Tiga variabel utama Produk Domestik Regional Bruto, Penyerapan Tenaga Kerja, dan Inflasi dibangun dalam bentuk persamaan struktural.
Sedangkan variabel Distribusi Pendapatan dibangun sebagai persamaan identitas dan dihitung diluar sistem persamaan simultan dengan alau ukur koefisien variasi
coeficient of variation sebagaimana dilakukan oleh Saefudin, namun berbeda dengan Nanga 2006 dan Usman 2006 yang menggunakan Indeks Gini dan
Sumedi yang memakai Indeks Williamsons. Perbedaan lainnya tentu saja pada spesifikasi modelnya sebagai akibat dari perbedaan fenomena kedaerahan dan
respon implementasi fiskal di Sumatera Utara. Kerangkan berfikir dalam pembentukan blok-blok tersebut akan diuraikan
berikut ini;
3.4.1. Blok Fiskal Daerah
Pajak Daerah secara teoritis dipengaruhi oleh tingkat pendapatan daerah atau yang dikenal dengan Produk Domestik Regional Bruto PDRB, juga oleh
selisih antara penerimaan dengan pengeluaran daerah yang dikenal dengan Fiskal gap. Diduga kuat juga adanya kondisi psikologis bagi pemerintah daerah yaitu
bahwa target perolehan pajak tahun berjalan sekurang-kurang tidak lebih rendah dari perolehan tahun lalu LTAXDA. Jumlah Kenderaan bermotor adalah juga
sebagai salah satu sumber penerimaan melalui pajak kenderaan bermotor. Penerimaan pajak dari kenderaan bermotor, diduga berkorelasi kuat dengan
jumlah kenderaan bermotor yang ada MOTOR. Sesudah kebijakan otonomi , daerah diberi kebebasan menggali sumber-sumber pembiayaan pembangunan
dari daerah sendiri antara lain melalui perluasan basis pajak. Oleh sebab itu
diduga kuat bahwa ada peningkatan dan perbedaan yang signifikan pada pos penerimaan Pajak Daerah antara sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal. Untuk
mengakomodir hal itu dibuat peubah dummy yang disebut sebagai Dummy Desentralisasi Fiskal DDF.Dengan demikian perilaku Pajak Daerah dibangun
sebagaimana pada persamaan 1. Besarnya Retribusi sebagai salah satu sumber penerimaan penting daerah
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan daerah PDRB. Masyarakat dengan pendapatan yang tinggi tentu akan mampu memberikan retribusi yang tinggi pula
kepada daerahnya. Sebaliknya, masyarakat dengan pendapatan yang rendah kemampuan membayar retribusi rendah pula. Faktor penting lainnya yang
menentukan besarnya retribusi adalah jumlah kederaaan bermotor MOTOR. Penerimaan Retribusi diduga kuat seiring dengan meningkatnya penduduk. Fiskal
gap FISGAP juga diduga kuat berpengaruh pada perilaku pemerintah daerah dalam usaha dan tentu besarnya penerimaan daerah dari retribusi. Besarnya
penerimaan Retribusi tahun lalu LRETRIB secara psikologis akan menentukan dan mempengaruhi usaha-usaha pemerintah daerah untuk setidak-tidaknya
mencapai perolehan yang sama pada tahun berjalan. Keleluasan pemerintah daerah untuk menerbitkan PERDA guna meningkatkan sumber pembiayaannya
antara lain dari Retribusi sudah tentu akan meningkatkan penerimaan Retribusi yang berbeda dan signifikan antara sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal.
Untuk itu dibuat pula peubah dummy yaitu Dummy Desentralkisasi Fiskal DDF. Atas dasar pemahaman sebagaimana disebut diatas dibangunlah persamaan
perilaku retribusi daerah sebagaimana pada persamaan 2.
Dana Alokasi Umum DAU yang merupakan transfer dari pemerintah pusat dan salah satu instrumen penting desentralisasi fiskal secara normatif
besarnya dipengaruhi antara lain oleh Produk Domestik Regional Bruto PDRB, Pendapatan Asli Daerah PAD, Luas Wilayah LUAS, Jumlah Penduduk Miskin
MISKIN, Jumlah Pegawai BPEGAWAI. Dalam perhitungan DAU ada yang disebut dengan Alokasi Minimum yang artinya DAU tahun berjalan sedemikian
rupa sehingga jumlahnya tidak boleh kurang dari DAU tahun lalu LDAU. Secara nominal, pada awalnya DAU adalah penjumlahan antara SDO Subsisdi
Daerah Otonom dan Dana INPRES. Diduga kuat ada peningkatan DAU yang besar dan siginifikan tahun 2001 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Untuk
itu dibuat peubah dummy yaitu Dummy Desentralisasi Fiskal DDF. Atas dasar pemahaman itu dibangunlah persamaan perilaku DAU sebagaimana pada
persamaan 4. Bagi Hasil Pajak, sebagai mana DAU adalah instrumen desentralisasi
fiskal yaitu mendaerahkan anggaran negara. Bagi Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan penting daerah. Besarnya Bagi Hasil Pajak yang diterima
daerah dipengaruhi oleh Produk Domestik Regional Bruto PDRB. Luas Wilayah LUAS. Secara faktual, perolehan pajak tahun berjalan selain ditentukan oleh
PDRB juga ditentukan oleh apa yang disebut “variabel target” yaitu perolehan pajak tahun berjalan setidaknya sama dengan perolehan tahun lalu LBHP.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya,bahwa Bagi Hasil Pajak yang diatur melalui Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah UU No.25 Tahun 1999 membagikan
Hasil Pajak dengan porsi yang lebih besar dibandingkan UU N0.32 Tahun 1956.
Dengan demikian diduga kuat adanya peningkatan yang signifikan penerimaan dari Bagi Hasil Pajak sesudah desentralisasi Fiskal dibandingkan dengan sebelum
desentralisasi fiskal DDF. Atas pemahaman tersebut dibangunlah persamaan Bagi Hasil Pajak sebagaimana pada persamaan 5.
Pengeluaran Rutin adalah semua pengeluaran yang digunakan untuk biaya operasional pemerintahan di daerah. Besarnya Pengeluaran Rutin ini dipengaruhi
oleh besarnya Total Penerimaan Daerah utamanya oleh Dana Alokasi Umum DAU, Pendapatan Asli Daerah PAD, Pengeluaran Rutin tahun lalu
LRUEXP. Adanya peningkatan yang cukup signifikan antara Penerimaan Pemerintah Daerah sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal, diduga akan
mempengaruhi peningkatan Pengeluaran Rutin secara signifikan sesudah desentralisasi fiskal. Oleh sebab itu dibangun peubah dummy , yaitu Dummy
Desentralisasi Fiskal untuk Pengeluaran Rutin DDF. Atas dasar pemahaman tersebut dibangun persaman struktural Pengeluaran Rutin sebagaimana pada
persamaan 7. Pengeluaran Pembangunan adalah semua pengeluaran pemerintah daerah
yan bukan rutin. Artinya semua pengeluaran yang dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas produksi di daerah. Besarnya pengeluaran ini diduga
dipengaruhi oleh ketersediaan pembangunan Infrastruktur di daerah INFRAS. Semakin baik infrastruktur di daerah maka daya serap daerah terhadap
Pengeluaran Pembangunan akan semakin besar. Sebaliknya daerah dengan infrastruktur yang jelek akan menyulitkan daerah untuk “menghabiskan”
Pengeluaran Pembangunannya. Dana Alokasi Umum sebagai salah satu sumber
utama penerimaan daerah dari pemerintah pusat diduga juga mempengaruhi Pengeluaran Pembangunan. Pendapatan Asli Daerah PAD yang merupakan
sumber penerimaan utama dari daerah sendiri juga diduga mempengaruhi Pengeluaran Pembangunan. Luas Daerah LUAS yang merupakan wilayah
administratif dan kekuasaan pemerintah daerah tentu secara normatif akan menentukan kebutuhan Pengeluaran Pembangunan. Daerah yang luas tentu akan
membutuhkan biaya pembangunan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan daerah yang relatif sempit. Secara normatif pula diduga selalu ada usaha-usaha
pemerintah daerah untuk dapat memperoleh Pengeluaran Pembangunan tahun berjalan tidak lebih kecil dari Pengeluaran Pembangunan Tahun lalu
LDEVEXP. Atas dasar pemahaman tersebut dibentuklah persamaan perilaku Pengeluaran Pembangunan sebagaimana pada persamaan 8.
3.4.2. Blok Investasi dan Pembangunan Infrastruktur