Instrumen Hukum Dan Lembaga Anti Korupsi a. Pengertian Anti Korupsi

Gambar 2.8 Seragam tahanan korupsi. Suatu Instrumen agar orang berfikir panjang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Tugas Pengamatan 1. Lakukan pengamatan melalui surat kabar, televisi, radio, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan kasus KKN dan penanggulangannya 2. Tunjukkan empat kasus yang diindikasikan termasuk dalam kategori korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN 3. Bagaimana dampak kasus-kasus tersebut bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya? 4. Bagaiman upaya yang dilakukan untuk menanggulangi KKN tersebut?

3. Instrumen Hukum Dan Lembaga Anti Korupsi a. Pengertian Anti Korupsi

Istilah “anti” mempunyai arti menentang, mencegah, tidak setuju, melawan, benci, dan menolak. Misalnya obat anti mabok, artinya obat untuk mencegah supaya tidak mabok. Contoh lain, misalnya sikap anti Israel, artinya sikap menentang, membenci, dan tidak setuju dengan tindakan bangsa Israel. Anti pornografi, artinya sikap dan tindakan menentang, mencegah, tidak setuju, membenci, menolak sikap, perbuatan, penayangan gambar yang berbau pornografi. Berdasarkan contoh di atas, coba Anda simpulkan sendiri pengertian anti korupsi itu Dalam arti yang lebih luas, anti korupsi meliputi juga anti KKN Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Pengertian korupsi, kolusi dan nepotisme sudah Anda pahami, bukan? Sekarang, perhatikan gambar 4.7 Apa yang ditunjukkan pada gambar tersebut? Mengapa mereka melakukan kegiatan seperti itu? Apakah unjuk rasa masyarakat yang menentang putusan Pengadilan Negeri yang membebaskan tersangka dugaan korupsi, termasuk sikap anti korupsi? Kalau jawabanmu ya, apa alasannya? Kegiatan Ombudsman Perwakilan dewasa ini aktif melakukan kunjungan ke instansi pemerintah dan media massa untuk mengkampayekan good governance dan anti korupsi. Lembaga ini melibatkan dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh LSM maupun lembaga pendidikan. Mereka juga melakukan sosialisasi baik melalui media massa maupun talk show di beberapa radio dan televisi lokal. Di samping itu juga membangun kerjasama dengan Ombudsman Daerah dan Ombudsman Swasta untuk bersama-sama mendorong pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi. 372 PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 1946 Awal kemerdekaan - KUHP 1957 Peraturan Penguasa Militer - Tidak terstruktur - Perpu Nomor 24 Tahun 1960 1967 Tim Pemberantasan Korupsi - Preventif Represif 1971UU Anti Korupsi - UU Nomor 3 Tahun 1971 1977 Opstib Operasi Tertib - Preventif Represif 1987 Operasi Khusus Perpajakan - Preventif Represif 1998 Krisis Multidisiplin melahirkan - Tap MPR XI1998 dan VIII2001 - UU Nomor 28 Tahun 1999 - UU Nomor 31 Tahun 1999 - UU Nomor 20 Tahun 2001 2000 TGPTK - PP Nomor 18 Tahun 2000 2003 KPK - UU Nomor 30 Tahun 2002 2004 Pengadilan Tipikor - Kepres Nomor 59 Tahun 2004 2004 Percepatan Pemberantasan Korupsi - Inpres Nomor 5 Tahun 2004 2005 Tim Tastipikor - Keppres Nomor 11 Tahun 2005 Tugas Individu • Carilah informasi dari berbagai sumber koran, televisi, radio, internet tentang berbagai sikap dak kegiatan anti korupsi, termasuk anti KKN • Tulislah sedikitnya lima contoh sikap dan perbuatan anti korupsi • Laporkan secara lisan di depan kelas. • Kumpulkan hasil pekerjaanmu kepada guru untuk mendapatkan penilaian b. Instrumen Hukum Anti Korupsi 1. Perundang-undangan Anti Korupsi Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab, perlu diletakkan asas-asas penyelenggaraan negara. Hal ini dimaksudkan agar praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat dicegah. Oleh karena itu diperlukan landasan hukum pencegahan dan pemberantasan KKN. Anda Perlu Tahu Sejarah Pemberantasan Korupsi dan Dasar Hukumnya a Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Pada tahun 1998, MPR RI telah menetapkan Ketetapan MPR RI Nomor XI MPR1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Kemudian pelaksanaan ketetapan MPR ini dijabarkan dalam Undang- Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 memuat ketentuan yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme yang khusus ditujukan kepada para penyelenggara negara dan pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara. Undang-undang ini dinamakan juga undang-undang anti-korupsi, terdiri atas 10 bab dan 24 pasal. Di bawah ini dikutipkan sebagian isi UU tersebut secara utuh dan apa PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 373 adanya. Anda dapat membaca dan mencermati isi dari UU dari pasal-pasal yang ada. Berdasarkan pengamatan itu, Anda bisa menyimpulkan bahwa UU tersebut dapat dijadikan sebagai instrumen atau alat untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di Indonesia. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tersebut di atas dilaksanakan melalui 5 instrumen hukum yang terdiri dari 4 Peraturan Pemerintah dan 1 Keputusan Presiden. Kelima instrumen perundang-undangan tersebut adalah sebagai berikut. 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara. 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa. 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa. 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara. 5 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara. b Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang telah Diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang ini lahir atas dasar beberapa bertimbangan. Pertama, bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas. Kedua, bahwa akibat dari tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan yang menuntut efisiensi tinggi. Ketiga, bahwa Undang-Undang No. 3 Tahun 1973 tentang Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 terdiri atas 7 Bab dan 45 pasal. Bab I memuat satu pasal mengenai Ketentuan Umum. Bab II memuat 19 pasal mengenai Tindak Pidana Korupsi. Bab III memuat 4 pasal mengenai Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi. Bab IV memuat 16 pasal mengenai Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan. Bab V memuat 2 pasal mengenai Peran Serta Masyarakat. Bab VI memuat satu pasal mengenai Ketentuan lain-lain. Bab VII memuat dua pasal mengenai Ketentuan Penutup. Akibat dari semakin meluasnya tindak pidana korupsi yang terjadi, dipandang perlu perubahan beberapa ketentuan dan penjelasan pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 31, maka keluarlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dasar pertimbangan lebih lanjut adanya perubahan tersebut, bahwa korupsi tidak saja merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Dengan begitu tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara LUAR BIASA. Perubahan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Korupsi juga dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum, dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial ekonomi masyarakat, serta perlakukan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi. 374 PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Beberapa perubahan ketentuan tersebut antara lain: 1 Pasal 2 ayat 2 substansi tetap, penjelasan pasal diubah sehingga rumusannya sebagaimana tercantum dalam penjelasan pasal demi pasal angka 1 undang-undang ini. Berarti bahwa hukuman mati dapat dijatuhkan apabila tindak pidana korupsi yang diatur pada pasal 2 ayat 1 dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi: • penanggulangan keadaan bahaya, • bencana alam nasional, • penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, • penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan • penanggulangan tindak pidana korupsi. 2 Ketentuan pasal 5 sampai dengan pasal 12, rumusannya diubah dengan tidak mengacu pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP, tetapi langsung menyebutkan unsur-unsur yang terdapat dalam masing-masing pasal KUHP yang diacu. Dengan demikian, misalnya pasal 5, menjadi lebih jelas dan tegas, bahwa dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun danatau pidana dengan denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 dan paling banyak Rp 250.000.000,00 setiap orang yang: • memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, atau • memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksudkan di atas dipidana dengan pidana yang sama.

c. Komisi Pemberantasan Korupsi KPK 1. Latar Belakang Pembentukan KPK

Kualitas TIPIKOR atau tindak pidana korupsi semakin sistematis yang merasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat yang membawa bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional, kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga TIPIKOR merupakan KEJAHATAN YANG LUAR BIASA. Pasal 43 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menentukan: dalam jangka waktu paling lambat 2 dua tahun sejak Undang-Undang Pemberantasan Tipikor mulai berlaku tanggal 16 Agustus 1999, dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Untuk itu, pada tanggal 27 Desember 2002 Presiden Megawati Soekarnopoetri telah menandatangani dan mengesahkan, mengundangkan, serta mulai memberlakukan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Gambar 2.9 Di gedung inilah KPK bekerja untuk mengantisipasi dan mengadili pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 375 Itjen Dep Inspektorat LPND Bawasda Kepolisian Kejaksaan BPK BPKP MITRA KOORDINASI BPK BPKP Itjen Dep Bawasda Departemen, LPND, Kementerian pelayanan publik Kepolisian Kejaksaan LEMBAGA YANG DISUPERVISI BPK BPKP Itjen Dep Bawasda Departemen, LPND, Kementerian pelayanan publik Kepolisian Kejaksaan LEMBAGA YANG DISUPERVISI Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137 dan Penjelasannya dimuat di dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250. Pada tanggal 26 Desember 2003 Presiden Megawati Soekarnopoetri juga telah menandatangani Keputusan Presiden Nomor 266M Tahun 2003 yang mengangkat Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Masa Jabatan Tahun 2003– 2007. Pada tanggal 29 Desember 2003 Presiden Megawati Soekarnopoetri melantik Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi di Istana Presiden, dengan susunan: Taufiequrachman Ruki sebagai Ketua, dan Amien Sunaryadi, Syahruddin Rasul, Erry Riyana Hardjapamekas, Tumpak Hatorangan Penggabean sebagai Wakil Ketua. KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.

2. Tugas dan Kewajiban KPK