. Rasionalisasi Pembentukan ruang MASUKNYA ISLAM DI BANTEN DAN JAWA TIMUR Akar Sejarah PP. Roudlatul Ulum dan PP. Sidogiri

Gambar 6. Aktor dan Peran Pada Pesantren Penentuan aktor di lingkungan pesantren tidak semata-mata pada kemampuan atau keterampilan teknis semata melainkan diukur dari tingkat “bisa dipercayai”, dimana secara tradisi ukuran bisa dipercayai atau tidak masih terpusat di diri kyai, di sinilah permainan “takdir” masih kental dipedomani. Bagi kyai, keluarganya dan orang-orang yang ditunjuk untuk menempati posisi tertentu adalah “ takdir ‘ untuk memimpin pesantren dengan tetap memegang teguh nilai-nilai luhur yang menjadi acuannya dalam bersikap, bertindak dan mengembangkan pesantren. Nilai-nilai luhur menjadi keyakinan kiai dalam hidupnya. Sehingga apabila dalam memimpin pesantren bertentangan atau menyimpang dari nilai-nilai luhur yang diyakininya, langsung maupun tidak langsung, kepercayaan masyarakat terhadap kiai atau pesantren akan pudar. Hadirnya ruang-ruang usaha, menghasilkan elite baru dalam struktur kepemimpinan di pesantren. Untuk urusan pengajaran keagamaan puncak elitis kepemimpinan tetap ada di tangan kyai, namun dalam urusan dunia usaha, kyai memberikan kepada fihak di luar dirinya. Kepemimpinan bisnis dipimpin oleh para manajer usaha pesantren. Dalam hal ini, kepemimpinan bisnis yang tidak dipegang oleh kyai, sama sekali tidak menggerus kewibawaan kepemimpinan kyai. Demikian pula hadirnya formalitas ruang belajar yang berbentukan klasikal, dimana hadir elite lain di pesantren berupa para guru yang disebut dengan ustadz. Pembagian elite kepemimpinan ini sepenuhnya didorong oleh rasionalitas mekanik, dimana Islam memiliki konsep, bahwa segala sesuatu akan berjalan dengan baik jika diberikan kepada ahlinya. Konsep “maqom” adalah acuan yang digunakan dalam membagi kekuasaan di lingkungan pesantren. Dalam ruang bisnis di pesantren, Kyai menempati maqom spiritual yaitu sebagai pengarah kesesuaian usaha dalam konteks hukum agama, sedangkan pengelola usaha menempati maqom material yaitu bagaimana spiritualisme dapat direalisasikan dalam bentuk memenuhi kebutuhan lahiriah umat. Kyai Pendidikan Manager Usaha Assatidz Usaha

8.4. Karakteristik Komunitas Pesantren : Komunitas Kental dan Komunitas Cair

Dikaitkan dengan pendekatan katabolisme ruang maka komunitas dapat diartikan sebagai sebuah struktur interaksi sosial yang terdiri dari berbagai dimensi fungsional yang ditandai hubungan timbal balik. Setiap munculnya sebuah ruang maka akan muncul pula struktur dan nilai-nilai untuk menggerakan fungsinya. Dalam kajian ini, ruang-ruang adalah rasionalisasi dari kebersinggungan pesantren dengan dunia luar, sehingga ruang diciptakan terlebih dahulu baru kemudian komunitas hadir untuk memenuhi ruang-ruang tersebut. Hubungan antara ruang yang ada di lingkungan pesantren dengan pertumbuhan komunitas dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Perkembangan Ruang Ekonomi dan Komunitas di Pesantren Dari Gambar 7 di atas dapat diketahui bahwa setiap fase pembentukan ruang, selalu diikuti lahirnya komunitas yang mengisinya. Dari situ dapat dipahami bahwa komunitas pesantren dilihat dari fase pertumbuhan ruang yang paling sederhana adalah komunitas masjid yang didalamnya ada seorang kyai yang mengajarkan ilmu agama di dalamnya, sedangkan komunitas pesantren saat ini berkembang lebih luas bisa dilihat sebagai : 1 satuan terpisah dari masing-masing ruang, misalnya adalah : komunitas pengajian majlis, Komunitas madrasah 2 senyawa dari satu atau dua ruang. Misalnya adalah komunitas ruang usaha internal seperti koperasi pesantren, untuk menjadi bagian dari anggota komunitas usaha internal, seseorang harus menjadi salah satu anggota RUANG FASE I Komunitas Fase V RUANG FASE V Komunitas Fase IV RUANG FASE IV Komunitas Fase III RUANG FASE III Komunitas Fase II RUANG FASE II Komunitas Fase I . PESANTREN MASJID Suluk MASJID Jamaah Masjid Untuk Shoaat MASJID Jamaah Masjid Untuk Shalat MASJID Jamaah Masjiid Untuk Shalat MASJID Jamaah Masjiid Untuk Shalat Santri MAJLIS TAKLIM Santri MADRASAH Santri MADRASAH Santri MADRASAH Santri BISNIS INTERNAL Mitra Bisnis Internal BISNIS INTERNAL Mitra Bisnis Internal Jamaah Majlis Taklim Alumni MAJLIS TAKLIM Jamaah Majlis Taklim Alumni MAJLIS TAKLIM Jamaah Majlsi Taklim Alumni MAJIS TAKLIM Jamaah Majlis Taklim Alumni BISNIS EKSTERN Mitra Bisnis Eksternal RUMAH KYAI Anggota Keluarga Kyai RUMAH KYAI Anggota Keluarga Kyai RUMAH KYAI Anggota Keluarga Kyai RUMAH KYAI Anggota Keluarga Kyai RUMAH KYAI Anggota Keluarga Kyai komunitas lain lebih dahulu misalnya menjadi komunitas madarasah atau komunitas majlis, barulah ia bisa menjadi anggota komunitas koperasi pesantren. 3 atau merupakan penggabungan dari seluruh ruang yang ada. Dari sisi kerekatan sosial social cohecivity diketahui bahwa karakteristik komunitas pesantren dari fase satu sampai pada fase ke tiga merupakan komunitas yang memiliki tingkat kerekatan yang tinggi. Kerekatan ini disebabkan oleh adanya kesamaan latar belakang pendidikan, kesamaan guru dan kesamaan simbol-simbol keagamaan. Komunitas pesantren menyerupai konsep Gemeinschaft dan Gesellschaft dari Ferdinand Tonnies 1955. Penyerupaan Gemeinshcaft di lingkungan pesantren dapat dilihat dengan adanya ciri dimana setiap para anggota komunitas baik secara individu maupun berkelompok berinteraksi secara vertikal dan horizontal. Interaksi berjalan dengan stabil dalam waktu yang lama oleh adanya pertukaran ritual maupun simbol yang dibangun melalui face-to-face interaction. Ciri-ciri tersebut oleh Tonnies, disebut sebagai komunitas dalam pengertian tradisional; dimana setiap individu membantu individu yang lain, dan saling mengenal identitas atau informasi individu yang lain. Ikatan yang terjalin antar-individu di lingkungan pesantren membentuk solidaritas mekanik yang didasar-kan pada kesadaran kolektif, kebersamaan, serta adanya aturan atau hukum yang bersifat menekan. Ajaran-ajaran yang bersumber dari kitab-kitab klasik yang diberikan di pesantren menciptakan totalitas kepercayaan dan sentimen-sentimen yang sama, kecuali pada posisi kya, Individualitas tidak boleh ditonjolkan, sebaliknya peraturan yang ada mengharuskan komunitas berorientasi pada konformitas kepentingan bersama secara homogen. Ruang-ruang bisnis menimbulkan perkembangan komunitas, sehingga komunitas pesantren menjadi semakin luas linear dengan dimensi fungsi yang terbentuknya. Pembentukan ruang melalui proses katabolisme dengan moralita pesantren. Tumbuhnya ruang –ruang bisnis pesantren pada fase ke empat dan kelima , tidak serta merta melahirkan kepentingan dan komitmen yang berbeda- beda, hal ini berbeda dengan konsep Gesselscahft yang berasumsi meluasnya ruang aktivitas sosial akan menciptkan solidaritas organik dimana akan terjadi melonggarnya ikatan antar-individu, hilangnya norma dan nilai-nilai yang menjadi pengikatnya, dan menciptakan hubungan antar-individu sangat dangkal dan lebih bersifat instrument formal belaka Moralitas, ideologisasi kemandirian dan loyalitas menciptakan senyawa kepatuhan pada Kyai dan keterikatannya antar individu di antara mereka. Hadirnya dunia bisnis di pesantren menolak konsep gesellschaft, dimana anggota komunitas yang ada di dalamnya secara kuantitas berjumlah besar, dan setiap individu akan bertemu denga individu lainnya setiap waktu, namun hubungan yang terjalin hanyalah parsial dan sementara Ketaatan komunitas pesantren pada kiai adalah bentuk konformitas, yaitu perilaku yang merujuk pada kyai sebagai acuan yang memiliki hak spesial untuk mengarahkan tingkah laku santri. Ketaatan pada kyai melahirkan keselarasan, kesesuaian perilaku santri dengan harapan-harapan sosialnya. Ketataatan adalah rasionalitas santri sebagaimana kecenderungan manusia yang hidup berkelompok untuk membentuk norma sosial yang mereka pedomani. Dalam arti yang positif, konformitas yang hadirkan pada diri kyai bermanfaat untuk menciptakan perilaku yang sesuai dengan norma kelompok, terutama pada masyarakat yang menganut patron-client seperti di desa-desa. Dari sisi loyalitas komunitas pesantren juga dapat di bagi menjadi dua kelompok, pertama komunitas yang memiliki tingkat loyalitas sangat tinggi terhadap Kyai, dan yang kedua adalah komunitas dengan tingkat loyalitas lebih rendah. Dua kelompok ini saya istilahkan sebagai komunitas kental concentrated community untuk yang pertama, dan komunitas cair liquid community untuk yang kedua 133 . Komunitas-kental terdiri dari para santri dan alumni pesantren, sedangkan komunitas cair adalah mereka yang berinteraksi dengan pesantren tetapi tidak melalui proses “nyantri” tetapi melalui proses aktivitas ekonomi, mereka adalah para mitra usahabisnis pesantren. Komunitas kental memiliki loyalitas abadi yang tidak dipengaruhi oleh intensitas interaksi. Mereka akan tetap loyal kepada kyai dan pesantrennya sekalipun mereka sudah lama meninggalkan pesantren. Konformitas mereka kepada kyai, terkadang menimbulkan kesan pengkultusan. sedangkan loyalitas komunitas-cair dipengaruhi oleh tingkat intensitas interaksi yang mempertemukan keduanya, jika hubungan yang mempertemukannya melemah maka loyalitasnya pun mengalami pelemahan.

8.5. Perubahan Struktur, Peran dan fungsi Pesantren

Katabolisme yang terjadi pada ruang-ruang pesantren berdampak kepada struktur fungsi dan peran pesantren. kompleksitas ruang-ruang yang ada di dalam pesantren, menyebabkan rentang kendali kyai sebagai pemimpin pesantren menjadi sangat lebar. Sementara kompetensi Kyai untuk mengontrol aktivitas non pengajaran agama, seperti mengontrol koperasi dan usaha lain sangatlah terbatas. Sekalipun kehidupan komunitas pesantren lebih berorientasi pada konformitas, namun diperlukan elite baru di internal pesantren untuk mengurus hal-hal yang tidak menjadi kompetensi kyai. Elite ini disebut dengan pengurus pesantren. Tidak munculnya konflik pembagian kekuasaan, karena elite baru yang terbentuk tidak lepas dari “restu” kyai. Kyai memegang peran yang cukup besar untuk penempatan seseorang dalam posisi dan peran yang akan dimainkan di lingkungan pesantren. Untuk menjadi pengurus pesantren sebenarnya dimungkinkan dengan pendekatan prestasi achieved status, namun tidak bisa dipungkiri bahwa status seseorang untuk menjadi pengurus di lingkungan pesantren juga ditentukan oleh “nasab” atau kedekatan kekerabatan dengan kyai ascribed status. Hadirnya ruang-ruang baru dan adanya kepengurusan pada setiap ruang, memungkinkan kyai memiliki sarana baru untuk menseleksi kepemimpinan generasi berikutnya. Generasi baru berlomba untuk menunjukkan kontribusinya kepada pesantren. Pada pesantren yang mengalami katabolisme sampai pada fase ke lima, ukuran kontribusi salah satu diantaranya adalah sejauh mana para pengurus mampu mengelola unit-unit usaha untuk memberi kontribusi pendanaan 133 Dalam ilmu kimia dikenal istilah vikositas, yaitu ukuran untuk menentukan kekentalan. Dimana secara materi ada unsur dengan fluida pekat yang lebih pekat akan lebih sulit untuk bergerak, namun materi yang memiliki kepekatan fluida dapat mengurangi gesekan. Itulah sebabnya saya menggunakan tingkat kekentalan sebagai abalog untuk menyebut karakteristik komunitas di pesantren, dengan ukuran vikositas : keterlambatan gerakan dan rendahnya tingkat gesekan. Saya menggunakan istilah konsentrat dengan menganalogikan cairan konsentrat yang memiliki tingkat kekentalan dibandingkan dengan cairan biasa yang saya istilah liquid . untuk pesantren. Namun sejalan dengan hadirnya orientasi materi profit centre business oriented di lingkungan pesantren, para pengurus juga diberi tanggung jawab pada ruang yang bersifat sosial cost centre social oiented. Di sinilah konsep keseimbangan diberlakukan dalam ruang maupun status di lingkungan pesantren. Konsep keseimbangan bisa dilihat pada kasus pondok pesantren Sidogiri. Di lingkungan internal, dibagi menjadi ruang pendidikan dan non pendidikan. Untuk ruang pendidikan dibagi lagi menjadi ruang madrosiyah dan ruang ma’hadiyah. Untuk ruang madrosiyah adalah profit centre, sedangkan ruang ma’hadiyah adalah cost centre. Pengurus yang ditunjuk untuk menurus pendidikan harus mampu melakukan balancing untuk keduanya, bahkan strategi cross subsidy harus mampu dilakukan, sehingga orientasi profit pada ruang madrosah memberi benefit secara umum yang diimplementasikan pada ruang mahadiyah yang gratis. Untuk ruang non-pendidikan juga berlaku sama, ruang keuangan adalah ruang profit centre, sedangkan ruang non-keuangan adalah cost centre.Demikian halnya yang terjadi pada lingkungan eksternal yang diwakili oleh aktivitas alumninya. Ruang pendidikan dan pelatihan, ruang ekonomi dan bisnis, serta ruang bantuan hukum adalah ruang-ruang yang diciptkan untuk profit oriented, sedangkan ruang dakwah dan sosial sepenuhnya merupakan ruang cost centre. Ruang-ruang tersebut menghasilkan struktur pesantren yang kompleks dibandingkan pada awal berdirinya pesantren. BMT merupakan salah satu model lembaga keuangan syariah yang paling sederhana yang saat ini banyak muncul dan tenggelam di Indonesia. Sayangnya, gairah munculnya begitu banyak BMT di Indonesia tidak didukung oleh faktor- faktor pendukung yang memungkinkan BMT untuk terus berkembang dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan banyaknya BMT yang tenggelam dan bubar yang disebabkan oleh berbagai macam hal antara lain: manajemennya yang amburadul, pengelola yang tidak amanah dan profesional, tidak dipercaya masyarakat, kesulitan modal, dan lain sebagainya. Akibatnya, citra yang timbul di masyarakat sangat jelek. BMT identik dengan jelek, tidak dapat dipercaya, dan sebagainya. Tidak semua lembaga keuangan mampu mengelola dananya dengan efektif dan efisien sehingga akan berdampak pada kinerja keuangan lembaga itu sendiri. Manajemen dana yang diterapkan belum tentu bisa mencapai sasaran pengelolaan aktiva. Oleh karena itu dibutuhkan manajemen dana yang efektif dan sumber daya yang profesional. Dari segi penerimaan dana bank syariah menawarkan produk funding didukung dengan fasilitas bagi hasil. Sedangkan pengelolaan penyaluran dana harus memperhatikan jenis aktivitas dan jangka waktunya, karena kegiatan penyaluran dana tersebut merupakan pemberian pinjaman atau penyertaan dana tersebut dari bank kepada nasabah yang berarti pembayaran akan dilakukan di waktu yang akan datang saat jatuh tempo. Sedangkan dana yang disalurkan sebagian besar berasal dari dana pihak ketiga . Suatu BMT tetap harus memenuhi kriteria-kriteria layaknya sebuah bank syariah besar dengan beribu-ribu nasabahnya. Salah satu alasan yang sederhana adalah sebuah lembaga yang mengelola uang masyarakat, tentunya harus kredibel, dapat dipercaya oleh masyarakat. Siapapun pasti ingin dirinya diyakinkan bahwa uang yang dia simpan di suatu BMT aman dari resiko apapun dan setiap saat dapat mengambil uangnya kembali. Usaha untuk mempertahankan kualitas kinerja dan kelangsungan usaha berdasarkan prinsip syariah tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas dari penanaman dana manajemen dana. Manajemen dana sebagai suatu usaha pengelolaan dana bertujuan untuk mengelola posisi dana yang dihimpun dan pengalokasiannya pada aktivitas financing yang tepat dan optimal sehingga menghasilkan tingkat kinerja yang bagus di mata para stakeholders Hadirnya ruang-ruang usaha di pesantren pada awalnya untuk memfasilitasi dan mengkoordinasi modal sosial internal yang dimilikinya ke dalam bentuk usaha-usaha nyata real business. Dengan hadirnya ruang-ruang usaha tersebut membawa pesantren memasukan unsur modal, memutar modal, mencari keuntungan dalam kehidupannya. Hal ini merupakan suatu loncatan fungsi pesantren dari sebelumnya hanya berorientasi pendidikan agama non profit ke arah aktivitas lainnya yang bersifat profit. Tidak berhenti sampai di situ Pesantren juga merespon dan menerima hadirnya lembaga-lembaga keuangan. Kehadiran lembaga keuangan semacan BMT Baitul Mal wa Tamwil, awalnya memang terkait dengan : isu pengelolaan dana komunitas pesantren yang tidak dapat dilakukan dengan menyerahkan kepada lembaga-lembaga keuangan bank- bank umum atau perusahaan asuransi jiwa umum ~ karena terbentur kepada syariat Islam terkait ribawi dan perjudian, namun selanjutnya disamping alasan isu tersebut lembaga keuangan hadir di pesantren karena adanya potensi pasar dari komunitas yang berkembang secara internal maupun adanya pasar eksternal yang membutuhkan lembaga ekonomi alternatif. Uraian-uraian di atas selanjutnya dapat dilihat pada tabel.1 Tabel 1. Fase, Ruang, Komunitas, penyebab, sumber Penggerak pembiayaan dan aktor Pesantren 8.6. Kapitalisme, Ekonomi Rasional Pesantren Embryonic Rational economy dan Mature Rational Economy Randall Collins 2001 mengatakan bahwa ekonomi merupakan salah satu segmen dari perubahan-perubahan sosial. Perubahan yang terbesar di penghujung abad 19 adalah ketika ekonomi dunia dikuasai oleh kapitalisme yaitu upaya manusia untuk mendapatkan keuntungan dengan melakukan kegiatan- kegiatan usaha yang dikelola secara pribadi. Kegiatan usaha yang dimaksud bukanlah sekedar perdagangan dan pertukaran barang saja dimana di dalamnya mengandung aspek kunci berupa penggunaan penghitungan akuntansi, adanya tenaga kerja yang bebas dan bisa berpindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya, adanya pengakuan hak milik pribadi, adanya pasar perdagangan yang tidak dibatasi oleh aturan-aturan yang tidak rasional, serta adanya hukum yang mengikat anggota masyarakat selain itu tedapat teknologi sebagai komponen INDIKATOR FASE I II III IV V Ruang Ekonomi Pesantren hanya terdiri dari : 1ruang Masjid dan 2 ruang Rumah kyai Ruang Masjid mengalami pemecahan menjadi ruang Masjid dan ruang Majlis, sehingga pada fase dua ini ruang – ruang pesantren menjadi : 1ruang Masjid, 2 ruang Majlis dan 3 ruang Rumah kyai. Ruang Majlis mengalami pemecahan menjadi ruang majlis dan ruang madrasah, sehingga pada fase tiga ini ruang-ruang pesantren menjadi : 1Ruang Masjid, 2 ruang majlis, 3ruang madrasah dan 4 ruang rumah Kyai. Muncul satu ruang baru diantara ruang majlis dan ruang madrasah yaitu ruang usaha internal bisa berbentuk koperasi, toko dan usaha lainnya, maka pada fase empat ini ruang-ruang pesantren menjadi : 1 ruang Masjid, 2 Ruang Majlis, 3 Ruang Madrasah, 4 ruang usaha internal, 5 ruang rumah Kyai. muncul satu ruang baru diantara ruang majlis dan ruang rumah kyai yaitu ruang kolaborasi eksternal, berbentuk usaha kerjasama resiprokal, maka fase lima ini ruang-ruang pesantren menjadi : 1 Ruang Masjid, 2 ruang majlis, 3 ruang madrasah, 4 ruang usaha internal, 5 ruang kolaborasi eksternal dan 6 ruang rumah kyai. Komunitas Komunitas pesantren hanya terdiri dari : 1Kyai dan anggota keluarganya beserta 2santri peserta suluk komunitas pesantren terdiri dari 1Jamaah masjid, 2santri dan 3keluarga kyai komunitas pesantren terdiri dari : 1 Jamaah masjid, 2 santri, 3jamaah majlis dan 4keluarga kyai komunitas pesantren terdiri dari 1Jamaah masjid, 2santri, 3jamaah majlis, 4mitra bisnis internal dan 5keluarga kyai. komunitas pesantren terdiri dari : 1 Jamaah masjid, 2santri, 3jamaah majlis, 4mitra bisnis internal, 5mitra bisnis eksternal dan 6keluarga kyai. Penyebab Katabolisme Ruang Katabolisme Masjid yang membentuk adanya majlis taklim : 1karena adanya peraturan hukum posisitif dan juga kesadaran melaksanakan hukum syariah perwakafan. 2 untuk membedakan antara komunitas yang ingin memperdalam ilmu keagamaan santri dengan komunitas pengguna masjid jamaah masjid Katabolisme Majlis disebabkan oleh : 1 adanya kebutuhan formalisasi pendidikan dalam bentuk ijazah.2 bagi yang tetap tidak mengeluarkan ijazah, madrasah digunakan sebagai tempat untuk mempersiapkan atau pendidikan dasar santri memasuki jenjang majlis kyai. Adanya kebutuhan untuk menyediakan kebutuhan sehari-hari para santri. Memanfaatkan potensi ekonomi internal. Adnya kebutuhan membangun sarana dan prasarana yang lebih moderen. Belajar dari keberhasilan memanfaatkan potensi ekonomi internal dan dampak interaksinya dengan fihak eksternal Sumber Penggerak Pembiayaan Pesantren Modal sosial melalui masjid dan Rumahtangga Kyai. Orientasi self sufficien Modal sosial melalui majlis taklim dan Rumah tangga kyai. Orientasi self sufficien. Jika terjadi surplus dikembalikan ke majlis. Modal sosial melalui majlis taklim dan penerimaan dari madrasah. Orientasi self sufficien. Jika terjadi surplus dikembalikan ke madrasah. Modal sosial melalaui majlis taklim, penerimaan dari madrasah dan keuntungan dari koperasi. Orientasi akumulasi profit. Jika terjadi surplus dididitribusikan secara proporsional ke ruang-ruang pesantren. Modal sosial melalaui majlis taklim, penerimaan dari madrasah dan keuntungan dari koperasi dan bisnis lainnya.Orientasi kumulasi profit. Jika terjadi surplus dididitribusikan secara proporsional ke ruang-ruang pesantren. Aktor dan otorisasi Kyai Kyai Kyai dan ustadz Kyai, ustadz dan pengurus koperasi Kyai, ustadz, pengurus koperasi dan pengelola Bisnis