Perubahan Struktur, Peran dan fungsi Pesantren
Ruang-ruang bisnis yang melibatkan pihak luar telah membuat sebuah perubahan yang mendasar pada proses administrasi di lingkungan pesantren.
Sekalipun tidak dipelajari secara khusus dan menjadi bagian dari mata pelajaran yang diajarkan, akuntansi telah menjadi bagian keilmuan praktis bagi para santri
khususnya yang dipercaya menjadi pengurus atau pegawai pada usaha-usaha bisnis pesantren.
Disamping itu bisnis yang melibatkan alumni menciptakan perhitungan konpensasi bisnis berupa : komposisi pengelola yang menjembatani
entrepreunership alumni dengan pesantren dan kyai sebagai brand dan sekaligus pencipta struktur pasar dimana komposisi dilakukan dengan asas proporsional.
Penentuan komposisi telah menciptakan transaksi antara nilai material dan nilai imaterial yang kemudian dikonversi dalam bentuk share of margin. Bagi hasil
dalam usaha sesungguhnya merupakan sesuatu yang telah diatur dalam Islam, namun implementasi dalam ruang praksis khususnya di pesantren, baru terjadi
ketika ruang-ruang bisnis telah memasuki dunia pesantren.
Jika kapitalisme sebagaimana dikemukakan oleh Weber dalam Collin 1980 adalah upaya manusia untuk mendapatkan keuntungan dengan melakukan
kegiatan-kegiatan usaha dimana kepemilikan pribadi adalah unsur yang melekat di dalamnya, maka dalam unsur-unsur mendapat keuntungan, ekonomi
pesantren menyerupai unsur-unsur kapitalisme dalam perspektif Weber. Namun dalam hal penguatan kepemilikan pribadi, ekonomi pesantren justru berlawanan.
Pada Kegiatan mencari dan mendapatkan keuntungan, kegiatan tersebut bukanlah hal yang berlawanan dengan prinsip-prinsip Islam. Islam tidak melarang
adanya perniagaan, mengambil untung dan bahkan Islam mengakui kepemilikan pribadi.
konsepsi pemikiran teoretik Weber lainnya tentang kapitalisme adalah rasio dan tindakan individu yang merupakan bentuk asketisisme aktif, bukan
asketisisme pasif seperti yang berkembang dalam mistisisme agama. Asketisisme aktif memberikan dorongan yang kuat bagi para penganutnya agar menjalani
kehidupan yang nyata real di dunia ini. Artinya, dengan dorongan asketisisme positif, rasionalitas dapat menjadi alat untuk mengendalikan dan menguasai
berbagai tantangan kehidupan dunia. Sementara itu, mistisisme dengan kekuatan kontemplasi spiritualnya cenderung “membelakangi” kehidupan dunia. Implikasi
sosial
mistisisme cenderung
tidak mengejar
kepentingan keduniaan,
meminimalisir penguasaan sumber daya ekonomi yang ada, karena orientasinya, adalah kehidupan akhirat yang abadi dari Tuhan.. Kapitalisme di jalankan dengan
mengunakan ruang-ruang usaha yang memungkinkan, ekonomi menjadi alat merasionalisasi ajaran-ajaran agama untuk kepentingan umat itu sendiri. Atau
dengan kata lain kapitalisme adalah implementasi dari semangat ekonomi rasional sebagaimana dikemukakan oleh Weber. Weber berpendapat bahwa agama-agama
Timur
134
cenderung bersifat asketisme pasif. Sekalipun tidak terlalu tepat,konsep dan ciri ekonomi rasional
kapitalistik Weberian telah masuk ke dalam ruang-ruang usaha bisnis di lingkungan pesantren, yaitu konsep modal, perputaran modal, pengelolaan
keuangan yang akuntabel, pasar, pemilik modal, share of capital, profit, share of margin dan reorganisasi untuk menguatkan struktur ekononomi. Konsep-konsep
134
Selain penenlitiannya tentang masyarakat protestan kalvinis, Weber juga melakukan studi leiteratur tentang agama-agama di Asia yaitu agama di China dan juga di India.
tersebut digunakan namun terdapat perbedaan antara kapitalisme yang terjadi saat ini dengan yang terjadi di pesantren. Kapitalisme saat ini menciptakan
kepemilikan pribadi yang sangat menonjol, hal ini bertolak belakang dengan yang terjadi di pesantren. Pesantren yang pada awal pendiriannya merupakan
lambang pribadi seorang kyai. Seluruh asset pesantren pada mulanya merupakan milik kyai namun ketika usaha pesantren menguat, kepemilikan pribadi kyai
atas asset pesantren bias menjadi korporasi pesantren. Kyai tidak menjadi pemilik mutlak usaha-usaha yang berjalan di pesantren, Kyai sebagaimana komunitas
pesantren lainnya dalam hal pembagian surplus usaha diatur oleh kesepakatan- kesepakatan yang dibuat.
Penggunaan kata kapitalistik di sini, untuk merespond teori weber tentang Protestanisme. Agama tidak saja membicarakan masalah transendental
tetapi didalamnya ada logika yang inheren dari doktrin-doktrin tersebut baik yang baik secara langsung maupun tak langsung. Logika tersebut mendorong
perencanaan demi pengejaran keuntungan ekonomi. Pokok-pokok teori weber tentang kapitalisme yang menurutnya berkembang dari pengejaran kekayaan
yang bersifat keagamaan, sesungguhnya itu juga terjadi dalam pesantren masyarakat Islam.
Kapitalistik atau ekonomi rasional di lingkungan pesantren Walau masih bersifat embrionik, mulai terjadi pada fase ke-tiga dan keempat
135
yaitu pada saat munculnya madrasah. Madrasah berkatabolisasi membentuk satu
ruang baru diantara ruang majlis dan ruang madrasah yaitu ruang usaha internal berbentuk koperasi. Madrasah adalah pemicu lahirnya ekonomi rasional yang
pertama di lingkungan pesantren. Madrasah menggantikan sistem pertukaran relatif yang sebelumnya terjadi di ruang majlis taklim menjadi pertukaran terukur.
Monetisasi penguangan, juga menjadi alat tukar yang mengantikan sistem natura, sistem pencatatan perencanaan keuangan agar terjadi balance atau surplus
dimasukkan dalam perencanaan anggaran dan biaya operasional mulai dilakukan pada fase hadirnya madrasah.
Madrasah menghasilkan surplus operasional, surplus tersebut digunakan kembali untuk pengembangan madrasah, seperti untuk perbaikan sarana maupun
peningkatan kesejahteraan pengelolanya. Sistem ekonomi rasional mulai menunjukkan bentuknya yang lebih nyata ketika di pesantren mulai hadir apa
yang dinamakan koperasi pesantren. Koperasi pesantren adalah upaya-upaya mencari surplus pendapatan yang dapat dikembangkan untuk membangun usaha-
usaha lain. Hadirnya sistem pencatatan dan monetisasi baik di madrasah maupun di koperasi merupakan awal dari hadirnya ekonomi rasional
136
di lingkungan
135
Lihat fase pembentukan ruang di pesantren
136
Saya menggunakan dua aternatif capitalistic atau rational economy. Yang saya maksud capitalistic di sini mengacu kepada definisi awal Weber, yaitu kapitalisme adalah upaya
manusia untuk mendapatkan keuntungan dengan melakukan kegiatan-kegiatan usaha dimana kepemilikan pribadi adalah unsur yang melekat di dalamnya, bukan dalam pengertian capitalism
dengan konsep Scarcity yaitu peletakan kebutuhan manusia yang tak terbatas dan pola transaksi yang mengedepankan surplus nilai, dimana akumulasi dari surplus nilai yang
dimilikinyalah yang menentukan strata manusia. Karenanya saya menawarkan juga dengan istilah rational economy yaitu upaya manusia untuk mendapatkan keuntungan dengan cara-cara
yang transaparan dan terukur. Penggunaan istilah capitalism dan rational economy juga untuk memudahkan menjelaskan sekaligus melakukan koreksi pada kesimpulan Weber terkait
semangat ekonomi pada agama-agama non protestan-calvinis, dimana Weber berpendapat bahwa
pesantren yang saya sebut sebagai embryonic capitalistic atau embryonic rational economy
137
. Mengapa disebut kapitalistik ? usaha-usaha pesantren sejatinya tidak langsung berhubungan dengan fungsi pendidikan yang diembannya. Perputaran
modal usaha tidak ada kaitannya dengan kesuksesan akademik para santri. Usaha ini murni upaya-upaya mencari keuntungan.
Dalam embryonic capitalistic atau embryonic rational economy modal kerja working capital mengandalkan modal sosial internal. Pesantren
memfasilitasi dan mengkoordinasi modal sosial internal yang dimilikinya ke dalam bentuk usaha-usaha nyata real business yang melibatkan para santri dan
pengelola pesantren. Perputaran ekonomi tergantung seberapa besar komunitas yang dimilikinya. Ekonomi rasional yang masih bersifat embrio ini menciptakan
ekonomi subsisten dengan komunitas kental sebagai aktor-aktor penopang.
Ekonomi rasional pesantren berkembang lebih lanjut, setelah hadirnya ruang-ruang usaha seperti koperasi dengan basis komunitas kental muncul
lembaga keuangan seperti BMT
138
. BMT sebagai lembaga keuangan dalam operasinya tidak cukup hanya dengan kekuatan sosial pesantren dan kharisma
kyai sebagai ikon dan brand. BMT selain melakukan pencatatan, mengatur perputaran modal, mengelolaa keuangan secara akuntabel, menjaga pasar,
mengatur share of capital, profit, share of margin dan penguatan struktur organisasi juga menjadi lembaga keuangan yang harus tunduk dan taat pada
ketentuan-ketentuan formal. BMT harus berdampingan dengan otoritas keuangan negara.
Ciri-ciri kapitalisme moderen adalah di mana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu. Badan tersebut
dapat memiliki maupun melakukan perdagangan barang modal pada sebuah pasar bebas. Permintaan dan penawaran demi menghasilkan keuntungan dilindungi oleh
di luar dalam agama-agama lain tidak ditemukan konsep rasionalisasi yang mendorong semangat berusaha, agama-agama lain cenderung bersikap asketis .
137
Pengertian Embryo secara Biologi yaitu suatu organisme yang ada pada tahap awal
perkembangan dan tidak mampu untuk mempertahankan hidupnya sendiri. Definisi yang lebih tepat dari embrio itu ada bermacam macam, seperti pada manusia, sel telur yang telah dibuahi
sudah dapat dianggap atau diartikan sebagai embrio sampai pada sekitar minggu yang kedelapan pada kehamilan, di mana pada titik setelah itu embrio tersebut akan disebut sebagai janin.
Embrio pada hewan atau binatang biasanya menunjuk pada setiap tahap dari perkembangan sebelum proses kelahiran. Embrio pada tanaman bisa diambil dari sejumlah bentuk yang jauh
berbeda, meskipun embrio pada tumbuhan biasanya terbungkus rapi di dalam biji. Saya menggunakan istilah embryonik untuk menggambarkan bahwa kapitalisme yang terjadi belum
sempurna, mengacu pada ukuran weber : 1 menggunakan penghitungan akuntansi, yaitu sistem penghitungan pengeluaran dan pemasukan berdasarkan tata pembukuan modern, 2
tenaga kerja yang bebas dan bisa berpindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya, 3 adanya pengakuan hak milik pribadi, 4 adanya pasar perdagangan yang tidak dibatasi oleh
aturan-aturan yang tidak rasional, dan 5 adanya hukum yang mengikat anggota masyarakat
137
. Weber juga memasukkan teknologi sebagai komponen kapitalisme. Sebab hanya dengan
teknologi produksi skala besar bisa dihasilkan.
138
BMT di pesantren lahir sebagai dampak dari kebersinggungan dengan dunia luar, dan prestasi yang dicapai oleh koperasi. kolaborasi kompleks di antara komunitas santri, alumni pesantren
melihat kekuatan pesantren sebagai pasar. Disamping itu BMT Baitul Mal wa Tamwil juga terkait dengan : isu pengelolaan dana komunitas pesantren yang tidak dapat dilakukan dengan
menyerahkan kepada lembaga-lembaga keuangan bank-bank umum atau perusahaan asuransi jiwa umum ~ karena terbentur kepada syariat Islam terkait ribawi dan perjudian. Di samping itu
karena adanya potensi pasar dari komunitas yang berkembang secara internal maupun adanya pasar yang membutuhkan lembaga ekonomi alternatif.
negara serta tunduk kepada hukum negara. Hukum harus menjamin kepastian atau kepada pihak yang sudah terikat kontrak yang telah disusun hak dan
kewajibannya baik eksplisit maupun implisit. Dalam batasan ini kapitalisme yang dimaksud bukanlah suatu sistem ideal, rasional dan terlindungi oleh hukum.
Rasionalitas dan perlindungan hukum bukanlah hal yang melanggar syariah Islam. BMT pun menerapkan asas rasionalitas dan kepastian hukum.
BMT melaksanakan dua macam kegiatan, yakni kegiatan bisnis sebagai kegiatan utama dan kegiatan sosial sebagai kegiatan penunjang. Kegiatan baitut
tamwil adalah mengembangkan usaha – usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dengan antara
lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi. Sedangkan kegiatan baitul maal menerima titipan ZIS zakat, Infaq
shadaqah dan menjalankan sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Dengan demikian BMT memiliki karakteristik yang unik, karena selain memiliki fungsi
sebagai badan usaha, juga berfungsi sebagai badan sosial.
Pada pelaksanaannya, BMT bukan hanya mengelola sumber daya internal komunitas santri dan alumni tetapi telah memanfaatkan pasar di luar
masyarakat umum untuk menampung dan menyalurkan modal. BMT beroperasi dengan menggunakan prinsip – prinsip ekonomi syariah, seperti mudharabah dan
musyarakah. BMT tidak mau dikatakan sebangai bank, namun pada kenyataannya ia berfungsi sebagai financial intermediary yaitu lembaga
perantara keuangan, yang memiliki fungsi menghimpun dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana surplus of funds dan menyalurkannya kepada pihak
yang memerlukan dana lack of funds. alam pelaksanaan menghimpun dan menyalurkan keuangan, dibandingkan dengan bank umum , BMT memiliki
kemiripan fungsi. Dalam masyarakat kapitalis bank berfungsi sebagai perantara antara pemilik modal dan pasar uang. Bank bertanggung jawab dalam penyaluran
dana masyarakat kepada fihak yang membutuhkan dana tersebut. Kehadiran lembaga keuangan ini memfasilitasi arus peredaran uang dalam perekonomian.
Uang-uang dari individu dikumpulkan dalam bentuk tabungan, sehingga resiko dari para penabung ini beralih pada lembaga keuangan. Baik BMT maupun Bank
menyalurkan
dana dalam
bentuk pinjaman
hutang kepada
yang membutuhkan.Hadirnya BMT telah mendorong pesantren memasuki aras
ekonomi berbasis uang monetisasi yang kompleks. Menggunakan batasan kapitalisme capitalism Weber,
139
ruang-ruang usaha pesantren adalah repleksi agama pada tataran ekonomi praksis. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa Islam
pun sebagai agama samawi mempunyai spirit ekonomi yang mengedepankan rasionalitas.
139
sebagaimana perspektif Weber yang dihasilkan dari kesimpulan pengamatannya pada masyarakat protestan-calvinis : certitudo salutis, yang didefinisikan Weber sebagai suatu
indikasi bahwa mereka termasuk orang terpilih yang selamat ke surga. Karena itu, sukses di dunia bisnis dan pengumpulan harta kekayaan demi pemuliaan Tuhan diyakini sebagai tanda
atau konfirmasi bahwa mereka termasuk di antara orang-orang terpilih, atau dalam istilah Weber suatu tanda keberkahan Tuhan. Weber menyimpulkan bahwa tipe-tipe Protestanisme
mendukung pengejaran keuntungan ekonomi yang rasional dan bahwa kegiatan-kegiatan duniawi telah memperoleh makna spiritual dan moral yang positif dimana logika yang inheren
dari doktrin-doktrin tersebut baik yang baik secara langsung maupun tak langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan diri demi pengejaran keuntungan ekonomi
Pada perkembangannya kapitalisme diartikan secara brutal dengan mengedepankan rasionalitas dan materialisme yang sangat berlebihan. Weber
memprediksi bahwa pada suatu titik tertentu, rasional akan mengalahkan, dan meninggalkan gerakan keagamaan yang mendasarinya, sehingga yang tertinggal
hanyalah kapitalisme rasional. Rasionalitas dan materialisme menumbuhkan Kapitalisme baru yang mengahadirkan konsep kelangkaan Scarcity. Peletakan
kebutuhan manusia yang tak terbatas dikontestasi dengan kenyataan bahwa barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan adalah terbatas. Rasionalitas
digunakan untuk mengeksplorasi sumber daya guna memenuhi kebutuhan hidup yang tak terbatas. Esensi Kepemilikan adalah agar tercapai kepuasan maksimum
sebagai kodrati manusia. Kapitalisme juga mendorong pada konsep value Nilai dimana Sumber daya yang ada dan digunakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan
berupa barang dan jasa. Selain itu, nilai value ini juga berupa kemampuan barang untuk ditukarkan atau dinisbatkan kepada barang lain dengan istilah nilai
tukar exchange value. Rasionalitas semacam ini menghasilkan pola transaksi yang mengedepankan surplus nilai, dimana akumulasi dari surplus nilai yang
dimilikinyalah yang menentukan strata manusia. Konsepsi Kapitalisme seperti itu tidak sejalan dengan konsep Islam di kalangan masyarakat pesantren.
Pada bab IV telah dikemukakan bahwa Kyai dan pesantren sangat dipengaruhi oleh pemikiran Imam al-Ghazali. Dalam konsep pemenuhan
kehidupan, Ghazali telah membedakan dengan jelas antara keinginan roghbah dan syahwat dan kebutuhan hajat. Pembedaan tersebut menlahirkan
konsekuensi yang amat besar dalam membedakan konsep ekonomi di pesantren dengan ekonomi pada umumnya. Pemilahan antara keinginan wants dan
kebutuhan needs ini pula yang pada akhirnya mengkoreksi ekonomi konvensional dengan ekonomi yang diinginkan oleh kyai. Pada pandangan kyai,
ekonomi yang berjalan di luar memusatkan orientasinya pada fakta kesenjangan antara sumber-sumber daya yang terbatas limited resources dihadapkan pada
keinginan manusa yang tidak terbatas unlimitied wants merupakan sindroma keserakahan kehidupan manusa di bumi. Padahal kebutuhan seharusnya dilihat
sebagai keinginan manusia untuk mendapatkan sesuatu yang diperlukan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup dan menjalankan fungsinya.
Terdapat perbedaan mendasar antara teori permintaan al Ghazali dan kapitalisme. Al Ghazali selalu mengaitkan kegiatan memenuhi kebutuhan dengan tujuan utama
manusia diciptakan. Manakala manusia lupa pada tujuan penciptaannya, maka esensinya pada saat itu tidak berbeda dengan binatang ternak yang makan karena
lapar saja.
Teori yang menyatakan bahwa kebutuhan bersifat tidak terbatas sedangkan barang dan jasa sebagai alat pemenuh kebutuhan bersifat terbatas
adalah salah. Sebab, kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi secara pasti hanyalah kebutuhan primer yang meliputi sandang, pangan dan papan. Selebihnya
hanyalah kebutuhan sekunder atau tersier. Kebutuhan primer tidak akan pernah bertambah, sejak zaman dahulu hingga modern saat ini kebutuhan manusia hanya
itu-itu saja. Berkembangnya peradaban dan majunya sains dan teknologi hanya menambah kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersier saja. Dan faktanya
kebutuhan ini pun dapat diusahakan dan dipenuhi secara alami seiring kemajuan peradaban di komunitas tersebut. Kalau pun tidak dipenuhi, tidak menimbulkan
masalah yang menyebabkan kematian. Jika kapitalisme pada umumnya mengarah
kepada akumulasi modal yang dikuasai oleh individu dan digerakkan oleh hasrat tidak terbatas individu. Maka dalam pesantren, kapitalisme dalam pengertian
ekonomi rasional diinduksi oleh individu namun ada pengekangan moral yang ditujukan untuk kepentingan komunal.
Dari pengamatan yang ada pesantren dalam mengelola komunitas, membangun struktur dan dalam menjalankan praktik-praktik usahanya tetap
terikat kepada sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang di simpulkan dari Al-Qur’an dan sunnah, dimana ekonomi didasarkan kepada prinsip bahwa
berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah kepada manusia. Kalau pun ada kepemilikan pribadi maka pemilikan pribadi diatur
dalam batas-batas tertentu yang tidak menunjukkan keserakahan dan pelampiasan hawa nafsu duniawiah. Karena itu pesantren memilih institusi yang dapat menjadi
ruang bekerja bersama baik di lingkungan internal maupun dengan lingkungan eksternalnya, sehingga bekerja bersama adalah cara untuk mengontrol agar
kekayaan tidak dikuasai oleh segelintir orang saja, tetapi justru ada jaminan bahwa akumulasi keuntungan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan
banyak orang. Hal yang sangat ketat dijalankan dalam mengelola usaha adalah dibayarkannya zakat atas perolehan yang telah memenuhi batas nisab serta
memastikan bahwa dalam proses usaha tidak terdapat unsur riba. Hal-hal tersebut menunjukkan adanya kematangan ekonomi kapital Mature capitalist
economy atau mature rational economy.
140