Metode Penelitian METODE PENELITIAN
dengan manusia yang begerak dan senantiasa berubah. Ilmu alam memiliki keterpisahan antara subjek peneliti dengan objek yang dteliti, adapun ilmu sosial
tidak demikian.
Dalam perkembangannya ada banyak pilihan dalam mengembangkan ilmu-ilmu alam pun demikian dengan ilmu-ilmu sosial. Terminologi positivisme
dicetuskan pada pertengahan abad 19 oleh salah satu pendiri ilmu sosiologi yaitu Auguste Comte. Salah satu pilihan mengembangkan ilmu pengetahuan adalah
dengan pendekatan positivisme. positivisme adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu – satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada
pengalaman aktual fisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya
spekulasi metafisis dihindari. Comte percaya bahwa dalam alam pikiran manusia melewati tiga tahapan historis yaitu teologi, metafisik, dan ilmiah. Dalam tahap
teologi, fenomena alam dan sosial dapat dijelaskan berdasarkan kekuatan spiritual. Pada tahap metafisik manusia akan mencari penyebab akhir ultimate
cause dari setiap fenomena yang terjadi. Dalam tahapan ilmiah usaha untuk menjelaskan fenomena akan ditinggalkan dan ilmuwan hanya akan mencari
korelasi antar fenomena. Comte mempunyai pengaruh yang besar dalam penulisan ilmu ekonomi. Comte mempengaruhi pemikiran J.S. Mill dan Pareto diteruskan
oleh Samuelson dan Machlup, pengaruh yang paling utama adalah ide dalam pembentukan filosofi ilmiah pada abad 20 yang disebut logika positivisme
logical positivism
Menurut paradigma positivisme, pengetahuan terdiri atas berbagai hipotesis yang diverifikasi dan dapat diterima sebagai fakta atau hukum. Ilmu
pengetahuan mengalami akumulasi melalui proses pertambahan secara bertahap, dengan masing-masing fakta fakta yang mungkin berperan sebagai semacam
bahan pembentuk yang ketika ditempatkan dalam posisinya yang sesuai, menyempurnakan bangunan pengetahuan yang terus tumbuh. Ketika faktanya
berbentuk generalisasi atau pertalian sebab-akibat, maka fakta tersebut bisa digunakan secara sangat efisien untuk memprediksi dan mengendalikan. Dengan
demikian generalisasi pun bisa dibuat, dengan kepercayaan yang bisa diprediksikan.
Jika dilihat dari tiga pilar keilmuan, ciri-ciri positivistik yaitu: a aspek ontologis, positivistik menghendaki bahwa arealitas penelitian dapat dipelajari
secara independen, dapat dieliminasikan dari obyek lain dan dapat dikontrol; b secara epistemologis, yaitu upaya untuk mencari generalisasi terhadap fenomena;
c secara aksiologis, menghendaki agar proses penelitian bebas nilai. Artinya, peneliti mengejar obyektivitas agar dapat ditampilkan prediksi meyakinkan yang
berlaku bebas waktu dan tempat. Kevalidan penelitian positivisme dengan cara mengandalkan studi empiri. Generalisasi diperoleh dari rerata di lapangan. Data
diambil berdasarkan rancangan yang telah matang, seperti kuesioner, inventori, sosiometri, dan sebagainya. Paham positivistik akan mengejar data yang terukur,
teramati, dan menggeneralisasi berdasarkan rerata tersebut.
Kata kunci positivisme yang penting adalah jangkauan yang bisa dibuktikan secara empirik nyata oleh pengalaman indrawi dilihat, diraba,
didengar, diraba dan dirasakan. Misalnya: seseorang pada akhirnya berkesimpulan dan itu “benar”, bahwa logam apapun jenisnya akan memuai jika
dipanaskan. Proses nalar tidak lain berlandaskan pada pengujian terhadap
berbagai jenis logam yang memuai saat dipanaskan. Penemuan bukti bahwa logam tersebut dapat memuai dipandang sebagai kebenaran yang bersifat umum,
berawal pada peristiwa yang bersifat khusus. Pengambilan kesimpulan seperti ini disebut sebagai penalaran induktif. Selain itu Pendekatan positivistik mewarnai
paradigma dan mekanisme kegiatan ilmiah penelitian dalam rangka mencapai kesimpulan yang bermakna sebagai pengetahuan. Nilai penting objektivitas dan
validitas pada suatu penelitian menjadi titik tolak mekanisme penelitian saat ini. Suatu penelitian yang memiliki dasar positivistik memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: 1
menekankan objektivitas secara universal dan tidak dipengaruhi oleh ruang dan waktu, 2
menginterpretasi variabel yang ada melalui peraturan kuantitas atau angka, 3
memisahkan peneliti dengan objek yang hendak diteliti. Membuat jarak antara peneliti dan yang diteliti, dimaksudkan agar tidak ada
pengaruh atau kontaminasi terhadap variabel yang hendak diteliti, 4 meenekankan penggunaan metode statistik untuk mencari jawaban permasalahan
yang hendak diteliti Moehdjir Noeng,2007. beberapa tokoh posivistik yang sangat menginginkan penyatuan metodologi ilmu alam dan ilmu sosial. Mereka
ingin ilmu sosial bersifat kuantitatif dan maju sebagaimana keberhasilan dan penjelasan di atas. Namun ada juga yang ingin menentukan jalannya sendiri yang
mengatakan bahwa ilmu sosial memiliki kajian yang berbeda dengan ilmu alam.
Kritik paling umum yang dibuat dan diterima di kalangan ilmuwan sosial adalahkritik seputar perluasan metode-metode ilmiah dalam wilayah kehidupan
sosial manusia. Kelompok anti positivis yang menggunakan garis argumen ini menegaskan bahwa antara kehidupan sosial manusia dan fakta alam yang menjadi
pokok kajian ilmu-ilmu alam terdapat perbedaan mendasar. Perbedaannya adalah bahwa tingkah laku manusia tidak dapat diramalakan unpredictable yang
disebabkan oleh tiga faktor: 1
Kehendak bebas manusia yang unik, 2 karakter hidup sosial yang tunduk aturan dan bukan tunduk hukum, 3 peran kesadaran
dan makna dalam kehidupan sosial. Disamping itu menurutu Hamami Tasman 2005 dilihat secara ontologik, positivisme lemah dalam hal membangun konsep
teoretik, dengan konsekuensi konseptualisasi teoretik ilmu yang dikembangkan dengan metode yang melandaskan pada positivisme menjadi tidak jelas. Sehingga
ilmu-ilmu yang dikembangkan dengan metodologi yang berlandaskan positivisme ilmu-ilmu sosial menjadi semakin miskin konseptualisasi dan tidak
memunculkan teori-teori baru yang mendasar.
Dalam penelitian ini simbolisasi
32
fenemonena sosial digunakan istilah- istilah nature science ilmu alam, yaitu ilmu kimia, biologi dan fisika, namun
secara metoda tahapan-tahapan penelitian ini sepenuhnya menggunakan pendekatan kualitatif. Penggunaan istilah-istilah ilmu alam hanya hanya untuk
menganalogikan suatu fenomena sosial dengan sifat-sifat natural yang melekat pada istilah-istilah yang digunakan ilmu alam. Penggunaan istilah-istilah ilmu
alam sama sekali tidak dimaksudkan untuk melakukan upaya-upaya positivisasi ilmu sosial. Namun saya tetap meyakini bahwa dalam pengistilahan kedua ilmu
dapat saling bertukar istilah. Dalam penelitian ini didapati istilah ‘katabolisme” ruang, ‘embryonik”-kapitalistik, ”concentrate”-community, “liquid-community,
“drainage”economy dan lainnya.
32
Saya menyebut simbolisasi, karena saya menggunakan istilah yang biasa digunakan oleh ilmu kimia, biologi atau fisika untuk menyatakan suatu proses atau bentuk tertentu, seperti katabolisme,
embryo, konsentrat, likuid, pond, drainase dan lainnya.