Ringkasan Hasil Estimasi Model Desentralisasi Fiskal Sumatera Utara

meningkatkan berarti ada peningkatan permintaan agregat dalam perekonomian atau dengan kata lain terjadi ekspansi ekonomi melalui sektor pemerintah dan swasta yang menciptakan demand pull infaltion. Upah berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap Tingkat Inflasi. Temuan berbeda di Sulawesi Selatan, dimana tingkat upah justru dapat menekan tingkat inflasi Sinaga dan Siregar 2005. Faktor lain yang cukup menentukaan perilaku Inflasi adalah kejadian krisis moneter tahun 1998 . Krisis tersebut menyebabkan tingkat inflasi hingga 80 pada tahun tersebut. Krisis dimaksud telah merusak seluruh sektor ekonomi dengan menyebabkan biaya ekonomi tinggi pada semua sektor ekonomi yang pada gilirannya meningkatkan inflasi. Perilaku inflasi di beberapa daerah dapat dilihat pada Lampiran 13 Tabel 11. Tabel 50. Hasil estimasi Perilaku Inflasi di Daerah INFLADA No Variable Parameter Estimate T for H0: Parameter=0 Prob |T| Elatisitas Jk.Pendek Jk. Pnjang 1 I NTERCEP 5 . 3 5 7 0 9 5 6 . 8 4 0 0 . 0 0 0 1 - - 2 TGEXP 0 . 0 0 0 0 1 2 7 4 7 3 . 9 7 9 0 . 0 0 0 1 0 . 0 6 8 8 1 - 3 I NVDA 0 . 0 0 0 0 1 6 3 2 4 5 . 5 5 4 0 . 0 0 0 1 0 . 1 3 6 6 5 - 4 UPAHDA 0 . 0 0 0 0 9 0 6 3 5 0 . 3 8 5 0 . 7 0 0 9 0 . 0 1 6 8 9 - 5 DK9 8 7 5 . 9 3 2 6 6 9 8 5 . 0 4 6 0 . 0 0 0 1 - - F-Hitung: 1821.951 ; R 2 : 0.9712 D-W: 2.265

6.5. Ringkasan Hasil Estimasi Model Desentralisasi Fiskal Sumatera Utara

Kinerja Fiskal Kemampuan atau kinerja fiskal daerah amat ditentukan oleh tingkat perekononomian dan Fiskal Gap daerah tersebut. Semakin baik perekonomiannya maka kinerja fiskalnya semakin baik, juga sebaliknya. Temuan ini sesuai dengan teori ekonomi makro dimana; penerimaan pajak suatu negara adalah fungsi dari pendapatannya Lampiran 14 Tabel 1. Semakin besar Fiskal Gap daerah, maka usaha fiskal tax effort semakin besar. Pemerintah daerah berada dalam kondisi underpressure untuk meningkatkan penerimaan dari daerah sendiri bilamana defisit semakin besar Besarnya tranfer dari pusat amat ditentukan oleh tingkat perekonomian daerah, pendapatan asli daerah, luas daerah, jumlah pegawai negeri dan jumlah orang miskin. Makin tinggi tingkat perekonomian dan pendapatan asli daerah, maka makin kecil nilai transfer, sebaliknya berlaku. Makin luas suatu daerah , jumlah pegawai negeri yang besar dan makin banyak jumlah orang miskin maka makin besar nilai trasnfer pusat ke daerah. Temuan menarik lainnya, jumlah transfer tahun lalu berpengaruh pada nilai transfer tahun berjalan. Pengeluaran Pemerintah amat dipengaruhi oleh besarnya penerimaan, luas wilayahnya dan jumlah pengeluaran tahun sebelumnya. Penerimaan menentukan pengeluaran sesuai dengan teori konsumsi Keynesian. Daerah yang luas membutuhkan biaya operasional pemerintahan maupun biaya pembangunan yang besar karena biaya transaksi dan transportasi yang lebih besar. Ada suatu komitmen pemerintah daerah agar kinerja pemerintah tahun sekarang tidak kalah dengan tahun lalu, sehingga ada suatu target politik dimana pengeluaran pemerintah tahun berjalan tidak lebih rendah dari tahun lalu. Kinerja Infrastruktur dan Investasi Pembangunan Infrastruktur amat dipengaruhi oleh penerimaan daerah dan nilai Investasi yang masuk ke daerah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur ini tidak semata-mata dilakukan oleh pemerintah namun juga oleh swasta. Ada indikasi peran swasta membesar tidak hanya dalam produksi barang dan jasa namun juga menyediakan infrastuktur untuk meningkatkan produktivitas daerah secara keseluruhan . Nilai Investasi swasta yang masuk ke Sumatera Utara amat ditentukan oleh upah dan tingkat bunga. Upah yang relatif tinggi berarti biaya produksi ymang tinggi akan menjadi disinsentif bagi investor. Tingkat bunga yang tinggi, yang berarti tingkat kepastian berusaha rendah akan mengurangi minat investasi Lampiran 14 Tabel 2. Jaminan kepastian berusaha termasuk keamanan serta tingkat upah yang proporsional adalah dua faktor utama yang menentukan nilai investasi ke Sumatera Utara. Sedangkan tingkat perekonomian tidak terlalu menjadi perhatian investor, karena secara tradisional memang secara ekonomi Sumatera Utara merupakan daerah yang potensial dan merupakan daerah dengan PDRB lima besar se Indonesia sesudah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten. Kinerja Perekonomian 6.5.3.1. Produk Domestik Regional Bruto PDRB Pencapaian atau kinerja PDRB ditentukan oleh besar kecilnya kegiatan sektor pemerintah yang direpresentasikan oleh Pengeluaran Pemerintah, juga kegiatan sektor swasta yang direpresentasikan melalui Investasi dan juga ditentukan oleh banyak Pekerja yang terlibat dalam perekonomian Lampiran 14 Tabel 3.

6.5.3.2. Penciptaan Kesempatan Kerja

Penciptaan Lapangan Kerja secara bersama-sama dipengaruhi oleh tingkat perekonomian yang direpresentasikan oleh PDRB, juga oleh maraknya kegiatan sektor pemerintah yang direpresentasikan oleh Pengeluaran Pembangunan dan yang tidak kalah pentingnya dalah besarnya Tingkat Upah . Kegiatan perekonomian dan aktivitas sektor pemerintah yang semakin tinggi akan menciptakan lapangan kerja baru, sedangkan tingkat upah tinggi akan meningkatkan pengangguran. Ditemukan adanya peningkatan pengangguran yang signifikan sesudah desentralisasi fiskal.

6.5.3.3. Tingkat Inflasi

Tingkat inflasi sangat ditentukan oleh besarnya Pengeluaran Pemerintah ,Investasi, Tingkat Upah dan kejadian khusus krisis moneter tahun 1998. Semakin marak kegiatan sektor pemerintah dan swasta akan meningkatkan pula inflasi. Karena adanya efek penjalaran contangion effect dari krisis ekonomi dan moneter tahun 1998, krisis tersebut telah mempengaruhi seluruh kegiatan ekonomi dan berakibat pada tinggi biaya ekonomi disemua sektor yang pada gilirannya adalah naik harga-harga secara umum hingga tahun 2003.

6.5.3.4. Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan yang diukur dengan angka koefisien variasi menunjukkan bahwa disparitas antara kabupaten relatif lebih kecil dibanding dengan antara kota. Namun yang menarik adalah ada kecenderungan pemerataan yang semakin baik di kabupaten dan juga di kota, dengan catatan bahwa laju pemerataan antar kabupaten relatif lebih baik dibandingkan di kota selama periode penelitian, yang ditunjukkan oleh koefisien variasi yang cenderung mengecil di kedua daerah Tabel 51. Perlu dicatat bahwa distribusi pendapatan dimaksud disini bukanlah persaman struktural, sehingga tidak dapat diketahui variabel yang mempengaruhi perubahan distribusi pendapatan tersebut. Pada bagian berikut akan dievaluasi dampak desentralisasi fiskal, khususnya DAU terhadap distribusi pendapatan di daerah kabupaten dan kota. Tabel 51. Perkembangan PDRB dan Distribusi Pendapatan di Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1990-2003 Tahun PDRB Kabupaten Kota Rata-rata Juta Rp Simp. Baku Koefisien Variasi Rata-rata Juta Rp Simp. Baku Koefisien Variasi 1990 773626.3 511438.6 0.661093 669967.7 122967.9 1.835430 1991 830360.8 544667.7 0.655941 720028.3 130887.6 1.817812 1992 881438.0 577477.8 0.655154 795346.3 145457.9 1.828862 1993 1137664.9 645732.2 0.567594 968310.8 167721.9 1.732109 1994 1244952.8 705157.6 0.566413 1044832.9 178958.1 1.712791 1995 1377224.6 793189.8 0.575934 1120849.4 190216.0 1.697070 1996 1493565.0 855222.4 0.572605 1226745.5 208831.6 1.702322 1997 1582557.2 922916.2 0.583180 1314132.2 225337.1 1.714722 1998 1533138.9 888903.9 0.579793 1106432.9 183251.3 1.656235 1999 1588385.7 930476.3 0.585800 1145789.4 189485.8 1.653758 2000 1654513.4 986986.6 0.596542 1206468.0 199973.0 1.657507 2001 1726423.5 1042011.0 0.603566 1276280.3 211449.7 1.656766 2002 1802135.0 1088354.0 0.603925 1336664.7 220847.1 1.652225 2003 1896510.7 1117755.0 0.589375 1399969.7 230662.2 1.647623 Sumber: Statisitik Keuangan Daerah Sumut 2004

VII. EVALUASI DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL

TERHADAP KINERJA FISKAL DAN PEREKONOMIAN DAERAH TAHUN 1990 – 2003 Analisis dampak dilakukan dengan simulasi alternatif kebijakan dan faktor eksternal sesuai dengan tujuan penelitian yaitu ; mengkaji dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap kinerja fiskal dan perekonomian daerah kabupaten dan kota. Analisis dampak pada periode 1990-2003 disebut simulasi historis.

7.1. Hasil Validasi Model

Dalam rangka menghasilkan model yang dapat digunakan untuk peramalan masa datang, maka langkah selanjutnya dilakukan νalidasi model untuk mengetahui daya prediksinya. Dalam hubungan itu telah dilakukan berbagai pengujian dengan RMSPE root means square percent error, U –Theil dengan dekomposisinya yaitu 1 proporsi bias UM, 2 proporsi νariasi US , 3 proporsi kovarians UC, 4 proporsi bias regresi UR dan 5 proporsi distribusi. Suatu model dikatakan baik daya prediksinya jika UM, US dan US nilainya mendekati Nol, serta UC dan UD mendekati satu. Semua persamaaan memiliki nilai-nilai UM, US dan UR mendekati nilai Nol, sedangkan nilai-nilai UD dan UC mendekati satu. Pada Umumnya mayoritas persamaan memiliki nilai U-Theil lebih kecil atau sama dengan 0.2. Hasil ini menunjukkan bahwa semua persamaan memiliki penyimpangan simulasi yang bersifat non sistematik. Dengan demikian, dari sisi statistik model layak digunakan untuk simulasi peramalan. Hasil validasi model dengan menggunakan data tahun 1990-2003 dapat dilihat pada Lampiran 12 Tabel 1 dan 2. Dengan memperhatikan validitas model, maka dilakukan simulasi pada wilayah Kabupaten dan Kota. Pilihan