Utara oleh Pakasi 2005. Setiap kenaikan Tingkat Upah sebesar 1.00 di Sumatera Utara akan menurunkan kesempatan kerja sebesar 0.95. Temuan ini
mengiformasikan bahwa salah satu instrument penting yang mengendalikan proses penciptaan kesempatan kerja adalah Tingkat Upah. Kebijakan Upah yang
baik akan mengurangi pengangguran dengan tetap menjaga kegiatan ekonomi berjalan dengan baik.
Ditemukan adanya penurunan Kesempatan Kerja dan berbeda secara signifikan antara sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal. Temuan ini adalah
sebagai dampak dari krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak tahun 1998 hingga kini dan belum pulih seperti sediakala. Hasil serupa juag ditemukan secara
umum di Indonesia Nanga 2006. Perilaku Kesempatan kerja secara nasional dan daerah dapat dilihat pada Lampiran 13 Tabel 10.
6.4.3. Tingkat Inflasi INFLADA
Inflasi sebagai indikator lain dari stabilitas ekonomi dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh Pengeluaran Pemerintah TGEXP, Tingkat Investasi
INVDA, Tingkat Upah dan Dummy Krisis Tahun 1998 DK98 Tabel 50. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Tingkat Inflasi. Hasil serupa ditemukan di Sulawesi Selatan oleh Sinaga dan Siregar 2005. Setiap kenaikan Pengeluaran pemerintah 1.00 di Sumatera Utara
akan menyebabkan inflasi naik sebesar 0.06. Pengaruh Investasi terhadap inflasi juga menunjukkan arah serupa dengan pengaruh Pengeluaran Pemerintah. Setiap
kenaikan Investasi sebesar 1.00, akan menaikkan Inflasi sebesar 0.13. Kedua temuan ini adalah logis, karena ketika Pengeluaran pembangunan dan Investasi
meningkatkan berarti ada peningkatan permintaan agregat dalam perekonomian atau dengan kata lain terjadi ekspansi ekonomi melalui sektor pemerintah dan
swasta yang menciptakan demand pull infaltion. Upah berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap Tingkat Inflasi.
Temuan berbeda di Sulawesi Selatan, dimana tingkat upah justru dapat menekan tingkat inflasi Sinaga dan Siregar 2005. Faktor lain yang cukup menentukaan
perilaku Inflasi adalah kejadian krisis moneter tahun 1998 . Krisis tersebut menyebabkan tingkat inflasi hingga 80 pada tahun tersebut. Krisis dimaksud
telah merusak seluruh sektor ekonomi dengan menyebabkan biaya ekonomi tinggi pada semua sektor ekonomi yang pada gilirannya meningkatkan inflasi. Perilaku
inflasi di beberapa daerah dapat dilihat pada Lampiran 13 Tabel 11. Tabel 50. Hasil estimasi Perilaku Inflasi di Daerah INFLADA
No Variable
Parameter Estimate
T for H0: Parameter=0
Prob |T| Elatisitas
Jk.Pendek Jk.
Pnjang
1 I NTERCEP
5 . 3 5 7 0 9 5 6 . 8 4 0 0 . 0 0 0 1
- -
2 TGEXP
0 . 0 0 0 0 1 2 7 4 7 3 . 9 7 9 0 . 0 0 0 1
0 . 0 6 8 8 1 -
3 I NVDA
0 . 0 0 0 0 1 6 3 2 4 5 . 5 5 4 0 . 0 0 0 1
0 . 1 3 6 6 5 -
4 UPAHDA
0 . 0 0 0 0 9 0 6 3 5 0 . 3 8 5 0 . 7 0 0 9
0 . 0 1 6 8 9 -
5 DK9 8
7 5 . 9 3 2 6 6 9 8 5 . 0 4 6 0 . 0 0 0 1
- -
F-Hitung: 1821.951 ; R
2
: 0.9712 D-W: 2.265
6.5. Ringkasan Hasil Estimasi Model Desentralisasi Fiskal Sumatera Utara