2. Sejarah Perkembangan Hukum Internasional
Sejarah perkembangan hukum internasional dapat dibagi dalam beberapa periode sebagai berikut.
a. Periode memperjuangkan hak hidup negara-negara kebangsaan. Hal tersebut ditandai oleh adanya Perjanjian West Phalia pada tahun 1647.
b. Periode konsolidasi dan inasyarakat internasional. Kondisi ini ditandai oleh adanya Konferensi Perdamaian di Den Haag pada tahun 1899 dan pada tahun 1907.
c. Periode emansipasi politik negara-negara terjajah ke dalam masyarakat internasional sebagai negara merdeka. Kenyataan ini diwujudkan melalui organisasi internasional
yang bersifat global, yaitu adanya Liga Bangsa-Bangsa LBB dan Perserikatan Bangsa- Bangsa PBB.
d. Dekade hukum internasional yang ditandai oleh efektivitas sanksi- sanksi hukum internasional. Kenyataan ini dapat dilihat dalam fenomena internasional dalam
dasawarsa sembilan puluhan 1990. Sebelum munculnya negara-negara kebangsaan, sebenarnya sudah banyak ahli
yang mempelajari hukum internasional sebagai ilmu pengetahuan. Dengan sendirinya teori hukum internasional tersebut didasarkan pada situasi masyarakat pada waktu itu,
yaitu dalam bentuk yang masih sederhana tetapi pemikiran-pemikiran mereka banyak dijadikan acuan dalam melihat persoalan hukum internasional dewasa ini. Tokoh-tokoh
yang mengembangkan hukum internasional sebagai ilmu tersebut, antara lain sebagai berikut.
a. Fransisco Victoria 1486-1546, yang menyatakan bahwa hukum internasional meliputi
seluruh umat manusia dan hukum internasional bersandar pada hukum kodrat. Hukum kodrat hanya memuat asas-asasnya dan pelaksanaanya diserahkan kepada
penjanjian. Pandangan Fransisco Victoria tersebut dipengaruhi oleh agama yang dianutnya ialah agama Katolik.
b. Fransieco Suarez 1548-1617, yang merumuskan bahwa ius gentium dalam pengertian hukum Romawi sebagai hukum yang meliputi peraturan-peraturan untuk
bermacam-macam Bangsa. Oleh karena itu, ius gentium hanya dapat diubah atau dihapus oleh persesuaian kehendak dan masyarakat bangsa-bangsa secara
keseluruhan. Dasar mengikatnya ius gentium adalah pacta sunt servanda. Artinya perjanjian harus dihormati. Dengan demikian dalam pandangan Fransisco Suanez
yang dimaksud dengan hukum internasional adalah ius gentium.
c. Alberico Gentili 1552-1608, yang menyatakan bahwa dalam permulaan hukum
internasional perang merupakan keadaan normal, sedangkan damai, merupakan keadaan pengecualian. Alberico Gentili juga membuat sistematika hukum
internasional yang terdiri atas: 1 persoalan perang adil; 2 persoalan hukum penjanjian; 3 persoalan retralitas; 4 persoalan hukum laut; 5 persoalan
perwakilan diplomatik; dan 6 persoalan kewasitan.
d. Hugo de Groot 1583-1645 yang dikenal dengan nama lain Grootius. Ia adalah seorang Calvinis. Bukunya yang terkenal adalah .De Jure Belil Ac Pacts Hukum
Perang dan Damai. Pandangannya menyatakan bahwa sistem hukum internasional didasarkan pada hukum alam yang terlepas dari agama dan gereja. Ia memberi
tempat yang penting terhadap negara-negara nasional dalam hukum internasional.
Apa yang telah diuraikan oleh tokoh-tokoh hukum internasional tersebut dilanjutkan oleh tokoh-tokoh berikutnya sepenti Zouche, Pfuffendorf, Bynkershoek, Christian Wolf,
Von Martens, dan Emerich Vattel. 3. Hakikat Hukum Internasional
Apakah hukum internasional itu benar-benar hukum? Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu diperhatikan pandangan dari John Austin yang menyatakan bahwa hukum
internasional bukanlah hukum dalam arti yang sebenarnya, melainkan suatu kitab undang-undang tentang aturan-aturan perilaku kekuatan moral. Pendapat Austin ini
434
PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Hukum Alam
Hukum Internasional
mendapat dukungan dari beberapa orang, antara lain dari Thomas Hobbes, Pfuffendorf, dan Bentham.
Pendapat Austin mi didasarkan pada pengertiannya tentang hukum. Hukum menurutnya adalah hasil surat-surat perintah dari otoritas legislatif yang tegas. kelemahan
pandangan ini terletak pada persoalan kelembagaan. Artinya, hukum harus merupakan produk sebuah lembaga legislatif.
Pandangan Austin tersebut tidak dapat dibenarkan sebab dalam kenyataannya hukum internasional berfungsi sebagai hukum koordinatif dalam masyarakat
internasional. Hukum internasional sebagai hukum dinyatakan mengikat masyarakat Internasional dengan dasar-dasar teoretik sebagai berikut.
a. Teori Hukum Alam
Teori ini menyatakan bahwa hukum internasional tidak lain merupakan hukum alam yang diterapkan pada masyarakat Bangsa- Bangsa. Tokoh yang mengembangkan teori
ini ialah Grotius. Konstruksi teori tnt dapat digambarkan dalam skema di bawah ini.
b. Teori Positivisme
Teori ini menggariskan bahwa hukum internasional mengikat karena adanya kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional. Teori ini
dikembangkan dengan mendasarkan pada filsafat Hegel. Namun dalam kenyataannya ada beberapa variasi dalam pengembangan teori ini sesuai dengan tokoh yang
mengembangkannya.
1 George Jellineok menyatakan bahwa hukum internasional dipandang sebagai sesuatu yang telah diterima dan telah membatasi diri secara sukarela autolimitaion.
2 Zorn dengan pendapatnya bahwa hukum internasional sebagai bagian dan hukum nasional hukum tata negara yang mengatur hubungan luar negara.
3 Trieppel berpendapat bahwa kekuatan mengikat hukum internasional berasal dan kemauan bersama negara-negara vereinbarung.
4 Anzilotti menyatakan bahwa kekuatan mengikat hukum internasional adalah pacta aunt aervanda.
c. Teori Madzab Wiena
Teori ini berpendapat bahwa kekuatan mengikat hukum internasional didasarkan pada suatu kaidah yang lebih tinggi dan sebagai puncaknya adalah kaidah dasar
grundnorm. Tokoh teori ini ialah Hans Kelsen dengan pendapatnya bahwa kaidah dasar tersebut adalah pacta sunt servanda.
d. Teori Madzab Prancis
Teori ini menyatakan bahwa dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional adalah fakta-fakta kemasyarakatan. Tokoh yang mengembangkan teori ini antara lain
Fauchile, Scelle, den Leon Duquit. Teori ini dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut.
PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
435
Volunterim
Pandangan terhadap Hukum Internasional
Objektivisme Kemauan
Negara Positivism
e Dualisme
Terlepasnya dari
Kemauan Negara
Hukum Alam Mzh. Wiena
Mzh. Perancis
Monisme
4. Hubungan Antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional Hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional dapat digambarkan
dalam skema berikut ini.
Aliran Dualisme menyatakan, bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah. Alasan yang mendukung Aliran Dualisme
tersebut adalah: a. Sumber hukum yang digunakan oleh hukum internasional dan hukum nasional
berlainan. Hukum nasional bersumberkan kepada kemauan warga negara kemauan negara itu sendiri. Sedangkan hukum internasional melandaskan diri kepada
kemauan bersama dan negara-negara. b. Subjek hukum dari hukum internasional berbeda dengan subjek hukum dari hukum
nasional. Subjek hukum dari hukum nasional adalah perorangan individu dan subyek hukum dari hukum internasional yang terutama adalah negara.
c. Dilihat dan tata hukumnya, lembaga hukum dalam hukum nasional lebih sempurna dibandingkan dengan lembaga hukum dalam hukum internasional.
d. Dalam kenyataan, daya laku hukum nasional tidak terpengaruh pada hukum internasional.
Sebagai akibat dianutnya Aliran Dualisme tersebut terdapat konsekuensi- konsekuensi sebagai berikut.
a. Hukum nasional tidak didasarkan kepada hukum internasional, demikian berlaku untuk sebaliknya.
b. Tidak terdapat pertentangan antara hukum nasional dan hukum internasional. c. Hukum internasional memerlukan transformasi untuk menjadi hukum nasional.
Aliran Monisme menyatakan, bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan kesatuan sistem hukum. Sebagai kesatuan hukum antara hukum
internasional dan hukum nasional dalam praktiknya terdapat pengutamaan-pengutamaan. Pengutamaan hukum internasional atau hukum nasional dalam Aliran Monisme dapat
dilihat dalam skema berikut ini.
Persoalan Negara Persoalan
Manusia
Makhluk Sosial
436
PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Aliran monisme dengan primat pada hukum nasional menyatakan, bahwa hukum internasional merupakan kelanjutan dan hukum nasional. Atau hukum internasional
merupakan hukum nasional untuk urusan luar negeri. Alasan pandangan ini kanena 1 tidak ada organisasi di atas negara dan 2 hukum internasional mengikat karena adanya
wewenang negara wewenang konstitusional untuk
mengadakan perjanjian internasional. Kelemahan dipraktikkannya aliran monisme dengan primat hukum nasional
ini adalah 1 hanya memandang hukum yang tertulis saja dan 2 menyangkal adanya hukum internasional.
Aliran monisme dengan primat hukum internasional menyatakan, bahwa: 1 hukum nasional bersumber pada hukum internasional, 2 hukum internasional lebih
ttnggt dari hukum nasional, dan 3 hukum nasional tunduk pada hukum internasional dengan pendelegasian. Alasan yang mendasari pemikiran aliran monisme dengan primat
hukum tnternasional ini talah logis bahwa hukum internasional yang lebih luas cakupannya dibanding hukum nasional memiliki kedudukan yang lebih tinggt dari hukum
nasional. Namun dalam praktiknya pandangan ini juga tidak terlepas dari kelemahan- kelemahan berikut: 1 kenyataan hukum internasional tidak lebih dulu ada dibanding
hukum nasional dan 2 kekuatan mengikat hukum nasional tidak berasal dari hukum internasional.
Akibat yang timbul dengan dianutnya aliran monisme dalam melihat hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional adalah dimungkinkannya hubungan
hirarkhis antara keduanya. Bagaimanakah praktik dari beberapa negara dalam melihat hubungan antara hukum
internasional dan hukum nasional dapat diamati dari praktek hukum masing-masing negara tersebut. Dalam hal ini dimungkinkan adanya perbedaan prinsip yang dianut oleh
tiap-tiap negara dalam menerapkan hukum internasional ke sistem hukum nasionalnya.
5. Sumber Hukum Internasional