Subyek dan Lokasi Penelitian

Weberian dikonseptualisasikan secara lebih kompleks dan aktif . Definisi sosial Weberian melihat masyarakat tersusun dari individu-individu yang berinteraksi yang tidak hanya bereaksi, namun juga menangkap, menginterpretasi,bertindak dan mencipta. Manusia menginterpretasikan atau ‘mendefinsikan’ tindakan satu sama lain dan tidak semata-mata bereaksi atas tindakan satu sama lain. Interaksi manusia dimediasi oleh penggunaan interpretasi, atau penetapan makna verstehen dari tindakan orang lain. Individu bukanlah sekelompok sifat, namun merupakan seorang aktor yang dinamis dan berubah, berproses dan tak pernah selesai terbentuk sepenuhnya. Masyarakat kumpulan individu-individu bukanlah sesuatu yang statis “di luar sana”, namun pada hakekatnya merupakan sebuah proses interaksi yang selalu mempengaruhi dan membentuk diri kita. Individu bukan hanya memiliki pikiran mind yang mengantarnya pada kemampuan rasional, namun juga diri self yang bukan sebuah entitas psikologis, namun sebuah aspek dari proses sosial yang muncul dalam proses pengalaman dan aktivitas sosial. Selain itu, keseluruhan proses interaksi tersebut bersifat menghasilkan makna, di mana makna-makna dibentuk dan akumulasi pengalaman dan ilmu pengetahuan yang membentuk rasionalitas. Makna-makna dan rasionalitas itu kemudian menjadi definisi mengenai dunia sosial. Bagi Weber ciri yang mencolok dari hubungan-hubungan sosial adalah kenyataan bahwa hubungan-hubungan tersebut bermakna bagi mereka yang mengambil bagian didalamnya. Melalui analisis kenyataan dari tindakan manusialah kita memperoleh pengetahuan mengenai ciri dan keanekaragaman masyarakat. Pendekatan Weber ini sejalan dengan perspektif kontruktivisme yang beranggapan bahwa perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam. Manusia selalu bertindak sebagai aktor untuk mengkonstruksi realitas sosial. Pelengkap dari teori sosiologi utama grand theory Weberian dalam kajian ini juga digunakan teori-teori kritis kontemporer Jurgen Habermas. Menurut Habermas “teori kritis“ adalah “teori dengan maksud praktis”, dalam hal ini perlu tindakan yang membebaskan dari model teori yang ada. Menurut Habermas teori-teori mempunyai beberapa kepentingan; kepentingan peng- etahuan dan kepentingan praktis dengan maksud untuk memperoleh suatu tingkat dari tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal “Kepentingan”, K. Kertenz 1985 mengemukakakn bahwa kepentingan dimiliki oleh manusia dalam keanggotaannya sebagai masyarakat. Kepentingan yang awalnya bersifat kompleks pada suatu relasi sosial dapat melahirkan kepentingan praktis, yang pada gilirannya memunculkan ilmu pengetahuan Hermeneutik, yang dengan caranya masyarakat menginterpretasikan tindakan satu sama lain secara organisatoris. Kepentingan praktis, memunculkan suatu kepentingan lainnya yaitu, “kepentingan emansipatoris“ yang membangkitkan pengetahuan teoritis. Untuk itu Habermas mengambil psikoanalisa sebagai model untuk mengkaitkan antara kemampuan berfikir dan bertindak dengan kesadaran sendiri. Teori kritis Habermas menegaskan bahwa tindakan manusia Secara esensial itu adalah alat untuk menghasilkan kebebasan manusia yang besar.

3.4 Metode Penelitian

M. Amin Abdullah 2010 mengungkapkan bahwa kajian keagamaan tidak hanya pada kajian yang bersifat normatif tetapi juga harus melihat bagaimana suatu agama dihayati dan dipraktekkan oleh para pemeluknya, serta bagaimana pengikut agama-agama tersebut mempertahankan nilai-nilai serta norma-norma yang diyakini kebenarannya lewat berbagai aktifitas budaya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian dimanifestasikan dalam berbagai proses dan prosedur penelitian. Ketika fokus suatu penelitian adalah perilaku manusia dalam aktivitas keagamaan atau berkaitan dengan manifestasinya terhadap suatu ajaran agama, maka penggunaan metode etnografi dapat digunakan sebagai stategi penelitian. Apabila seorang peneliti ingin mendapatkan pemahaman yang utuh tentang kehidupan beragama suatu masyarakat dan relasi nilai-nilai agama tersebut dalam sistem sosial budaya mereka, maka pengumpulan data yang paling tepat digunakan adalah obserpasi partisipasi dan wawancara mendalam. Di dalam penelitian kualitatif, ada dua hal yang perlu dipahami yaitu peneliti dan penelitian kualitatif itu sendiri. Denzin and Lincoln 2000 dengan mengutip beberapa pendapat, memaknai peneliti kualitatif sebagai bricoleur dan penelitian kualitatif sebagai bricolage. Sebagai bricoleur, ia adalah seorang yang dipandang sanggup melakukan berbagai pekerjaan atau ia adalah seorang professional yang mampu melaksanakan sendiri pekerjaannya. Hasil kerja dari bricoleur adalah bricolage, yaitu sekumpulan hasil kerja terus menerus yang merupakan solusi persoalan dalam situasi kongkrit. Solusi tersebut merupakan kemunculan suatu konstruksi yang mengubah dan membentuk berbagai alat, metode, dan teknik-teknik untuk memecahkan teka-teki persoalan. Dalam pendekatan kualitatif peneliti juga merupakan instrumen utama. Validitas metode kualitatif sebagian besar bergantung pada keterampilan, kompetensi dan ketelitian dari orang yang melakukan fieldwork. Menjadi suatu kenyataan yang jamak, jika pendekatan yang digunakan dalam meneropong kondisi situasional dilapangan, hasil akhirnya akan banyak dipengaruhi oleh perspektif subyektif peneliti . Mengingat penelitian transformasi ekonomi pesantren mengadung dimensi-dimensi struktural sosiologis dan proses keberjalanan pembentukannya historis sekaligus, maka agar kedua dimensi itu terungkap – pilihan strategi studi kasus yang akan dilakukan harus memadukan kedua pendekatan yaitu sosiologi sejarah sejarah struktural dan sejarah sosiologis sejarah proses. Menurut Kartodirdjo 1992, pendekatan pertama akan menjelaskan “mengapa terjadi sesuatu” konteks sosial kejadian, sedangkan yang kedua menjelaskan “bagaimana proses terjadinya sesuatu itu”urutan kejadian. Dengan memadukan kedua pendekatan tersebut, penelitian transformasi ekonomi pesantren tidak lagi semata-mata sebagai studi sosiologi sejarah historical sociology yang bersifat statis, tetapi lebih dari itu telah menjadi studi sosiologi tentang sejarah sosial dengan tema utama dinamika perubahan sosial, termasuk ekonomi politik. Secara implisit pendekatan tersebut mengandaikan suatu kajian yang bersifat multi- disiplin, melibatkan disiplin ilmu sosiologi, sejarah, antropologi dan ekonomi. Sesuai asumsi ontologis pendekatan kualitatif, bahwa realitas bersifat subyektif dan multiple oleh para partisipan. Demikian pula dengan epistemologis pendekatan kualitatif yang mempersyaratkan perlunya interaksi antara peneliti dan tineliti maka studi ini menggunakan fieldwork, di mana peneliti hadir secara fisik di antara orang-orang, setting, lokasi dan institusi untuk mengobservasi dan mencatat segalanya secara langsung. Untuk melaksanakan fieldwork, peneliti menggunakan kerangka multi metode yaitu metode partisipatif, historis dan etnografis secara bersamaan. Dengan menggunakan Metode Partisipatif, pesantren bukan hanya sebagai obyek statik, melainkan aktif mempengaruhi proses perolehan dan penjelasan pengetahuan. Metode partisipatif menggunakan analisis komperehesif, kontekstual dan multi level analisis yang bisa dilakukan melalui penempatan diri peneliti sebagai bagian dari dunia pesantren. Hal ini didasarkan pada pada prinsisp metode partisipatif, menurut Fernandes dan Tando 1993, dengan upaya kritisnya metode partisipatif tidak menempatkan pihak yang diteliti sebagai obyek seperti yang terjadi dalam metodologi positivistik, namun memposiskan mereka sebagai subyek yang secara bersama- sama dengan peneliti menciptakan konstruksi pengetahuan melalui proses refleksi diri. Dalam metode partisipatif menumbuhkan kesadaran diri sendiri self reflection dan aksi action merupakan hal penting, agar tidak keliru ketika berupaya memisahkan antara nilai-nilai dan bentuk sejarah. Oleh karena itu, pusat perhatian kritis dari metode partisipatif adalah mengembangkan pengertian hubungan antara pengetahuan knowledge dan aksi action dan tidak terlalu berkutat dengan prinsip umum teori, tapi lebih memberikan perhatian untuk senantiasa mengkritisi terus-menerus pengetahuan yang dianggap mapan. Penggunaan metode historis tidak dimaksudkan untuk pembuktian sejarah, namun mengingat penelitian ini berkaitan dengan transformasi yang umumnya dikaitkan dengan perbandingan satu periode dengan periode lainnya. Secara umum penelitian historis merupakan penelaahan yang berisi informasi mengenai masa lampau dan dilaksanakan secara sistematis, atau penelitian yang bertujuan mendeskripsikan gejala, bukan yang terjadi pada waktu penelitian dilakukan A. Nevins 1933. Penelitian sejarah adalah penelitian yang secara eksklusif memfokuskan kepada masa lalu. Penelitian ini mencoba merenkonstruksi apa yang terjadi pada masa yang lalu selengkap dan seakurat mungkin, dan biasanya menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Dalam mencari data dilakukan secara sistematis agar mampu menggambarkan, menjelaskan, dan memahami kegiatan atau peristiwa yang terjadi beberapa waktu lalu. Penelitian sejarah mengandung beberapa unsur pokok, yaitu: Adanya proses pengkajian peristiwa atau kejadian masa lalu berorientasi pada masa lalu,usaha dilakukan secara sistematis dan objektif, dilakukan secara interaktif dengan gagasan, gerakan dan situasi yang hidup pada zamannya dan tidak dapat dilakukan secara parsial Nurul Zuriah 2009. Tujuan digunakannya metode sejarah dalam penelitian ini adalah, seperti yang dikemukakan oleh Donal Ary 1980 bahwa penelitian historis adalah untuk memperkaya pengetahuan peneliti tentang bagaimana dan mengapa suatu kejadian masa lalu dapat terjadi serta proses bagaimana masa lalu itu menjadi masa kini, yang pada akhirnya, diharapkan meningkatkan pemahaman tentang kejadian masa kini serta memperoleh dasar yang lebih rasional untuk melakukan pilihan-pilihan di masa kini. Sumber Data Penelitian Historis yang digunakan dalam penelitian dengan metode sejarah dapat diklasifikasikan secara bermacam-macam. Antara lain: remain, dokumen, sumber primer, sumber sekunder, materi fisik, materi tertulis dan sebagainya. Dalam penelitian ini sumber yang digunakan adalah