SISTEM KONSTITUSIONAL Materi Sertifikasi Dan Uji Kompetensi Guru PendidikanKewarganegaraan

keamanan dan ketertiban rakyat semata-mata. Menjaga keamanan dan ketertiban merupakan hal penting, tetapi yang lebih menentukan adalah tugas pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Ada sejumlah syarat tentang ada dan berlakunya suatu peraturan hukum. Artinya, setiap kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam sebuah peraturan hukum akan bekerja secara efektif sesuai dengan tujuan atau sasarannya dalam masyarakat apabila memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat itu adalah: Peraturan yang dibuat bukan sekedar keputusan-keputusan yang bersifat sementara. Misalnya peraturan tata-tertib sekolah tidak berlaku hanya untuk hari ini atau seminggu ini saja. a. Peraturan yang telah dibuat tersebut harus diumumkan. Diumumkan artinya bukan sekedar dipasang di papan pengumuman. Diumumkan artinya dimuat dalam lembaran negara dan disebarluaskan kepada masyarakat, atau disosialisasikan. Sosialisasi adalah kegiatan pendidikan atau penyuluhan agar masyarakat paham dan sadar terhadap hak dan kewajibannya, serta akibat-akibat hukum yang ditimbulkan dari peraturan tersebut. b. Peraturan tersebut tidak boleh berlaku surut. Artinya, peraturan tidak berlaku terhadap perbuatan yang dilakukan sebelum peraturan itu dibuat. Peraturan hukum hanya berlaku sekarang dan yang akan datang. Kalau berlaku surut, maka peraturan itu tidak dapat dijadikan pedoman tingkah laku manusia. c. Peraturan harus dirumuskan dalam bahasa yang bisa dimengerti. Peraturan hukum haruslah jelas dan tegas. Tujuannya supaya tidak ditafsirkan dalam pengertian yang bermacam-macam multi-tafsir. Hal ini untuk menjaga agar tetap ada kepastian hukum dalam masyarakat. d. Peraturan tidak boleh mengandung ketentuan yang saling bertentangan. Isi sebuah peraturan harus saling terkait dan mendukung, sebab kalau saling bertentangan akan membingungkan dalam penerapannya. e. Peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan. Peraturan dibuat untuk mengatur tingkah laku manusia, oleh sebab itu tidak boleh menuntut perbuatan yang melebihi apa yang dapat dilakukan manusia. f. Peraturan harus cocok dengan kenyataan sosial budaya yang ada di dalam masyarakat. Peraturan itu sedapat mungkin sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, dalam hal tertentu masih berlaku hukum adat. g. Peraturan harus menjamin keadilan dalam pelaksanaannya. Suatu aturan akan dipatuhi apabila memenuhi prinsip keadilan yang berlaku dalam masyarakat. Peraturan tidak boleh diskriminatif, yaitu perlakuan yang berbeda terhadap individu dan kelompok masyarakat yang berbeda. Disamping itu dalam aturan harus pula menjamin pelaksana atau aparat penegak hukum tidak berlaku pilih kasih. Bahkan tak kalah pentingnya, adalah peraturan harus memuat pula sanksi bagi aparat hukum yang melanggar peraturan itu.

2. SISTEM KONSTITUSIONAL

Indonesia adalah negara hukum. Pernyataan tegas itu dapat ditemukan pada pasal 1 ayat 3 UUD 1945: “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Salah satu unsur penting PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 349 negara hukum adalah adanya sistem tertib hukum. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Konstitusi Indonesia, kita dapat menemukan sistem tertib hukum itu, yaitu pada pasal 1 ayat 2 tentang sistem kostitusional atau sistem berdasarkan UUD. “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Jadi sistem tertib hukum dapat disebut juga sistem konstitusional. Sistem tertib hukum tersebut menghendaki adanya kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan yang menempatkan hukum atau aturan perundang-undangan pada tempat tertinggi. Sistem demikian juga disebut sebagai sistem supremasi hukum. Supremasi artinya keunggulan atau yang tertinggi. Oleh karena itu, supremasi hukum dimaknai bahwa hukum menjadi pemimpin yang tertinggi atau menjadi “panglima tertinggi” kehidupan, baik dalam sistem kemasyarakatan maupun kenegaraan. Sistem konstitusional, yang menghendaki supremasi dan tertib hukum itu sebenarnya lahir sebagai gagasan negara hukum yang sangat mendasar. Konstitusi adalah alat atau instrumen pembatasan kekuasaan. Artinya, setiap pemerintah dan penyelenggara negara lainnya dalam suatu negara tidak boleh berkuasa mutlak, tanpa batas. Demikian pun dengan organanisasi-organisasi kemasyarakatan yang ada, para pemimpinnya tidak boleh berkuasa tanpa batas terhadap para anggotanya. Jadi kekuasaan apa pun dan di tingkatan mana pun menurut sistem konstitusi harus dibatasi. Pembatas kekuasaan itu adalah hukum, dan hukum yang tertinggi adalah konstitusi UUD. Mengapa kekuasaan itu perlu dibatasi oleh hukum? Pertanyaan sederhana ini jawabannya tidak sederhana. Berdasarkan pengalaman-pengalaman di masa lalu, kekuasaan yang dijalankan oleh para raja atau para pemimpin negara selalu tidak terbatas dan mutlak absolut. Absolut artinya tidak dapat diganggu gugat. Di masa lalu, titah atau perintah raja adalah hukum, tak boleh dibantah, tidak peduli benar atau salah. Yang terjadi kemudian, para raja atau pemimpin negara menggunakan kekuasaan itu dengan sewenang-wenang. Akibatnya, para raja atau pemimpin negara berlaku lalim atau kejam. Mereka berbuat seenaknya yang menyengsarakan rakyatnya. Hak asasi manusia dilanggar dan prinsip-prinsip demokrasi dihancurkan. Berkenaan dengan prinsip demokrasi ini perlu mendapat penjelasan. Coba camkan benar-benar nalar berfikir berikut ini Demokrasi mengakui bahwa raja atau pemimpin negara berkuasa karena rakyatnya. Karena kekuasaan raja berasal dari rakyat, maka raja harus melingdungi hak-hak rakyat dan mempertanggungjawabkan pemerintahannya kepada rakyat. Pemimpin negara sepatutnya menjadi pengayom, pelingdung, serta pemberi kesejahteraan dan keadilan. Pemimpin negara yang tidak mampu menciptakan keamanan, kesejahteraan, dan keadilan, atau bahkan sengaja untuk menyengsarakan rakyatnya, maka rakyat boleh protes. Rakyat secara bersama-sama berhak menarik kembali kekuasaan yang telah diberikan kepada pemimpinnya. Berlakulah pepatah Melayu, bahwa “raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah.”

3. TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL