mengevaluasi Perda peraturan daerah yang baru berpindah ke Departemen Keuangan yang tadinya berada ditangan Departemen Dalam Negeri.
Tabel 35. Peraturan Pajak dan Biaya Pelayanan Baru Yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Indonesia Tahun 20002001
Uraian Provinsi Kab
Kota Total
Dikeluarkan Daerah Dire
νiew Pusat Dibatalkan Pusat
Jumlah yang dire νiew
Jumlah Yang dibatalkan 55
27 10
49.1 37.0
942 406
113 43.1
27.8 997
433 123
43.4 28.4
Sumber: Bank Dunia 2005
6.2.2. Retribusi Daerah
Perilaku Retribusi RETRIB dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh Produk Domestik Regional Bruto PDRB, Jumlah Kenderaan Bermotor
MOTOR, dan Fiskal gap FISGAP Tabel 36 .
Dalam jangka pendek, terdapat hubungan yang elastis antara PDRB dengan Retribusi. Artinya setiap
peningkatan 1.00 PDRB akan meningkatkan Retribusi daerah sebesar 2.5. Tabel 36. Hasil Estimasi Perilaku Penerimaan Retribusi Daerah RETRIB
No. Variable
Parameter Estimate
T for H0: Parameter
= 0 Prob |T|
Elatisitas Jk.Pendek
Jk. Pnjang
1 I NTERCEP
- 1 4 9 . 5 9 5 9 2 0 - 0 . 5 4 2
0 . 5 8 8 6
-
- 2
PDRB 0 . 0 0 1 0 0 5
4 . 0 5 5 0 . 0 0 0 1
2 . 5 3 8 3 7 -
3 MOTOR
0 . 3 4 6 3 6 6 1 3 . 8 3 0
0 . 0 0 0 1 0 . 0 6 6 2 9 5
- 4
FI SGAP 0 . 2 7 7 9 5 6
4 . 5 1 5 0 . 0 0 0 1
1 . 2 1 9 8 9 -
5 DDF
4 5 5 8 . 5 7 7 0 4 0 7 . 4 5 3
0 . 0 0 0 1 -
-
F- Hitung: 190.357 R
2
: 0.5674 D-W: 2.214
Nampaknya sumber utama penerimaan Retribusi terbesar adalah dari masyarakat pada umummnya. Sumbangan pemilik kenderaan bermotor terhadap
Retribusi cukup bermakna. Dalam jangka pendek, setiap peningkatan jumlah kenderaan bermotor 1.00 akan meningkatkan Retribusi sebesar 0.06. Angka
ini menunjukkan bahwa proporsi sumbangan penerimaan Retribusi dari kelompok pemilik kenderaan bermotor relatif kecil. Keadaan ini pula yang menyebabkan
demikian gencarnya pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan Retribusi ini dengan mengeluarkan berbagai Perda, sebagai mana dilakukan
pemerintah daerah dalam peningkatkan penerimaan Pajak Daerah. Sebagaimana perilaku pajak Daerah, perilaku Retribusi pada umumnya
ditentukan oleh tingkat perekonomian PDRB dan kapasitas fiskal , baik di level nasional Nanga 2006; Usman 2006 maupun di tingkat daerah Sinaga dan
Siregar 2005; Pakasi 2005; Sumedi 2005; Saefudin 2005 dan Pardede 2004. Selalu ada tekanan meningkatkan Retribusi jika terjadi Fiskal gap pada level
nasional maupun daerah. Perilaku Reribusi pada level nasional maupun daerah selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13 Tabel 2.
Sebagaimana halnya Peningkatan Pajak Daerah yang menimbulkan persoalan biaya ekonomi, Peningkatan Penerimaan retribusi juga menimbulkan
persoalan high cost economy serupa. Pemerintah pusat untuk mengurangi dampak negatif lahirnya Retribusi baru sebagaimana dilakukan dengan pajak baru daerah.
Untuk menghindari dampak buruk dari maraknya Perdanisasi tersebut, UU No.33 tahun 2004, walau baru efektif berlaku 1 Januari 2006, mengatakan bahwa
KabupatenKota dapat membuat pajak atau pungutan baru namun tetap harus melalui persetujuan pemerintah pusat. Dengan aturan baru ini, memang nampak
ada arus balik ke sentralisasi, namun untuk menjamin keberhasilan desentralisasi
fiskal, justru salah satu syaratnya adalah adanya upaya monitoring yang terus menerus melalui pemerintah pusat, masyarakat maupun legislatif.
Sebagaimana ditemukan pada perilaku Pajak Daerah, nampaknya ada tekanan yang cukup berarti bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan
penerimaan retribusi jika anggaran pemerintah defisit. Dalam jangka pendek, jika pemerintah defisit sebesar 1.00 maka ada ”tekanan” untuk meningkatkan
retribusi sebesar 1.2. Ditemukan adanya peningkatan dan berbeda secara signifikan antara
penerimaan Retribusi sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal tahun 2001 pada level provinai maupun kabupatenkota. Rata-rata per tahun penerimaan Retribusi
pemerintah provinsi sebelum desentralisasi fiskal adalah Rp.9 960 150 ribu , sedangkan rata-rata penerimaan per tahun sesudah desentralisasi fiskal adalah
Rp.14 248 315 ribu. Tabel 37. Rata-rata Retribusi Provinsi dan KabupatenKota Se SUMUT
sebelum dan sesudah Desentralisasi Fiskal Tahun 19901991-2003 Ribu Rp
Uraian Rata-rata
Provinsi KabKota Sebelum Desentralisasi Fiskal
19901991 -2000
9960150 33638383
Sesudah Desentralisasi Fiskal 2001-2003
14248315 124616521
Sumber: Statistik Keuangan Daerah Sumut 2004. Artinya terjadi peningkatan 43 retribusi sesudah desentralisasi fiskal
dibandingkan dengan sebelum desentralisasi fiskal Tabel 37. Rata-rata per tahun penerimaan Retribusi pemerintah kabupaten dan kota sebelum
desentralisasi fiskal adalah Rp.33 638 383 ribu , sedangkan rata-rata penerimaan
per tahun sesudah desentralisasi fiskal adalah Rp.124 616 521 ribu. Artinya terjadi peningkatan sebesar 270 retribusi sesudah desentralisasi fiskal
dibandingkan dengan sebelum desentralisasi fiskal. Gejala serupa juga ditemukan di Indonesia Nanga 2006 ; Usman 2006
juga di berbagai daerah lainnya sebagaimana ditemukan oleh Pardede 2004, Sinaga dan Siregar 2005, Sumedi 2005, Saefudin 2005, Pakasi 2005,
Simanjuntak 2003, juga Bird dan Vaillancourt 2000 diberbagai negara berkembang.
6.2.3. Dana Alokasi Umum DAU