meningkat di kabupaten 1.68 dan di kota 2.03. Distribusi pendapatan membaik masing-masing -1.24 di kabupaten dan -1.14 di kota. Inflasi yang
terjadi relatif kecil jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi, masing- masing 0.04 di kabupaten dan 0.26 di kota.
7.2.9. Simulasi 9: Peningkatkan PAD 10 dan Pengeluaran Pembangunan 2.38
Pengeluaran Pemerintah penting lainnya selain Pengeluaran Rutin adalah Pengeluaran Pembangunan. Kalau Pengeluaran Rutin adalah semua pengeluaran
operasional pemerintahan, maka Pengeluaran Pembangunan adalah seluruh biaya untuk meningkatkan kapasitas produksi pelayanan pemerintahan.
Bila PAD ditingkatkan sebesar 10 dan seluruhnya digunakan sebagai Pengeluaran Pembangunan 2.38, maka secara keseluruhan kinerja fiskal dan
perekonomian daerah mengalami kemajuan kecuali Pengeluaran Rutin berkurang di kabupaten -0.57 maupun di kota -0.67. Fiskal gap membaik di kota
12.72 dan di kota 12.02, dan inflasi di kabupaten 0.02 dan di kota 0.22 Tabel 60.
Membaiknya Fiskal gap karena Penerimaan Pemerintah naik akibat tambahan Bagi Hasil Pajak dan Dana Alokasi Umum. Sedangkan distribusi yang
semakin membaik, semakin membuktikan bahwa instrumen pajak dalam hal ini PAD bila digunakan secara baik akan menghasilkan perbaikan pemerataan.
Tabel 60. Dampak Peningkatan PAD 10 dan Pengeluaran Pembangunan 2.38 Terhadap Kinerja Fiskal dan Perekonomian Daerah
No PeubahEndogen
Wilayah Kab
Kota 1
Pajak Daerah TAXDA 10.00
10.00 2 Retribusi
RETRIB 10.00 10.00
3 Pendapatan Asli Daerah PAD
10.00 10.00
4 Dana Alokasi Umum DAU
0.05 0.07
5 Bagi Hasil Pajak BHP
0.41 0.81
6 Penerimaan Pemerintah TGREV
2.3 2.7
7 Fiskal gap FISGAP
-12.72 -12.02
8 Pengeluaran Rutin RUEXP
0.80 5.60
9 Pengeluaran Pembangunan DEVEXP
2.38 2.38
10 Pengeluaran Pemerintah
TGEXP 1.20 4.80
11 Investasi INVDA
4.98 4.06 12
Pembangunan Infrastruktur INFRAS 1.40
1.31 13
Produk Domestik Reg. Bruto PDRB 1.05
2.15 14
Kesempatan Kerja BKERJA 1.09
2.11 15
Tingkat Inflasi INFLADA 0.02
0.22 16 Distribusi
Pendapatan DISTRIB -2.74
-2.73
7.2.10. Simulasi 10: Realokasi Anggaran Rutin 20 menjadi Anggaran Pembangunan 38.1
Dua jenis pengeluaran utama pemerintah adalah pengeluaran rutin dan pembangunan. Selama periode penelitian, Pengeluaran Rutin relatif lebih besar
dibandingkan dengan Pengeluaran Pembangunan. Padahal menurut teori ekonomi pembangunan, guna meningkatkan kapasitas produksi maka Pengeluaran
Pembangunan harusnya lebih besar dibandingkan pengeluaran Rutin. Namun karena keterbatasan keuangan negara hal tadi tidak dapat dilaksanakan, bahkan
sejak desentralisasi fiskal besaran pengeluaran pembangunan justru mengalami penurunan. Salah satu cara meningkatkan Pengeluaran Pembangunan adalah
dengan melakukan penghematan pada Pengeluaran Rutin dan mengalokasikannya pada Pengeluaran Pembangunan. Realokasi mungkin sekali dapat dilakukan
khususnya pada pos-pos Belanja Tak Terduga, Non Belanja Pegawai dan Bantuan Keuangan yang pada tiga tahun pelaksanaan Otonomi Daerah berjumlah
tidak kurang dari 20 dari Total Pengeluaran Rutin kabupatenkota. Penghematan sebesar 20 disisi Pengeluaran Rutin pemerintah
kabupatenkota setara dengan 38.1 tambahan pada sisi Pengeluaran Pembangunan. Realokasi seperti ini tentu akan diharapkan menghasilkan kinerja
ekonomi yang lebih baik. Hasil simulasi menunjukkan bahwa realokasi Pengeluaran Rutin 20
menjadi Pengeluaran Pembangunan 38.1 mengasilkan perbaikan seluruh kinerja fiskal kecuali DAU turun masing-masing -0.10 di kabupaten dan -0.15 di
kota dan Fiskal gap membengkak sebesar 7.88 di kabupaten dan 11.20 di kota. Diduga penurunan DAU adalah akibat dari naiknya PDRB dan BHP
sebagai hasil dari peningkatan Pengeluaran Pembangunan, sehingga potensi fiskal dianggab tinggi Tabel 61.
Menurut hasil studi Usman 2006 realokasi pengeluaran rutin menjadi pengeluaran pembangunan akan meningkatkan Pajak Daerah, Retribusi, PAD,
BHP dan DAU, serupa dengan temuan Sumedi 2005 di Jawa Barat. Sedangkan Pardede 2004 menemukan bahwa realokasi tersebut meningkatkan Output dan
menurunkan Kesempatan Kerja di Medan dan Tapanuli Utara. Pembengkakan Fiskal gap diduga disebabkan naiknya total Pengeluaran
Pemerintah . Hasil serupa ditemukan oleh Usman 2006 dan Sumedi 2005. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa realokasi tadi menghasilkan iklim
investasi yang semakin baik di kabupaten maupun di kota. Demikian juga halnya
dengan pembangunan infrastruktur semakin baik di kabupaten dan di kota, sebagaimana juga ditemukan oleh Sumedi 2005 di Jawa Barat.
Tabel 61. Dampak Realokasi Anggaran Rutin 20 menjadi Anggaran Pembangunan 38.1 Terhadap Kinera Fiskal dan
Perekonomian Daerah No
Peubah Endogen Wilayah
Kab Kota
1 Pajak Daerah TAXDA
7.68 4.20
2 Retribusi RETRIB
11.04 7.39 3
Pendapatan Asli Daerah PAD 9.32
6.11 4
Dana Alokasi Umum DAU -0.10
-0.15 5
Bagi Hasil Pajak BHP 1.40
1.71 6
Penerimaan Pemerintah TGREV 8.95
7.80 7
Fiskal gap FISGAP 7.88
11.20 8
Pengeluaran Rutin RUEXP -20.00
-20.00 9
Pengeluaran Pembangunan DEVEXP 38.10
38.10 10 Pengeluaran
Pemerintah TGEXP
0.00 0.00
11 Investasi INVDA
0.36 0.19
12 Pembangunan Infrastruktur INFRAS
1.38 3.00
13 Produk Domestik Regional Bruto PDRB
5.25 5.31
14 Kesempatan Kerja BKERJA
4.17 3.78
15 Tingkat Inflasi INFLADA
0.69 0.36
16 Distribusi Pendapatan DISTRIB
-2.23 -3.92
Realokasi Pengeluaran Rutin 20 menjadi Pengeluaran Pembangunan 38.1 memperbaiki kinerja perekonomian daerah, khususnya pada PDRB,
Kesempatan Kerja dan Distribusi Pendapatan. Hasil serupa ditemukan secara nasional oleh Usman 2006, di Jawa Barat oleh Sumedi 2005, dan Riau khusus
distribusi pendapatan oleh Saefudin 2005. Inflasi yang terjadi relatif kecil dan pertumbuhan ekonomi real masih positif yaitu 1.03 di kabupaten dan 1.93 di
kota. Artinya semakin besar pendapatan dan semakin banyak kerja yang tercipta serta semakin baik tingkat pemerataan bila realokasi dilakukan.
7.3. Dampak Perubahan Variabel Non Fiskal Simulasi 11: Dampak Peningkatan Upah 10 terhadap Kinerja
Fiskal dan Perekonomian Daerah
Kebijakan Upah adalah kebijakan non fiskal namun masih dalam kerangka otonomi daerah. Kebijakan ini tentu dapat mempengaruhi kinerja fiskal dan
perekonomian daerah karena upah merupakan masalah penting bagi investor maupun pekerja. Bagi pekerja upah adalah insentif, sedangkan bagi pengusaha
upah merupakan disinsentif, sebab peningkatan upah berarti peningkatan biaya produksi. Menentukan tingkat upah yang optimal bagi perekonomian bukan
pekerjaan mudah. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan Upah berakibat buruk pada semua peubah fiskal dan perekonomian kecuali pada
Dana Alokasi Umum yang meningkat, itupun dengan persentase yang relatif kecil 0.25 di kabupaten dan 0.47 di kota Tabel 62.
Upah yang semakin tinggi menyebabkan biaya produksi tinggi dan investasi menurun, pada gilirannya PDRB dan kesempatan kerja juga turun.
Turunnya PDDRB berpengaruh pada Pajak Daerah, Retribusi dan Pendapatan Asli Daerah. Penurunan Pajak Daerah berujung pada menurunnya penerimaan
pemerintah walau DAU naik namun kenaikan relatif kecil. Kemerosatan penerimaan pemerintah berakibat turunnya pembangunan infrastruktur.
Biaya produksi yang tinggi akibat kenaikan upah akan menyebakan inflasi. Temuan-temuan tersebut memberikan suatu kesimpulan bahwa kebijakan
peningkatan upah berakibat pada stagflasi stagnasi dan inflasi pada perekonomian. Namun nanti terbukti secara empiris bahwa peningkatan upah
tidak selalu berdampak negatif terhadap penciptaan kesempatan kerja demand tenaga kerja, bilamana diikuti dengan pemberian insentif bagi investor misalnya
melalui peningkatan infrastruktur. Jadi peningkatan upah adalah kewajiban pemerintah untuk menjaminnya, sedangkan insentif bagi investor merupakan
kewajiban pemerintah untuk memberikannya. Tabel 62. Dampak Peningkatan Upah 10 Terhadap Kinera Fiskal
dan Perekonomian Daerah No
Peubah Endogen Wilayah
Kab Kota
1 Pajak Daerah TAXDA
-8.03 -8.68
2 Retribusi RETRIB
-3.08 -2.42 3
Pendapatan Asli Daerah PAD -5.52
-5.22 4
Dana Alokasi Umum DAU 0.25
0.47 5
Bagi Hasil Pajak BHP -2.01
-3.01 6 Penerimaan
Pemerintah TGREV -0.52
-0.92 7
Fiskal gap FISGAP 0.13
0.05 8
Pengeluaran Rutin RUEXP -0.75
-1.47 9
Pengeluaran Pembangunan DEVEXP -0.13
-0.24 10 Pengeluaran
Pemerintah TGEXP
-0.70 -1.20
11 Investasi INVDA
-2.95 -3.06
12 Pembangunan Infrastruktur INFRAS
-0.31 -0.84
13 Produk Domestik Regional Bruto PDRB
-4.63 -9.25
14 Kesempatan Kerja BKERJA
-4.59 -8.24
15 Tingkat Inflasi INFLADA
0.28 0.29
16 Distribusi Pendapatan DISTRIB
2.82 11.05
Simulasi 12 : Dampak Peningkatan Pembangunan Infrastruktur 20 Terhadap Kinerja Fiskal dan Perekonomian Daerah
Secara teoritis pembangunan infrastruktur dan investasi berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi. Kalau investasi merupakan salah satu
akselerator pertumbuhan maka infrastruktur merupakan syarat perlu untuk investasi. Meningkatnya investasi akan memacu pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan Pajak Daerah, Retribusi dan tentu saja Pendapatan Asli Daerah. Temuan di daerah penelitian menunjukkan bahwa teori
tersebut benar. Bukan itu saja, pembangunan infrastruktur berakibat baik pada seluruh kinerja fiskal dan perekonomian Tabel 63. Hasil studi sesuai dengan
Todaro 2000; Jhingan 1993 bahwa di negara berkembang pembangunan infrastruktur adalah syarat perlu bagi pembangunan ekonomi dan sosial.
Tabel 63. Dampak Peningkatan Infrastruktur 20 Terhadap Kinerja Fiskal dan Perekonomian Daerah
No Peubah Endogen
Wilayah Kab
Kota 1
Pajak Daerah TAXDA 2.41
3.00 2 Retribusi
RETRIB 6.07 0.54
3 Pendapatan Asli Daerah PAD
4.60 1.52
4 Dana Alokasi Umum DAU
-0.10 0.02
5 Bagi Hasil Pajak BHP
0.48 -0.07
6 Penerimaan Pemerintah TGREV
0.25 0.05
7 Fiskal gap FISGAP
-2.90 -0.94
8 Pengeluaran Rutin RUEXP
0.46 0.11
9 Pengeluaran Pembangunan DEVEXP
1.27 0.27
10 Pengeluaran Pemerintah
TGEXP 0.66
0.15 11 Investasi
INVDA 5.00
1.00 12
Pembangunan Infrastruktur INFRAS 20.00
20.00 13
Produk Domestik Regional Bruto PDRB 1.09
0.25 14
Kesempatan Kerja BKERJA 1.03
0.21 15
Tingkat Inflasi INFLADA 0.07
0.01 16
Distribusi Pendapatan DISTRIB -0.87
-1.53
Mengingat pentingnya infrastruktur bagi pembangunan perekonomian, telah menjadi perhatian pemerintah. Pada infrastructur summit pada tahun 2004
yang lalu pemerintah melalui kementerian Menteri Koordinator Perekonomian mengundang investor dari berbagai belahan di dunia untuk turut serta dalam
pembangunan infrastrukur di Indonesia. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kondisi infrastruktur di Indonesia relatif kurang baik dan merosot
sejak krisis ekonomi, sedangkan kemampuan pemerintah Indonesia untuk menyediakan kebutuhan infrastruktur jauh dari cukup.
Menarik diperhatikan adalah bahwa dampak distribusi yang disebabkan oleh peningkatan peningkatan infrastruktur lebih baik di kota dibandingkan
dengan di kabupaten. Diduga hal ini karena kondisi awal fasilitas infrastruktur di kota relatif jauh lebih baik dibandingkan dengan di kabupaten. Disisi lain kualitas
SDM dan institusi di kota lebih baik , lebih merata dan lebih responsif terhadap adanya perubahan dalam perekonomian .
Simulasi 13: Peningkatan Upah 10 dan Infrastruktur 20
Betapapun peningkatan Upah berakibat pada stagflasi ekonomi, namun kebijakan menaikkan upah adalah suatu hal yang tidak dapat dihidari, karena
pembangunan tidak hanya dinikmati oleh pengusaha tapi juga pekerja secara bersama-sama. Agar pembangunan tidak menjadi menara gading bagi masyarakat,
maka peningkatan upah adalah suatu keharusan. Namun agar tidak semata-mata menjadi beban bagi pengusaha, maka harus pula diimbangi dengan insentif bagi
mereka. Salah satu bentuk insentif itu adalah dengan menyediakan infrastruktur yang lebih banyak dan lebih baik. Kebijakan peningkatan Upah dan Pembangunan
Infrastruktur dalam waktu yang sama secara teoritis akan menghasilkan keluaran yang sama-sama aik bagi pekerja dan pengusaha win-win solution.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan Upah secara bersama- sama dengan Pembangunan Infrastruktur ternyata meningkatkan kapasitas fiskal
daerah kabupaten dan kota, fiskal gap yang semakin baik di kabupaten dan kota. Pada saat yang sama Pengeluaran Pemerintah juga meningkat di kota 0.87 dan
kabupaten 0.21. Juga terjadi peningkatan pendapatan masyarakat, lapangan kerja serta pembagian pendapatan yang semakin baik dan pertumbuhan ekonomi
real relatif tinggi di kabupaten 3.19 dan di kota 3.70 Tabel 64. Tabel 64. Dampak Peningkatan Upah 10 dan Infrastruktur 20
Terhadap Kinerja Fiskal dan Perekonomian Daerah No
Peubah Endogen Wilayah
Kab Kota
1 Pajak Daerah TAXDA
5.62 5.68
2 Retribusi RETRIB
2.99 1.88
3 Pendapatan Asli Daerah PAD
4.04 3.40
4 Dana Alokasi Umum DAU
-0.15 -0.49
5 Bagi Hasil Pajak BHP
1.53 3.08
6 Penerimaan Pemerintah TGREV
0.27 0.87
7 Fiskal gap FISGAP
-1.27 -1.89
8 Pengeluaran Rutin RUEXP
0.29 1.30
9 Pengeluaran Pembangunan DEVEXP
1.14 1.03
10 Pengeluaran Pemerintah
TGEXP 0.50
1.23 11 Investasi
INVDA 2.05
2.08 12
Pembangunan Infrastruktur INFRAS 20.00
20.00 13
Produk Domestik Regional Bruto PDRB 3.54
4.00 14
Kesempatan Kerja BKERJA 3.56
3.03 15
Tingkat Inflasi INFLADA 0.35
0.30 16
Distribusi Pendapatan DISTRIB -1.95
-1.52
Simulasi 14: Peningkatan Investasi 20
Investasi adalah salah satu unsur penting dari permintaan agregat dan juga merupakan salah satu pemercepat accelerator pembangunan, oleh sebab itu
berbagai usaha dilakukan pemerintah untuk meningkatkan investasi di wilayahnya. Usaha itu antara lain melalui penciptaan iklim yang kondusif dengan
pemberian tax holiday dan berbagai kebijakan lainnya. Kebijakan tadi diambil karena pemerintah sadar bahwa peranan pemerintah yang semakin lama semakin
kecil dalam pertumbuhan ekonominya. Dengan kata lain, pemerintah mengharapkan agar investor mengambil peran yang lebih besar dalam
pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Menurut hasil simulasi, peningkatan nilai investasi sebesar 20 dari nilai
rata-rata investasi selama periode penelitian akan meningkatkan kemampuan fiskal daerah kabupaten 2.64 dan kota 1.46. Seiring dengan meningkatnya
kemampuan fiskal daerah, terjadi penurunan DAU, namun Bagi Hasil Pajak masih meningkat relatif kecil Tabel 65.
Secara keseluruhan Penerimaan Pemerintah meningkat, namun Fiskal gap membaik karena Pendapatan Asli Daerah meningkat dengan laju yang lebih besar.
Pembangunan Infrastruktur masing 0.17 di kabupaten dan di kota. Pada saat yang sama seluruh kinerja perekonomian di kabupaten dan di kota membaik,
namun dengan laju yang relatif kecil yaitu kurang dari 1. Artinya ICOR incremental capital output ratio relatif tinggi. Dengan kata lain efisiensi
penggunaan modal relatif rendah. Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan modal adalah dengan meningkatkan mutu infrastruktur.
Dampaknya terhadap penciptaan kesempatan kerja relatif kecil, sehingga usaha-usaha pengurangan tingkat pengangguran tidak dapat sepenuhnya
digantungkan pada investasi, namun harus disertai dengan usaha pemerintah
melalui peningkatan pengeluaran pembangunan yang memiliki dampak penciptaan kesempatan kerja yang besar sebagaimana pada
simulasi 10. Peningkatan Kesempatan kerja relatif kecil di kabupaten maupun di kota,
mengindikasikan bahwa jenis investasi didominasi oleh investasi yang bersifat padal modal.
Tabel 65. Dampak Peningkatan Investasi 20 Terhadap Kinerja Fiskal dan Perekonomian Daerah
No Peubah Endogen
Wilayah Kab
Kota 1
Pajak Daerah TAXDA 2.05
2.55 2 Retribusi
RETRIB 5.16
4.59 3
Pendapatan Asli Daerah PAD 3.91
3.77 4
Dana Alokasi Umum DAU -0.09
-0.02 5
Bagi Hasil Pajak BHP 0.41
0.06 6
Penerimaan Pemerintah TGREV 0.21
0.04 7
Fiskal gap FISGAP -2.47
-1.80 8
Pengeluaran Rutin RUEXP 0.40
0.10 9
Pengeluaran Pembangunan DEVEXP 1.08
0.73 10 Pengeluaran
Pemerintah TGEXP
0.57 0.25
11 Investasi INVDA
20.00 20.00
12 Pembangunan Infrastruktur INFRAS
0.17 0.17
13 Produk Domestik Regional Bruto PDRB
0.93 0.78
14 Kesempatan Kerja BKERJA
0.88 0.78
15 Tingkat Inflasi INFLADA
0.06 0.09
16 Distribusi Pendapatan DISTRIB
-0.74 -1.13
Simulasi 15: Peningkatan Infrastruktur 20 dan Investasi 20
Sebagaimana dikatakan bahwa Infrastruktur yang baik adalah merupakan syarat penting necessary condition dalam meningkatkan pembangunan
ekonomi.Temuan di daerah penelitian membuktikan hal tersebut. Dengan Infrastruktur yang lebih baik, maka peningkatan Investasi akan memberikan hasil
yang relatif jauh lebih baik pada kemampuan fiskal daerah yaitu meningkat 3.11 di kabupaten dan 2.52 di kota dan secara keseluruhan Penerimaan Pemerintah
naik walaupun DAU menurun. Kemampuan fiskal yang lebih baik menyebabkan Fiskal gap membaik yaitu meningkat menjadi -5.80 di kabupaten dan -2.00 di
kota. Peningkatan Investasi 20 dan Infrastruktur 20 berdampak relatif besar terhadap kinerja perekonomian daerah Tabel 66.
Tabel 66. Dampak Peningkatan Peningkatan Infrastruktur 20 dan Investasi 20 Terhadap Kinera Fiskal dan Perekonomian Daerah
No Peubah Endogen
Wilayah Kab
Kota 1
Pajak Daerah TAXDA 6.59
5.90 2 Retribusi
RETRIB 9.44 7.60
3 Pendapatan Asli Daerah PAD
8.30 6.92
4 Dana Alokasi Umum DAU
-0.10 -0.09
5 Bagi Hasil Pajak BHP
1.96 1.46
6 Penerimaan Pemerintah TGREV
7.65 6.82
7 Fiskal gap FISGAP
-5.80 -2.00
8 Pengeluaran Rutin RUEXP
7.96 8.26
9 Pengeluaran Pembangunan DEVEXP
2.50 1.25
10 Pengeluaran Pemerintah
TGEXP 6.60
6.51 11 Investasi
INVDA 20.00 20.00
12 Pembangunan Infrastruktur INFRAS
20.00 20.00
13 Produk Domestik Reg. Bruto PDRB
4.59 4.54
14 Kesempatan Kerja BKERJA
4.59 4.75
15 Tingkat Inflasi INFLADA
0.66 0.34
16 Distribusi Pendapatan DISTRIB
-1.74 -2.40
Pertumbuhan ekonomi daerah dan penciptaan Kesempatan Kerja masing- masing diatas 4.00 di kabupaten maupun kota. Distribusi Pendapatan membaik,
di kota -2.40 lebih baik dibandingkan kabupaten -1.74. Dalam hubungan ini maka pengembangkan infrastruktur di wilayah Pantai Barat, dan Dataran Tinggi
serta Pantai Timur yang belum memadai seperti jaringan, jembatan,bandara perintis dan pelabuhan, serta peningkatan penyediaan sumber energi, tenaga
listrik, dan mengoptimalkan penggunaan daya listrik guna memenuhi kebutuhan industri dan rumah tangga, sebagaimana di arahkan dalam dokumen Propeda
Sumatera Utara 2001-2005 menjadi amat relevan dilakukan dan seiring dengan tujuan dari Infrastructur summit dari pemerintah cq Menko Perekonomian
November tahun 2004 yang lalu. Inflasi yang terjadi adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari karena baik Investasi maupun Pembangunan Infrastruktur
merupakan peningkatan dari sisi demand demand pull inflation.
Ringkasan Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal dan Perubahan Variabel Non Fiskal terhadap Kinerja Fiskal dan Perekonomian