Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia

“Malu Aku Jadi Orang Indonesia” Di negeriku, keputusan pengadilan secara rahasia dan tid ak rahasia dapat ditawar d alam bentuk j ual-beli, kab arnya dengan sepotong SK suatu hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi.Penggalan puisi karya Taufiq Ismail Korupsi, kolusi, dan nepotisme dianggap oleh sebagian orang sudah menjadi budaya bangsa yang membuat negeri ini semakin terpuruk ke dalam kerendahan mutu sumber daya i kewajiban pegawai negeripejabat negara, juga termasuk praktik koruptif, sekalipun hal tersebut belum dikategorikan sebagai tindak pidana. Klasifikasi perbuatan koruptif dalam arti luas, termasuk di dalamnya tindakan yang tidak sesuai dengan asas umum penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. Menurut laporan yang diterima Komisi Ombudsman Nasional, Tahun 2000-2005 adalah: penyimpangan prosedur, imbalanpraktik KKN, nyata-nyata berpihak, penyalahgunaan wewenang, inkompetensi, penanganan berlarut, intervensi, pemalsuan, melalaikan kewajiban, bertindak tidak layak, dan penggelapan barang bukti. Tidak dapat disangkal bahwasannya korupsi di negeri Indonesia bukan saja disebabkan karena lemahnya upaya penegakan hukum, tetapi aparat-aparat penegak hukum itu sendiri merupakan bagian dari kerawanan korupsi, termasuk dipengadilan. Kepercayaan masyarakat terhadap dunia peradilan selama ini menurun. Hukum dan keadilan telah diperjualbelikan di pengadilan. Fakta lain dapat dilihatdari ±4600 laporan yang diterima Komisi Ombudsman Nasional periode Maret 2000 sd Maret 2005, diklasifikasi terlapor bahwa ±35 merupakan Badan Peradilan, ±13 Kepolisian dan ±9 Pemerintah Daerah dan Instansi Pemerintah. Dari tiga besar klasifikasi tersebut, terlihat ±16 merupakan penundaan berlarut, ±15 penyimpangan prosedur, dan ±15 penyalahgunaan wewenang. Sedangkan lainnya yang tak kalah menarik ±12 imbalanpraktik KKN yang juga tidak sedikit dilakukan oleh oknum pejabat publik.

2. Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia

Permasalahan korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN yang melanda bangsa Indonesia sudah sangat serius, dan merupakan kejahatan yang luar biasa dan menggoyahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejak tahun 1998, masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme telah ditetapkan oleh Mejelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagai salah satu agenda reformasi, tetapi belum menunjukkan arah perubahan dan hasil sebagaimana diharapkan. Bagaimana upaya pemberantasan korupsi di Indonesia? Apakah pemberantasan KKN melalui jalur peradilan saja dapat mengurangi praktik koruptif? Bagaimana upaya yang paling efektif yang harus dilakukan agar percepatan pemberantasan KKN itu berhasil? Siapa saja pihak-pihak yang berhak atau wajib mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia? Salah satu arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah membentuk undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya untuk membantu percepatan dan efektifitas pelaksanaan pemberantasan dan pencegahan korupsi yang muatannya meliputi: a Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 369 Gambar 2.7 Pemberantasan korupsi melalui jalur peradilan saja, tidak pernah akan dapat mengurangi praktik koruptif secara memuaskan. KPK; b perlindungan saksi dan korban; c kejahatan terorganisasi; d kebebasan mendapatkan informasi; e etika pemerintahan; f kejahatan pencucian uang; dan g Komisi Ombudsman. Dalam rangka menciptakan penyelenggaraan negara yang bersih dan berwibawa, perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN harus dihilangkan. Oleh karena itu, Indonesia menetapkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Pada tahun 2002, Indonesia menetapkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi KPK. Sebelum ada KPK, sudah terbentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara KPKPN, yakni berdasarkan Undang-Undang No. 29 Tahun 1999. Pemberantasan korupsi melalui jalur peradilan saja, tidak pernah akan dapat menanggulangi praktik koruptif secara memuaskan. Disamping itu pemberantasan korupsi melalui jalur peradilan, walaupun sangat perlu, tetapi membutuhkan waktu yang lama sekali. Hanya beberapa kasus korupsi yang diselesaikan melalui jalur peradilan. Banyak kasus korupsi yang besar dan penting sampai sekarang belum juga ada penyelesaian melalui jalur peradilan. Pengurangan praktik koruptif harus dilakukan bersama-sama dengan upaya pencegahan praktik koruptif, yaitu melalui perubahan struktur organisasi birokrasi dan melalui perbaikan birokrasi, baik kinerja maupun etikanya. Jelaslah bahwa peradilan saja tidak mampu sepenuhnya memberantas apalagi mencegah korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN. Lagi pula proses peradilan saja juga tidak akan menghasilkan good governance praktik pemerintahan yang baik. Pada dasarnya, good governance akan dapat mencegah dan memberantas praktik koruptif, termasuk kolusi dan nepotisme. Pencegahan dan pemberantasan KKN hanya dapat dicapai melalui suatu strategi yang sistemik dan yang melibatkan semua sektor kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara searah, serentak, dan simultan. Itulah sebabnya pencegahan dan pemberantasan KKN tidak mungkin hanya dibebankan pada para penegak hukum saja. Agar gerakan percepatan pemberantasan KKN itu berhasil, maka gerakan ini harus merupakan “conterted effort” oleh legislatif, eksekutif, yudikatif, lembaga pengawasan seperti BPK dan Ombudsman maupun lembaga swadaya masyarakat dan seluruh masyarakat dan warga negara Indonesia, agar tercipta suatu budaya hukum. Sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negara yang bersih, modern, adil dan sejahtera. “Asal mau, pasti bisa”, demikian kata-kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. 370 PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN “Ini jihad saya. Kalaupun saya mati saya mati syahid.” Kata-kata itu mengemuka dari mulut Khairansyah Salman, auditor investigatif BPK yang mengungkap dugaan korupsi yang melibatkan anggota KPU dan aktivis LSM Mulyana W. Kusumah Republika 134. Terkesan, bahwa Khairansyah amat serius mengungkap kasus korupsi di lembaga “terhormat” tersebut. Namun ketua BPK, Prof.Anwar Nasution justru akan menindak tegas Khairansyah, karena dinilai sebagai tindakan yang tidak prosedural. Terlepas dari ancaman terhadap karir Khairansyah, yang jelas ada ancaman keselamatan dan keamanan fisik yang lebih serius bagi Khairansyah dan keluarganya. Pasalnya, Indonesia hingga kini belum memiliki UU Perlindungan Saksi. Kemudian nasib para saksi pelapor korupsi witness ataupun whistleblower pada kasus-kasus sebelumnya juga tidak begitu indah. Bukannya disebut pahlawan, mereka malah mengalami kekerasan fisik hingga digugat balik atas dasar pencemaran nama baik.Kompas,184. Harian Republika edisi 16 Maret 2005, menyuguhkan data 11 saksi dan pelapor kasus korupsi yang malah balik diadukan dengan pasal pencemaran nama baik Sumber ICW. Pasal 15 UU No.302002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan bahwa KPK berkewajiban memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan atau memberikan keterangan mengenai tindak pidana korupsi. Perlindungan itu meliputi pemberian jaminan keamanan dengan meminta bantuan dari kepolisian atau mengganti identitas pelapor atau melakukan evakuasi termasuk melakukan perlindungan hukum. Pasal 5 ayat 1 PP No.71 tahun 2000 tentang Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi, menyebutkan bahwa setiap orang, organisasi masyarakat atau LSM berhak atas perlindungan hukum baik mengenai status hukum atau rasa aman. Pasal 6 ayat 1 PP tersebut, menyebutkan bahwa penegak hukum atau komisi wajib merahasiakan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor atau isi informasi, saran, atau pendapat yang disampaikan. Pengamanan fisik kepada pelapor dan keluarganya dapat diberikan apabila diperlukan atas permintaan pelapor, penegak hukum atau komisi. Apakah kedua peraturan tersebut dapat menjamin perlindungan hukum bagi saksi atau pelapor kasus korupsi? Di samping itu, kita patut menyambut niatan baik dari pemerintahan Presiden SBY yang mengagendakan pemberantasan korupsi sebagai salah satu agenda utama dalam pemerintahannya. Namun, niat baik tersebut tidak cukup, perlu langkah-langkah kongkret untuk mewujudkan pemberantasan korupsi. Kita semua berharap lembaga negara yang ada saat ini dan memiliki kewenangan untuk memberantas korupsi, baik upaya represif maupun preventif, dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Sehingga pemberantasan korupsi dapat berhasil atau minimal dikurangi. Untuk lebih memahami bagaimana upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, bacalah wacana berikut dan kerjakan tugas-tugas yang ada Wacana Setelah mencermati wacana di atas, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut 1. Perlukah diadakan undang-undang tentang Perlindungan Saksi? Apa alasannya? 2. Bagaimana caranya Anda melaporkan dugaan praktik koruptif? 3. Siapa saja yang seharusnya berhak mendapat perlindungan saksi? Apa alasannya? PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 371 Gambar 2.8 Seragam tahanan korupsi. Suatu Instrumen agar orang berfikir panjang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Tugas Pengamatan 1. Lakukan pengamatan melalui surat kabar, televisi, radio, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan kasus KKN dan penanggulangannya 2. Tunjukkan empat kasus yang diindikasikan termasuk dalam kategori korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN 3. Bagaimana dampak kasus-kasus tersebut bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya? 4. Bagaiman upaya yang dilakukan untuk menanggulangi KKN tersebut?

3. Instrumen Hukum Dan Lembaga Anti Korupsi a. Pengertian Anti Korupsi