Semangat Keikhlasan, Pengorbanan, Pembangunan, dan Semangat Pancasila

menunjukkan dapat bersatu. ‘Dharma eva hato hanti’, bersatu karena kuat, kuat karena bersatu, itulah kalimat yang saya tidak bosan-bosan mengulangnya sama revolusi kita ini. Sebab, memang itulah rahasianya kemenangan, itulah Wahyu Cakraningratnya sesuatu bangsa yang ingin menjadi besar dan ingin menjadi jaya. Maka itu bersatulah. Semangat proklamasi adalah semangat persatuan, persatuan yang bulat- mutlak dengan tiada mengecualikan sesuatu golongan dan lapisan....” Moch. Said, 1961: 1543-1544. Hikmah apa yang kalian dapat petik dari membaca naskah pidato Bung Karno di atas? Tak lain dan tak bukan adalah modal persatuan. Bangsa yang berbhineka ini membutuhkan modal persatuan untuk dapat membangun dan mewujudkan cita-citanya. Persatuan nasional yang bulat dan mutlak Saat ini bangsa ini diuji dengan perpecahan dimana-mana. Artinya, persatuan nasional sedang mendapat tantangan dan ujian berat. Mampukah bangsa ini bersatu- padu melakukan reformasi dan membangun seperti ketika bangsa kita memproklamasikan diri pada tahun 1945? Kalian yang akan menjawabnya Tanpa persatuan nasional yang bulat dan mutlak bangsa ini tidak akan ada artinya apa-apa. Tanpa persatuan bangsa ini mudah hancur lebur berkeping-keping. Sebab, setiap persoalan yang dihadapi bangsa ini tidak mungkin dipecahkan dan diselesaikan hanya oleh suatu kelompok atau golongan. Misalnya saja, ambil satu kasus saja, yakni permasalahan korupsi. Korupsi yang melanda bangsa ini sudah sangat parah dan hampir meruntuhkan segala sendi pembangunan, meruntuhkan sendi keadilan, dan menghancurleburkan sendi perikemanusiaan. Korupsi telah menyengsarakan rakyat dengan penderitaan akibat kemiskinan dan kebodohan. Oleh kerena itu, satu- satunya cara adalah bersatu padu bulat-mutlak, semua komponen bangsa harus ikut terlibat dalam pemberantasan korupsi itu.

5. Semangat Keikhlasan, Pengorbanan, Pembangunan, dan Semangat Pancasila

Kita masih akan menelaah pidato Bung Karno, sebab dari pidatonya kita dapat menggali makna dari kedalaman hikmah kebijaksanaan yang besar. Cobalah kita cermati nukilan naskah pidato Bung Karno pada peringatan hari proklamasi 17 Agustus 1951 berikut ini Saudara-saudara...hal ‘kemakmuran’ dan ‘keadilan sosial’ ini cita-cita kita bukan cita-cita yang kecil. Manakala revolusi Perancis, misalnya, adalah revolusi untuk membuka pintu buat kapitalisme dan imperialisme, maka revolusi kita adalah justru untuk menjauhi kapitalisme dan imperialisme. Tetapi seperti sudah puluhan, ratusan kali saya katakan: Revolusi bukan sekedar kejadian sehari bukan sekedar satu evenement; revolusi adalah suatu proses, suatu proses destruktif dan konstruktif yang gegap-gempitanya kadang-kadang memakan waktu puluhan tahun. Proses destruktif kita boleh dikatakan sudah selesai, proses konstruktif kita, sekarang baru mulai. Dan ketahuilah, proses konstruktif ini memekan banyak waktu dan banyak pekerjaan. Ya, banyak pekerjaan. Banyak pemerasan tenaga dan pembantingan tulang Banyak keringat Adakah di dalam sejarah tercatat suatu bangsa menjadi bangsa yang besar dan makmur zonder banyak mencucurkan keringat? Tempo hari saya membaca tulisannya seorang bangsa asing yang mengatakan bahwa “mempelajari sejarah adalah tiada guna.” “History is bunk”, demikian katanya. Tetapi saya berkata: justru dari menelaah sejarah itulah kita dapat menemukan beberapa hukum pasti yang menguasai kehidupan bangsa-bangsa. Salah satu daripada hukum-hukum itu ialah tidak ada kebesaran dan kemakmuran yang jatuh begitu saja dari langit. Hanya bangsa yang mau bekerjalah menjadi bangsa yang makmur. Hukum ini berlaku buat segala zaman, buat segala tempat, buat segala warna kulit, buat segala agama atau ideologi. Ideologi yang mengatakan bahwa bisa datang kemakmuran zonder tanpa, pen kerja adalah ideologi yang bohong. Semangat 17 Agustus 1945 adalah semangat keikhlasan. Semangat pengorbanan. Semangat persatuan, semangat Pancasila. Semangat pembangunan, - membangun 302 PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN negara dan masyarakat dari ketiadaan. Pada tanggal 17 Agustus 1945 itu kita sungguh tidak mempunyai apa-apa melainkan rancangan Undang-undang Dasar, lagu Indonesia Raya, Bendera Merah Putih, secarik kertas proklamasi. Tetapi pada waktu itu hidup dalam kalbu kita, - hidup betul-betul suci murni dalam kalbu kita semangat Pancasila Karena itulah kita pada waktu itu ikhlas. Karena itulah kita pada waktu itu bersatu dan tidak dengki mendengki seperti sekarang. Karena itulah kita pada waktu itu sedia berkorban.” Moch. Said, 1961: 1568-1570. Untaian naskah pidato Bung Karno tersebut di atas serasa masih baru kita dengarkan. Apa yang disampaikan dalam pidato tersebut ternyata masih relevan, masih sesuai, masih cocok dengan kondisi bangsa kita di hari-hari ini. Bangsa kita hari-hari ini dan ke depan masih membutuhkan semangat keikhlasan, pengorbanan, pembangunan, dan semangat Pancasila. Kondisi persoalan bangsa di tahun-tahun belakangan ini begitu banyak, terasa sesak berdesak- desak ingin dipecahkan. Tetapi persoalan kemarin belum dapat diatasi, ternyata telah muncul berpuluh-puluh persoalan baru yang lebih rumit dan susah dipecahkan. Sebuah contoh kasus adalah persoalan kemiskinan yang tak habis-habisnya mendera masyarakat kita. Segala usaha telah dilakukan tetapi belum membuahkan hasil, bahkan akhir- akhir ini muncul persoalan penyakit busung lapar di berbagai daerah. Akan bangsa ini berputus asa dan tenggelam dalam permasalahan? Tentu tidak, sebab sebenarnya tiada masalah yang tak dapat dipecahkan. Permasalahannya, untuk memecahkan masalah itu dibutuhkan semangat keikhlasan, pengorbanan, pembangunan, dan semangat Pancasila yang akhir-akhir ini mulai meluntur.

6. Jiwa Merdeka Nasional