pengetahuan mengalami akumulasi melalui proses pertambahan secara bertahap, dengan masing-masing fakta fakta yang mungkin berperan sebagai semacam
bahan pembentuk yang ketika ditempatkan dalam posisinya yang sesuai, menyempurnakan bangunan pengetahuan yang terus tumbuh. Ketika faktanya
berbentuk generalisasi atau pertalian sebab-akibat, maka fakta tersebut bisa digunakan secara sangat efisien untuk memprediksi dan mengendalikan. Dengan
demikian generalisasi pun bisa dibuat, dengan kepercayaan yang bisa diprediksikan.
Jika dilihat dari tiga pilar keilmuan, ciri-ciri positivistik yaitu: a aspek ontologis, positivistik menghendaki bahwa arealitas penelitian dapat dipelajari
secara independen, dapat dieliminasikan dari obyek lain dan dapat dikontrol; b secara epistemologis, yaitu upaya untuk mencari generalisasi terhadap fenomena;
c secara aksiologis, menghendaki agar proses penelitian bebas nilai. Artinya, peneliti mengejar obyektivitas agar dapat ditampilkan prediksi meyakinkan yang
berlaku bebas waktu dan tempat. Kevalidan penelitian positivisme dengan cara mengandalkan studi empiri. Generalisasi diperoleh dari rerata di lapangan. Data
diambil berdasarkan rancangan yang telah matang, seperti kuesioner, inventori, sosiometri, dan sebagainya. Paham positivistik akan mengejar data yang terukur,
teramati, dan menggeneralisasi berdasarkan rerata tersebut.
Kata kunci positivisme yang penting adalah jangkauan yang bisa dibuktikan secara empirik nyata oleh pengalaman indrawi dilihat, diraba,
didengar, diraba dan dirasakan. Misalnya: seseorang pada akhirnya berkesimpulan dan itu “benar”, bahwa logam apapun jenisnya akan memuai jika
dipanaskan. Proses nalar tidak lain berlandaskan pada pengujian terhadap