dimana mereka adalah kelompok orang yang dapat memobilisasi dan mendistribusi modal masyarakat. Posisi Ulama dalam masalah politik dan
ekonomi menyebabkan mereka muncul sebagai kelompok elite di masyarakat. Clifford Geertz 1960 melihat pergeseran dan perubahan peran ulama Jawa
Kyai dari fungsi perantara untuk mengkomunikasikan doktrin-doktrin Islam ke dalam keyakinan masyarakat menjadi fungsi perantara non- doktrin agama
dengan istilah sebagai “pialang budaya” cultural broker suatu istilah yang kurang tepat namun terlanjur populer pada kajian-kajian sosial.
Untuk bisa memahami pesantren, diperlukan pemahaman sejarah dan tradisi-tradisi yang membentuknya. Sebagaimana seseorang yang ingin
memahami Alquran secara benar, maka yang bersangkutan juga harus mempelajari sejarah turunnya Alquran atau kejadian-kejadian yang mengiringi
turunnya Al Quran yaitu dengan Ilmu Asbab Al-Nuzul Ilmu tentang sebab- sebab turunnya Ayat Alquran. Dengan ilmu Asbab Al Nuzul ini seseorang akan
dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu, sehingga syariat yang difirmankan Tuhan dapat dijaga
dari kekeliruan pemahaman. Sejalan dengan pemikiran tersebut, untuk melihat sebuah transformasi yang terjadi di pesantren, pemahaman tentang
kesejarahandan tradisi pesantren juga sangat diperlukan. Perspektif sejarah adalah untuk membantu memahami : mengapa suatu produk objektif dihasilkan dan
dijalankan. Dengan demikian melalui pendekatan kesejarahan, dapat diketahui kapan, mengapa dan untuk apa tradisi-tradisi pesantren dilahirkan dan diamalkan
oleh stake-holder pesantren.
4.1. Sejarah istilah Pesantren
Minimnya data tentang pesantren, baik berupa manuskrip atau artefak tentang awal sejarah pesantren, menjadikan keterangan-keterangan yang
berkenaan dengannya sangat beragam. Asal usul dan kapan persisnya munculnya pesantren di Indonesia sendiri belum bisa diketahui dengan pasti. Namun
demikian para peneliti, seperti Karel Steenbrink, Clifford Geerts dan lainnya sepakat bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional asli
Indonesia Ashrohah 2004. Martin Van Bruinessen 2012 menyatakan tidak mengetahui kapan istilah pesantren muncul untuk pertama kalinya. Sedangkan
Pigeaud 1967 menyatakan bahwa pesantren sudah ada semenjak abad ke 16, ia juga menyangkal pendapat yang menyatakan, keberadaan pesantren seiring
dengan keberadaan Islam di nusantara. Menurutnya pesantren muncul bukan sejak masa awal Islamisasi, tetapi baru sekitar abad ke-16 dan berkembang pada abad
ke-19 M. Hal ini ditandai dengan ditemuinya guru dan ahli tasawuf yang mengajarkan agama Islam di masjid dan istana Pada abad ke-16 dan ke-17.
Menurutnya kemungkinan pesantren berkembang dari tempat-tempat tersebut. Istilah pesantren ditemukan dalam karya-karya sastra klasik Nusantara, seperti
dalam Serat Centini dan Serat Cebolek. Disamping itu istilah pondok pesantren juga dijumpai dalam dua naskah lama yang ditulis pada abad ke-16 dan ke-17
yakni pada naskah Wejangan Seh Bari dan Sejarah Banten.
Pesantren diidentikkan dengan lembaga pendidikan agama Islam, padahal jika dilihat dari penamaannya, “pesantren” tidak dikenal dalam terminologi
Islam. Dalam bahasa Arab, bahasa yang digunakan dalam kitab suci Al qur’an dan
kitab-kitab klasik Islam lainnya tidak ditemukan kosa kata “santri”. kata “pesantren”. Menurut C. Berg Dalam Dhofier 1983 justru berasal dari bahasa
India, yaitu “shastri” yang berarti orang yang tahu tentang buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Sementara itu,
A.H. John dalam Babun Suharto 2011 menyebutkan bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Beberapa ulama dan
sejarawan Indonesia mengatakan bahwa santri itu diadopsi dari kata bahasa Jawa “Cantrik” yang berarti murid. Nurcholish Madjid 1999 menerima dua
pandangan tentang asal usul kata “santri”. Hanya saja menurutnya, kata “santri” dapat berasal dari bahasa Sansekerta yaitu dari kata “sastri”, yang berate “melek
huruf” . Pendapat ini didasarkan atas orientasi kaum santri sebagai kelas literary bagi orang Jawa yang berusaha mendalami agama melalui kitab-kitab dalam hal
ini yang dalam hal ini bertuliskan huruf Arab. Kedua, bahwa perkataan santri berasal dari bahasa Jawa, yaitu dari kata “cantrik” yang berarti seseorang yang
selalu mengikuti seorang guru kemana saja sang guru ini pergi menetap. Pendapat ini didasarkan atas pola hubungan santri dan Kyai yang ada di
pesantren yang bersifat patron and client kepatuhan Yasmadi 2005.
Selain asal-usul kata santri sebagai pembentuk kata pesantren, lembaga pendidikan ini dipopulerkan dengan tambahan kata “pondok” yang mengawali
kata pesantren. Sehingga istilah lengkap untuk menyebut lembaga pendidikan islam tradisional adalah ‘pondok pesantren”. Kata pondok berasal dari kata Arab
yaitu fundug yang berarti hotel atau asrama Saridjo 1980. Dengan demikian “pondok-pesantren” berarti tempat tinggal para santri atau kompleks untuk
kediaman dan belajar para santri. Penggunaan istilah pondok menunujukkan bahwa sistem pendidikan di pesantren mengharuskan seorang santri untuk tinggal
menetap dalam satu komunitas asrama yang lazim disebut dengan istilah “mondok”. Mondok dalam asrama bukan semata-mata karena pertimbangan jauh
dari tempat asal santri, sebab masyarakat yang tinggal berdekatan dengan pondok pesantrenpun tetap diwajibkan tinggal di dalam asrama. Mondok tinggal
berdekatan dengan “dalem Kyai” rumah tempat tinggal Kyai dipercaya memiliki keberkahan.
4.2. Pesantren adopsi Sistem Pendidikan Islam di Timur Tengah
Pendidikan merupakan khasanah yang tak terpisahkan dengan peradaban yang dibangun oleh Islam. Banyak hadits perkataan nabi Muhammad yang
menekankan arti penting pendidikan, seperti perkataannya “ menuntut ilmu adalah kewajiban orang Islam dari kelahiran mina al mahdi sampai menjelang kematian
ila al lahdi”. Islam menekankan bahwa pendidikan bukanlah perkara proses memahami fenomena duniawiah, kasat mata dan materilistis, tetapi lebih dari itu
adalah sarana memahami kebenaran Illahiah. Pendidikan dalam Islam mengedepankan syariah metoda dan falasafiyah tujuan sebagai dua hal yang
tidak terpisahkan.
Kekhasan pendidikan Islam adalah membaca dan menghafal nash referensi yang bersumberkan dari kitab suci al Qur’an, al Hadits dan kitab-
kitab lain yang ditulis para ulama. Setiap murid yang akan membaca dan menghafal nash harus didampingi oleh seorang guru. Ada dua tugas seorang guru
yaitu tugas material dan tugas spiritual. Secara material Seorang guru bertugas