Ornamen dalam Filosofi China

59

3. Gambaran Umum Klenteng Kwan Tee Kiong Yogyakarta

Berdasarkan sejarah, Klenteng Kwan Tee Kiong atau lebih dikenalnya Klenteng Tjen Ling Kiong merupakan Klenteng tertua di Yogyakarta yang dibangun pada tahun 1881 hingga 1907 di atas tanah sultan ground hadiah dari Sri Sultan Hamengku Buwono VIII tepatnya di Jalan Poncowinatan No. 16 Kelurahan Cokrodiningratan Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta. Uniknya bangunan Klenteng tersebut menghadap ke Selatan yang dimaksudkan untuk menghormati Kraton Yogyakarta. Pendiri tempat ibadah tersebut ialah N. V. Kian Gwan Tjan, N. V. Kiem Bo Tjan, Hiap Soen Tjan, dan Kong Sen Tjan. Klenteng tersebut menempati bangunan seluas 6244 m², yang terdiri dari bagian ruangan halaman depan, ruangan utama, ruangan samping, dan ruangan belakang. Klenteng yang terletak di Utara pasar Kranggan ini dikelola oleh Yayasan Bhakti Loka. Yayasan ini mengelola dua Klenteng Yogyakarta yaitu Klenteng Kwan Tee Kiong dan Vihara Buddha Prabha atau yang lebih dikenal dengan Klenteng Hok Tik Bio Gondomanan yang berdiri pada tahun 1991. Klenteng Hok Tik Bio lebih menekankan pada ajaran Buddhis dan merupakan tempat kebaktian kepada Hok Tik Sin atau Dewa Bumi. Sedangkan Klenteng Kwan Tee Kiong lebih menekankan pada ajaran Taoisme dan Konghucu. Dahulu semasa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VIII, Klenteng Kwan Tee Kiong Yogyakarta sempat eksis memiliki fungsi yang berbeda yaitu sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan, area untuk kebudayaan, dan olahraga. Pada tahun 1907, bangunan China tersebut selain sebagai tempat ibadah juga sebagai tempat mengenyam pendidikan. Di masa tersebut didirikan sebuah 60 bangunan Sekolah Dasar modern pertama dan diberi sebuah nama Tiong Hoa Hwee Koan THHK. Berdasarkan Akta Pendirian No. 24 tanggal 19 Juni 1907, sekolah ini mengajarkan metode pendidikan yang berbeda dengan sekolah China tradisional. Akan tetapi kelangsungan tempat pendidikan semasa Kolonial Belanda ini hanya bertahan hingga tahun 1938. Kemudian sekolah ini ditutup karena mendapat tekanan dari Pemerintah Belanda. Pada tahun 1938 - 1947, bangunan THHK yang telah mengalami keterpurukan tersebut, digunakan sebagai sekolah dan tempat ibadah serta asrama bagi para biksu. Selanjutnya memasuki tahun 1948 dikelola oleh Yayasan Pendidikan Tjoeng Hoa. Yayasan tersebut mendirikan sekolah Tie Ie Siao Siek. Akan tetapi hanya berlangsung hingga tahun 1958. Pada tahun 1959 - 1970, berubah menjadi Yayasan Pendidikan dan Pengajaran Nasional YPPN. Meskipun bangunan YPPN dan bangunan Klenteng berdempetan batas, akan tetapi fungsi dan pengelolanya berbeda. YPPN dikoordinasi dan diselenggarakan oleh sejumlah Gereja Kristen Indonesia GKI dan berfungsi sebagai tempat pendidikan, sedangkan Klenteng berfungsi sebagai tempat peribadatan masyarakat China di kota Yogyakarta yang sekarang dibawah pengelolaan Yayasan Bhakti Loka. Dengan letaknya yang berdempetan tersebut, maka tidak mengherankan jika dahulu halaman depan Klenteng sering digunakan sebagai lapangan olahraga siswa - siswi YPPN.