Karakteristik Komunitas Pesantren : Komunitas Kental dan Komunitas Cair

Uraian-uraian di atas selanjutnya dapat dilihat pada tabel.1 Tabel 1. Fase, Ruang, Komunitas, penyebab, sumber Penggerak pembiayaan dan aktor Pesantren 8.6. Kapitalisme, Ekonomi Rasional Pesantren Embryonic Rational economy dan Mature Rational Economy Randall Collins 2001 mengatakan bahwa ekonomi merupakan salah satu segmen dari perubahan-perubahan sosial. Perubahan yang terbesar di penghujung abad 19 adalah ketika ekonomi dunia dikuasai oleh kapitalisme yaitu upaya manusia untuk mendapatkan keuntungan dengan melakukan kegiatan- kegiatan usaha yang dikelola secara pribadi. Kegiatan usaha yang dimaksud bukanlah sekedar perdagangan dan pertukaran barang saja dimana di dalamnya mengandung aspek kunci berupa penggunaan penghitungan akuntansi, adanya tenaga kerja yang bebas dan bisa berpindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya, adanya pengakuan hak milik pribadi, adanya pasar perdagangan yang tidak dibatasi oleh aturan-aturan yang tidak rasional, serta adanya hukum yang mengikat anggota masyarakat selain itu tedapat teknologi sebagai komponen INDIKATOR FASE I II III IV V Ruang Ekonomi Pesantren hanya terdiri dari : 1ruang Masjid dan 2 ruang Rumah kyai Ruang Masjid mengalami pemecahan menjadi ruang Masjid dan ruang Majlis, sehingga pada fase dua ini ruang – ruang pesantren menjadi : 1ruang Masjid, 2 ruang Majlis dan 3 ruang Rumah kyai. Ruang Majlis mengalami pemecahan menjadi ruang majlis dan ruang madrasah, sehingga pada fase tiga ini ruang-ruang pesantren menjadi : 1Ruang Masjid, 2 ruang majlis, 3ruang madrasah dan 4 ruang rumah Kyai. Muncul satu ruang baru diantara ruang majlis dan ruang madrasah yaitu ruang usaha internal bisa berbentuk koperasi, toko dan usaha lainnya, maka pada fase empat ini ruang-ruang pesantren menjadi : 1 ruang Masjid, 2 Ruang Majlis, 3 Ruang Madrasah, 4 ruang usaha internal, 5 ruang rumah Kyai. muncul satu ruang baru diantara ruang majlis dan ruang rumah kyai yaitu ruang kolaborasi eksternal, berbentuk usaha kerjasama resiprokal, maka fase lima ini ruang-ruang pesantren menjadi : 1 Ruang Masjid, 2 ruang majlis, 3 ruang madrasah, 4 ruang usaha internal, 5 ruang kolaborasi eksternal dan 6 ruang rumah kyai. Komunitas Komunitas pesantren hanya terdiri dari : 1Kyai dan anggota keluarganya beserta 2santri peserta suluk komunitas pesantren terdiri dari 1Jamaah masjid, 2santri dan 3keluarga kyai komunitas pesantren terdiri dari : 1 Jamaah masjid, 2 santri, 3jamaah majlis dan 4keluarga kyai komunitas pesantren terdiri dari 1Jamaah masjid, 2santri, 3jamaah majlis, 4mitra bisnis internal dan 5keluarga kyai. komunitas pesantren terdiri dari : 1 Jamaah masjid, 2santri, 3jamaah majlis, 4mitra bisnis internal, 5mitra bisnis eksternal dan 6keluarga kyai. Penyebab Katabolisme Ruang Katabolisme Masjid yang membentuk adanya majlis taklim : 1karena adanya peraturan hukum posisitif dan juga kesadaran melaksanakan hukum syariah perwakafan. 2 untuk membedakan antara komunitas yang ingin memperdalam ilmu keagamaan santri dengan komunitas pengguna masjid jamaah masjid Katabolisme Majlis disebabkan oleh : 1 adanya kebutuhan formalisasi pendidikan dalam bentuk ijazah.2 bagi yang tetap tidak mengeluarkan ijazah, madrasah digunakan sebagai tempat untuk mempersiapkan atau pendidikan dasar santri memasuki jenjang majlis kyai. Adanya kebutuhan untuk menyediakan kebutuhan sehari-hari para santri. Memanfaatkan potensi ekonomi internal. Adnya kebutuhan membangun sarana dan prasarana yang lebih moderen. Belajar dari keberhasilan memanfaatkan potensi ekonomi internal dan dampak interaksinya dengan fihak eksternal Sumber Penggerak Pembiayaan Pesantren Modal sosial melalui masjid dan Rumahtangga Kyai. Orientasi self sufficien Modal sosial melalui majlis taklim dan Rumah tangga kyai. Orientasi self sufficien. Jika terjadi surplus dikembalikan ke majlis. Modal sosial melalui majlis taklim dan penerimaan dari madrasah. Orientasi self sufficien. Jika terjadi surplus dikembalikan ke madrasah. Modal sosial melalaui majlis taklim, penerimaan dari madrasah dan keuntungan dari koperasi. Orientasi akumulasi profit. Jika terjadi surplus dididitribusikan secara proporsional ke ruang-ruang pesantren. Modal sosial melalaui majlis taklim, penerimaan dari madrasah dan keuntungan dari koperasi dan bisnis lainnya.Orientasi kumulasi profit. Jika terjadi surplus dididitribusikan secara proporsional ke ruang-ruang pesantren. Aktor dan otorisasi Kyai Kyai Kyai dan ustadz Kyai, ustadz dan pengurus koperasi Kyai, ustadz, pengurus koperasi dan pengelola Bisnis untuk memudahkan aktivitas Swedberg 1992. Kriteria-kriteria ini nampak jelas terlihat pada ruang-ruang ekonomi yang dijalankan di lingkungan pesantren. Dalam The Protestant Ethic Weber menekankan betapa penting predestinasi dalam keyakinan Calvinis. Ide utamanya terletak pada: bagaimana para Calvinis yakin bahwa mereka termasuk di antara orang-orang terpilih?. Dalam teologi Calvinis, terdapat predestinasi ganda yang membuat para Calvinis tidak tahu secara pasti apakah mereka termasuk orang terpilih atau terkutuk? Karena Tuhan Calvinis adalah begitu transenden, maka mereka menghadapi masalah serius tentang ketidakpastian keagamaan. Situasi ini memaksa para Calvinis mencari certitudo salutis, yang didefinisikan Weber sebagai suatu indikasi bahwa mereka termasuk orang terpilih yang selamat ke surga. Karena itu, sukses di dunia bisnis dan pengumpulan harta kekayaan demi pemuliaan Tuhan diyakini sebagai tanda atau konfirmasi bahwa mereka termasuk di antara orang-orang terpilih, atau dalam istilah Weber suatu tanda keberkahan Tuhan. Weber menyimpulkan bahwa tipe-tipe Protestanisme mendukung pengejaran keuntungan ekonomi yang rasional dan bahwa kegiatan-kegiatan duniawi telah memperoleh makna spiritual dan moral yang positif dimana logika yang inheren dari doktrin-doktrin tersebut baik yang baik secara langsung maupun tak langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan diri demi pengejaran keuntungan ekonomi. Gagasan Weber adalah bahwa kapitalisme berkembang dari pengejaran kekayaan yang bersifat keagamaan, yang berarti suatu perubahan terhadap cara keberadaan yang rasional memaknai kekayaan. Jadi intinya, Semangat Kapitalisme adalah Semangat rasionalisme, dalam pengertian yang lebih luas. Studi tentang etika Protestan, menurut Weber, menyelidiki suatu tahap dari emansipasi dari magi, pembebasan dari ilusi dunia, yang dianggapnya sebagai ciri khas yang membedakan dari budaya Barat dengan budaya non Barat. Di sinilah kritik pada Weber harus dilakukan, Weber, seolah menempatkan bahwa agama- agama yang berkembang di budaya Timur, termasuk di dalamnya adalah agama Islam adalah agama yang diselimuti oleh semangat mistisisme dengan kekuatan kontemplasi spiritualnya cenderung “membelakangi” kehidupan dunia. Munculnya ruang-ruang bisnis di pesantren, pada satu sisi menguatkan kemandirian pesantren, namun di satu sisi juga memunculkan kesan pesantren sebagai : sebuah entitas pencari surplus usaha yang mengharuskan adanya kalkulasi yang akuntabel, tersusun secara sistematis dan terperinci. Untuk itu pesantren harus memasukan sistem-sistem tata kelola keuangan yang mengadopsi sistem akuntansi publik . Dengan pencatatan tersebut pesantren dapat melihat dan menganalisa mengenai perputaran modal yang telah dikeluarkan, apakah sudah sesuai dengan rencana semula atau tidak. Jika tidak sesuai dan terjadi penyimpangan, yakni biaya sesungguhnya yang dikeluarkan meleset atau tidak sesuai dengan estimasi biaya, maka pencatatan tersebut juga dapat digunakan sebagai bahan koreksi yang kemudian digunakan sebagai rujukan dalam mengambil langkah – langkah perbaikan di masa yang akan datang. Proses pencatatan, sekalipun sebenarnya merupakan langkah-langkah yang diharuskan dalam sistem transaksi Islam, namun sebelum adanya ruang-ruang usaha di lingkungan pesantren hal ini jarang dan hampir tidak dilakukan oleh masyarakat pesantren. Sistem kepercayaan dan menyerahkan sepenuhnya kepada kyai adalah cara yang paling lazim dilakukan sebelumnya. Ruang-ruang bisnis yang melibatkan pihak luar telah membuat sebuah perubahan yang mendasar pada proses administrasi di lingkungan pesantren. Sekalipun tidak dipelajari secara khusus dan menjadi bagian dari mata pelajaran yang diajarkan, akuntansi telah menjadi bagian keilmuan praktis bagi para santri khususnya yang dipercaya menjadi pengurus atau pegawai pada usaha-usaha bisnis pesantren. Disamping itu bisnis yang melibatkan alumni menciptakan perhitungan konpensasi bisnis berupa : komposisi pengelola yang menjembatani entrepreunership alumni dengan pesantren dan kyai sebagai brand dan sekaligus pencipta struktur pasar dimana komposisi dilakukan dengan asas proporsional. Penentuan komposisi telah menciptakan transaksi antara nilai material dan nilai imaterial yang kemudian dikonversi dalam bentuk share of margin. Bagi hasil dalam usaha sesungguhnya merupakan sesuatu yang telah diatur dalam Islam, namun implementasi dalam ruang praksis khususnya di pesantren, baru terjadi ketika ruang-ruang bisnis telah memasuki dunia pesantren. Jika kapitalisme sebagaimana dikemukakan oleh Weber dalam Collin 1980 adalah upaya manusia untuk mendapatkan keuntungan dengan melakukan kegiatan-kegiatan usaha dimana kepemilikan pribadi adalah unsur yang melekat di dalamnya, maka dalam unsur-unsur mendapat keuntungan, ekonomi pesantren menyerupai unsur-unsur kapitalisme dalam perspektif Weber. Namun dalam hal penguatan kepemilikan pribadi, ekonomi pesantren justru berlawanan. Pada Kegiatan mencari dan mendapatkan keuntungan, kegiatan tersebut bukanlah hal yang berlawanan dengan prinsip-prinsip Islam. Islam tidak melarang adanya perniagaan, mengambil untung dan bahkan Islam mengakui kepemilikan pribadi. konsepsi pemikiran teoretik Weber lainnya tentang kapitalisme adalah rasio dan tindakan individu yang merupakan bentuk asketisisme aktif, bukan asketisisme pasif seperti yang berkembang dalam mistisisme agama. Asketisisme aktif memberikan dorongan yang kuat bagi para penganutnya agar menjalani kehidupan yang nyata real di dunia ini. Artinya, dengan dorongan asketisisme positif, rasionalitas dapat menjadi alat untuk mengendalikan dan menguasai berbagai tantangan kehidupan dunia. Sementara itu, mistisisme dengan kekuatan kontemplasi spiritualnya cenderung “membelakangi” kehidupan dunia. Implikasi sosial mistisisme cenderung tidak mengejar kepentingan keduniaan, meminimalisir penguasaan sumber daya ekonomi yang ada, karena orientasinya, adalah kehidupan akhirat yang abadi dari Tuhan.. Kapitalisme di jalankan dengan mengunakan ruang-ruang usaha yang memungkinkan, ekonomi menjadi alat merasionalisasi ajaran-ajaran agama untuk kepentingan umat itu sendiri. Atau dengan kata lain kapitalisme adalah implementasi dari semangat ekonomi rasional sebagaimana dikemukakan oleh Weber. Weber berpendapat bahwa agama-agama Timur 134 cenderung bersifat asketisme pasif. Sekalipun tidak terlalu tepat,konsep dan ciri ekonomi rasional kapitalistik Weberian telah masuk ke dalam ruang-ruang usaha bisnis di lingkungan pesantren, yaitu konsep modal, perputaran modal, pengelolaan keuangan yang akuntabel, pasar, pemilik modal, share of capital, profit, share of margin dan reorganisasi untuk menguatkan struktur ekononomi. Konsep-konsep 134 Selain penenlitiannya tentang masyarakat protestan kalvinis, Weber juga melakukan studi leiteratur tentang agama-agama di Asia yaitu agama di China dan juga di India.