oleh seberapa banyak yang dapat ditahan di rumah, tetapi seberapa banyak yang disalurkan untuk membantu mengisi rumah orang lain.
Konsep kemandirian finansial ~ yang sama-sama dianut oleh kedua kyai pesantren tersebut, pada ruang empiris ternyata menghasilkan struktur dan
organisasi yang berbeda. Perbedaan ini karena ada ruang sempit yang dinamakan istinbath, yaitu suatu proses rasional yang menafsirkan kondisi kekinian yang
tidak terjadi pada masa sebelumnya, dan secara eksplisit tidak tertuang dalam kitab suci maupun sunnah nabi. Secara sosiologi istinbath dapat ditangkap
sebagai wacana eksekusi akumulasi pengetahuan dalam praktik sosial, atau sebuah reproduksi pengetahuan dan penangkapan fakta sosial yang melahirkan
produksi nilai dan struktur baru.
Dari hasil kajian lapang menunjukkan, kebersinggungan pesantren dengan dinamika politik dan ekonomi menghasil dua model Ekonomi pesantren,
yaitu aliran progresif seperti yang terjadi di pondok pesantren Sidogiri Pasuruan, dan aliran konservatif seperti yang terjadi di pesantren Raudlatul Ulum
Pandeglang Banten. Keduanya, secara subjektif mempunyai alasan rasionalisasi menjadikannya sebagai cara terbaik untuk membuktikan sikap kemandirian
tidak bergantung kepada pihak lain.
Berbeda dengan model ekonomi Drainaged-economy, yang sangat bertumpu kepada magnitude kyai. Model ekonomi kolam ini membangun struktur
yang kuat baik di dalam pesantren maupun struktur penyaluran bantuan keluar. Secara peran, model ekonomi ini memberikan sumbangan pada penggandaan
peran pesantren, sebagai institusi yang bergerak pada isu-isu sosial dan ekonomi ril. Isu tersebut mendorong terjadinya perluasan organisasi dan distribusi
kewenangan. Secara internal ekonomi ini menciptakan peluang-peluang kerja, mereka yang mengelola modal yang terhimpun baik di koperasi internal pesantren
maupun pada BMT dikategorikan sebagai “karyawan” yang memiliki hah-hak sebagai pekerja profesional. Kedua model yang terhimpun dapat menjadi akses
modal untuk komunitas interanl, sehingga menciptakan kegiatan-kegiatn produktif, yang multipliernya pada penciptaan tenaga kerja yang lebih luas dan
optimasi potensi modal. Dalam hal penyaluran dana bantuan yang bersifat sosial philantropic sekalipun melalui sebuah lembaga. Lembaga-lembaga inipun
menyerap tenaga kerja. Ajaran Islam memerintahkan terbukanya lapangan usaha dan kerja. Hal ini dapat diketahui dari perintah untuk bekerja, dan perintah untuk
mengoptimalkan penggunaan segala sumber daya
143
Terbentuknya sistem
pengelolaan dana
mampu menurunkan
ketergantungan atau bahkan menggeser dominansi peran kyai. Kyai hanya fokus di dunia pendidikan sedangkan dunia usaha, otoritasnya diberikan kepada
pengurus manajemen pesantren. Dengan dibangunnya sistem, maka jaminan kegiatan ini tetap berlanjut sustainty lebih dapat dipastikan.
8.8. Perubahan Sosial di Pesantren
Secara teoritis Perubahan ruang yang terjadi di pesantren jika dilihat dari pengaruh lingkungan dan kondisi eksternal yang yang ada termasuk ke dalam
143
Dalam Alquran pada surat Al Mulk ayat 15 disebutkan: “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-
Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu dibangkitkan
perubahan sosial yang pada awalnya tidak terencana, namun jika dilihat dari sikap kyai sebagai pemimpin pondok menyikapi perubahan sosial yang terjadi
maka perubahan ruang pesantren merupakan perubahan sosial terencana, yaitu perubahan yang diatur oleh aktor-aktor tertentu. Kyai dan kelompok tengah
pesantren yaitu asatidz guru-guru dan pengelola usaha pesantren menjadi aktor perubahan, dimana Kyai bersama kelompok tengah pesantren menyusun ide,
strategi, dan program dengan sistematis sebagai acuan normatif.
Sampai dengan fase ke tiga, terbentuknya ruang-ruang pesantren bersifat evolutif, perubahan-perubahan berjalan cukup lama dan tanpa ada kehendak
tertentu dari masyarakat pesantren tetapi mengikuti kondisi perkembangan masyarakat pada umumnya yaitu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari,
dimana pada waktu tersebut masyarakat pun hanya mengalami rentetan perubahan- perubahan kecil. Pada fase keempat dan kelima perubahan ruang
lebih mengarah kepada perubahan yang lebih bersifat revolutif atau terjadi dengan cara cepat mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok daripada
kehidupan pesantren yang terencana dan secara psikologis dirasakan cepat. Perubahan tersebut dianggap cepat, karena merubah sendi-sendi pokok kehidupan
pesantren, seperti misalnya sistem otorisasi pesantren, hubungan kerja antara santri dengan kyai. Perubahan otorisasi dan pola hubungan tersebut oleh hadirnya
dunia usaha yang sebelumnya tidak ada. Fase ini juga memasukan kebersinggungan pesantren terhadap ekonomi politik, dimana issue kemandirian
ekonomi dan tidak bergantung pada bantuan-bantuan pemerintah. Selain itu masuk juga di dalamnya issue gerakan sosial melawan ketidakadilan, kewenangan,
dan distribusi ekonomi kepada masyarakat.
Perubahan yang terjadi di pesantren layak dinamakan sebuah transformasi sekaligus reformasi karena di dalamnya ada upaya-upaya
membangun kesadaran bersama, solidaritas sosial yang tinggi, pemanfaatan momentum serta membangun kekuatan finansial dan fisik. Hal ini dimungkinkan
karena pesantren telah menampilkan dirinya sebagai masyarakat terbuka open society, yaitu masyarakat yang sadar akan informasi dan teknologi, memiliki
rencana, program-program dan jadwal untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Perubahan ruang yang juga melahirkan struktur dan nilai-nilai baru di pesantren adalah akibat dari adanya kepentingan menjaga eksistensi fungsi
keberlangsungan pesantren di tengah perubahan-perubahan eksternal yang terjadi. Perubahan ini tidak selalu terbentuk dari kesepakatan yang harmoni tetapi hasil
dari mempertahankan atau merebut kepentingan-kepentingan. Kepentingan- kepentingan yang muncul untuk direbut adalah peluang-peluang pembiayaan.
Dengan kemandirian pembiayaan, pesantren akan mampu bersikap otonom dari tekanan politik pemerintah. Untuk itu pesantren membangun struktur baru sebagai
bingkai hubungan di antara kesatuan entitas baik secara internal maupun dengan fihak eksternal. struktur tidak menjadi sebuah kekangan tetapi menjadi landasan
untuk melakukan perubahan berikutnya jika diperlukan, dengan kata lain struktur tersebut dapat ditetapkan kembali oleh aktivitas-ativitas berikutnya.
Terutama dalam kaitannya dengan hadirnya dunia usaha di lingkungan pesantren, Kyai memahami pentingnya posistioning dan kekuatan aksi pesantren,
Sebab bertahannya pesantren harus didukung oleh proses aktivitas konkret yang mendekatkan pesantren dengan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat. Dalam
pandangan ini, dunia usaha adalah penjembatan antara fungsi sakral dan profan
pesantren. sakral itu dapat diartikan sebagai sesuatu yang berguna bagi kehidupan sehari-hari, artinya bahwa yang sakral itu tidak difahami dengan akal yang
bersifat empirik untuk memenuhi kebutuhan praktis. Dalam pengertian lebih luas, sakral sesuatu yang terlindung dari pelanggaran atau sesuatu yang dihormati
dimuliakan dan tidak dapat dinodai, sedangkan profan adalah sesuatu yang biasa, umum, tidak dikuduskan dan bersifat sementara, yang ada di luar yang religius.
Kyai berperan memastikan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi di pesantren adalah dalam rangka mencapai kemudahan para santri dan
masyarakat sekeliling untuk mencapai falah. Mashlahah dapat dicapai apabila manusia hidup dalam keseimbangan, kehidupan yang seimbang merupakan esensi
ajaran islam. Ekonomi islam bertujuan untuk menciptakan kehidupan yang seimbang, seperti keseimbangan fisik-mental, material-spiritual, individu-sosial,
masa kini-masa depan, dan dunia-akhirat. Keseimbangan fisik dengan mental dan keseimbangan material dengan spiritual dapat menciptakan kesejahteraan bagi
manusia. Perhatian
utama ekonomi
islam adalah
bagaimana manusia
meningkatkan kesejahteraan material dan spiritual. Sebab aspek spiritual harus bersamaan dengan material.
Islam mempunyai konsep nilai dalam tujuan perubahan sosial dengan menyediakan tujuan yang mesti dicapai oleh sebuah masyarakat. Masyarakat tidak
dibiarkan menjalani proses tanpa tujuan, tetapi diarahkan untuk menuju kondisi ideal yang dicita-citakan. Masyarakat ideal yang dicita-citakan Islam adalah
masyarakat yang anggota-anggotanya saling mencintai tahabub, saling menasehati tawashi dan tanahi, memiliki rasa persaudaraan ta’akhiy, bekerja
sama ta’awun, saling mengajar ta’alum, saling menghibur tawasi, dan saling menemani tashaduq dan ta’anus dan pada puncaknya adalah tercapainya
kemenangan falah
144
yaitu keseimbangan hidup dunia dan akhirat
8.9. Pembelajaran dari Transformasi Sosial Ekonomi Pesantren
Ekonomi pesantren yang pada awalnya merupakan ekonomi subsisten telah bertransformasi menjadi ekonomi berorientasi profit. Pesantren mampu
menghasilkan Surplus ekonomi, tidak semata-mata dihasilkan dari donasi eksternal yang bersifat bantuan. Surplus ekononomi dihasilkan oleh sebuah
pemetaan sikap dari dinamika eksternal yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Pemetaan sikap tersebut mendorong pesantren mentransformasi dirinya dengan
mengubah struktur ruang , memperluas dan menguatkan struktur komunitas menjadi fund raiser, menguatkan struktur dana kapital komunitas, menciptakan
sistem distribusi eknomi, sehingga pesantren tetap tidak kehilangan peran sebagai lembaga sosial yang memang pada awalnya bermula sebagai lembaga pendidikan
namun pada kenyataannya, baik secara historis maupun pada masa kekinian pesantren juga memerankan peran sosial dan ekonomi politik.
144
Terdapat dua hal pokok yang kita perlukan dalam memahami bagaimana mencapai tujuan hidup, yaitu pertama tujuan untuk mencapai falah dan yang kedua tujuan mashlahah.
a. FalahSecara literal falah adalah kemuliaan dan kemenangan, yaitu kemuliaan dan kemenangan dalam hidup.Menurut islamfalah dapat dimaknai sebagai keberuntungan di dunia
dan di akhirat. b. Mashlahahadalah segala bentuk keadaan, baik material maupun nonmaterial, yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia
Yang patut dicatat adalah pesantren dapat bertahan dan bahkan bisa berkembang disebabkan oleh adanya sumberdaya mengkatabolisasi ruang-ruang
dirinya, katabolisme dapat terjadi karena dalam tradisi pesantren ada tradisi-tradisi yang dipertahankan yaitu tradisi akulturatif yang bersifat terbuka, namun di satu
sisi ada tradisi kepatuhan yang membuat gerakan perubahan pesantren dapat dikendalikan oleh satu komando tunggal yaitu kharisma kyai. Bahwa dalam
dinamikanya, ekonomi yang dijalankan untuk mendapatkan keuntungan bukan tujuan utama dari pesantren, pesantren tetaplah sebuah institusi yang mendidik sisi
sakralitas manusia ~ mencari keuntungan adalah senjata untuk memandirikan diri terbebas dari kekangan dan ketergantungan kepada siapapun. Karena kesakralan
tidak dapat dicapai tanpa asas mampu menghidupkan dirinya. Pilihan-pilihan efisiensi adalah megempiriskan nilai-nilai kesufian yang menjadi salah satu cara
dunia usaha di pesantren menjadi low cost. Akuntabilitas dibangun oleh sebuah monitor kepercayaan akan bala dan pahala. Nilai-nilai ini sebenarnya yang pada
akhirnya membedakan orientasi profit yang dikejar oleh kapitalisme yang dikenal secara umum dengan orientasi profit yang dituju oleh pesantren. Profitabilitas
bagi usaha pesantren adalah sebuah alat untuk melindungi diri, yang surplusnya untuk didistribusikan sebagai kepedulian sosial terutama di kalangan sendiri.Hal
ini yang menjadikan ekonomi pesantren mempunyai kekhasan sendiri.
Peran profit pada ekonomi pesantren adalah alat untuk membangun kemandirian. Kemandirian akan dicapai manakala sebuah institusi memiliki
cadangan-cadangan keuangan, dan cadangan keuangan yang paling bermartabat adalah ketika cadangan tersebut didapat dari usaha dan kerja keras yang disebut
keuntungan. Fungsi profit pada ekonomi pesantren adalah untuk mensejahterakan komunitas dan dijadikan alat perlawanan. Untuk mempertahankan modal namun
upaya mensejahterakan komunitas dapat tercapai, maka yang dibagikan adalah keuntungan bukan simpanan pokok. Komunitas diwajibkan untuk memanfaatkan
lembaga-lembaga
usaha yang
didirikan pesantren
sebagai tempat
bertransaksi.Membelanjakan uang kepada lembaga-lembaga usaha sendiri mencegah capital flight.
Profit adalah fungsi dari perlawanan dibuktikan dengan dimanfaatkannya sebagian dari keuntungan usaha terutama yang bersumber dari BMT untuk
diinvestasikan ke dalam usaha-usaha baru. BMT di Sidogiri diinspirasi oleh perintah agama dimana Islam memerintahkan negara untuk melayani rakyat dan
memerintahkan baitul mal sebagai ‘tempat’ bagi negara untuk melayani rakyat sebaik-baiknya di bidang kekayaan dan harta. Peran itulah yang justru dimainkan
oleh Pesantren. Pelayanan baitulmal tersebut meliputi perolehan, pemilikan dan penggunaan harta . Dari sisi penggunaan harta, baitulmal melayani rakyat dengan
menggunakan harta dalam baitulmal untuk memenuhi berbagai kebutuhan di tengah masyarakat, seperti menyantuni orang miskin, menghilangkan ketimpangan
ekonomi, membangun berbagai fasilitas yang dibutuhkan masyarakat, membayar kewajiban keuangan negara yang harus dikeluarkan dalam rangka sempurnanya
pelayanan kepada masyarakat dan menjauhkan masyarakat dari mara bahaya.
Di sidogiri, telah dibangun gerai-gerai toko serba ada semacam mart bernama “basmallah” untuk menjadi alternatif tempat belanja komunitas
pesantren dan masyarakat muslim lainnya. Konsep Basmallah, adalah mendidik cara perlawanan yang cerdas, melawan pengusaha-pengusaha non-komunitas
pesantren, bukan dengan membakar took-toko yang mereka miliki, tetapi
membangun took serupa dan melakukana pembelanjaan di toko sendiri. Konsep berbelanja di toko sendiri, sebenarnya mengingatkan pada konsep swadeshi.
Demikian pula untuk menyaingi air kemasan pabrikan yang dibuat oleh pengusaha besar bahkan multinasional, pesantren sidogiri membangun pabrik air kemasan
bermerek “santri’, kyai memerintahkan semua kegiatan komunitas pesantren Sidogiri yang membutuhkan air minum, maka wajib hukumnya meggunakan air
minum kemasan yang dibuat sendiri. Pesantren Sidogiri, juga masuk ke dalam bisnis-bisnis layanan, seperti tempat pelayanan kesehatan poliklinik,.
Pembangunan usaha-usaha pelayanan kesehatan inipun dalam rangka perlawanan terhadap biaya rumah sakit yang tidak terjangkau dan oleh sebab pelayanan
rumahsakit dilakukan oleh pelaku-pelaku non pesantren.Kegiatan ini juga bisa terealisasi ketika usaha-usaha yang dirintis terus berkembang dan menghasilkan
keuntungan.Apa yang dilakukan oleh Sidogiri adalah ejawantah dari nilai-nilai Islam
yang ingin
diaplikasikan pada
ruang praksisi.
Oleh karena
itu, baitulmal memegang peranan penting dalam mengatasi permasalahan ketimpangan ekonomi.
145
Dari berbagai penjelasan di atas, transformasi sosial ekonomi pesantren dengan beberapa parameternya dapat dikonstruksi
sebagaimana pada pada Tabel 2.
145
Aturan islam memerintahkan zakat dipungut dari yang kaya dan didistribusikan kepada yang miskin. Adapun dalam Al Quran surat Al Hasyr ayat 7, Allah SWT berfirman: “supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu
Tabel 2. Fase dan Transformasi Sosial Ekonomi Pesantren.
FASE 1
2 3
4 5
Ruang Masjid
Masjid, majlis
Masjid, majlis,
Madrasah Masjid,
majlis, Madrasah,
Koperasi, Masjid, majlis,
Madrasah, Koperasi, Usaha
Bisnis
Komunitas
komunitas kental concentrated
community komunitas
kental concentrated
community komunitas kental concentrated
community dan komunitas cair liquid community
Sumber Dana
Kyai, komunitas kental concentrated
community komunitas
kental concentrated
community komunitas kental concentrated
community dan komunitas cair liquid community, Keuntungan
Usaha, zakat usaha.
Orientasi Ekonomi
Subsisten Self sufficient
Profit untuk menguatkan
internal Profit untuk
menguatkan internal dan
melakukan perlawanan
eksternal
Kapitalisme
Non capitalistic
Embryonic capitalistic
Mature capitalistic
Model Ekonomi
Non Model
Drainage economy
Sodality economy
Pond Economy
Peran Kyai
monolitic Monolitic
monolitic Berbagi
terbatas Berbagi Terbatas
Fungsi Pesantren
Religius Religius
Religius Religius,
ekonomi terbatas
Religius, ekonomi luas
Militansi
Latent, Religius-
politis Latent,
Religius- politis
Floated Religius-
sosial terbuka,
Latent Religius-
politis Religius-
ekonomis terbuka,
Latent Religius- politis
Agar tidak mengacaukan pengertian kapitalistik yang dimaksud adalah dengan batasan sebagaimana yang dikemukan oleh Weber yang tertuang
dalam ideal typhus, yaitu adalah upaya manusia untuk mendapatkan keuntungan