Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan

51 prioritas adalah Faktor-faktor Penentu Pengembangan AEIP yang telah diperoleh sebelumnya. C. Tahapan Implementasi Program Pengembangan AEIP Bitung Kajian terhadap Tahapan Implementasi program pengembangan AEIP Bitung dilakukan menggunakan metode ISM, seperti yang telah dijelaskan untuk mengkaji Faktor-faktor Penentu Pengembangan Model di atas.

D. Perancangan Model Dinamik Pengembangan AEIP Bitung

Perancangan model dilakukan dengan cara mensintesis output dari tujuan- tujuan khusus penelitian menggunakan Program Powersim Studio 2005. Output dari tujuan umum ini adalah program komputer “Model Pengembangan AEIP Bitung” yang disingkat: MP-AEIP Bitung. Rangkuman dari tujuan Penelitian, Sumber Data, Jenis Data, Metode Analisis, dan Output yang Diharapkan dicantumkan di dalam Tabel 3.4.

1. Pengujian Model

Oleh karena Model AEIP Bitung yang akan dibangun merupakan model yang belum nyata atau belum ada realitas di lapangan, maka pengujian model hanya akan dilakukan dengan cara melakukan pengujian kesesuaian model, yaitu: a apakah persamaan-persamaan yang digunakan sudah benar, b apakah prosedur perhitungan sudah sesuai Hartrisari 2007.

2. Simulasi Model

Berdasarkan struktur model yang dibangun selanjutnya dilakukan simulasi terhadap beberapa variabel dominan dari model dinamik AEIP Bitung. Simulasi model dilakukan dalam kurun waktu lima belas tahun 2010-2024.

3.5.3. Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi aktual dan persepsi masyarakat terhadap aktivitas industri manufaktur serta perancangan Model Dinamik Pengembangan AEIP maka selanjutnya disusun Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan Penerapan AEIP. Rekomendasi tersebut dapat menjadi bahan untuk pengembangan kawasan indusri agro berbasis ekologi AEIP, khususnya di Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara. 52 Tabel 3.4. Tujuan Penelitian, Sumber Data, Jenis Data, Metode Analisis, dan Output yang Diharapkan Tujuan Penelitian Sumber data Jenis Data Metode Analisis Output yang Diharapkan Tujuan Khusus 1: Mengevaluasi kondisi aktual aktivitas industri agro di Kota Bitung  Data primer dan sekunder  Studi pustaka  Responden pemangku kepentingan • Akitivitas industri agromanufaktur di Kota Bitung • Persepsi aktivitas industri manufakturagro • Persepsi terhadap kebijakan pemerintah tentang kawasan industri. • FaST facility synergy tool. • Pengelompokan SWOT • Connectance value • Bagan alir • Skala Likert • Kinerja industri agro • Kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman aktivitas industri agro di Kota Bitung • Pola keterkaitan dan pertukaran materi antara industri yang telah ada dan yang potensial dikembangkan • Persepsi pemangku kepentingan terhadap dampak positif maupun negatif aktivitas industri di Kota Bitung. • Persepsi pemangku kepentingan terhadap kebijakan kawasan industri rencana pendirian Kawasan Industri di Kelurahan Tanjung Merah, Kota Bitung Tujuan khusus 2: Menganalisis program pengembangan AEIP  Survei lapang  Responden pakar  Studi pustaka • Data aktivitas industri manufakturagro • Persepsi pemangku kepentingan • Faktor-faktor penentu pengembangan AEIP • Metode ISM Modul ISM VAXO • Pairwise comparison Metode AHP Criterium Decision Plus Versi 3.0 • Faktor-faktor penentu pengembangan AEIP • Alternatif AEIP Prioritas • Program Implementasi AEIP Tujuan Khusus 3: Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan Penerapan AEIP • Implementasi Model Dinamik AEIP • Data hasil simulasi model • Metode deskritif • Rekomendasi kebijakan Tujuan Umum: Perancangan Model Pengembangan AEIP Bitung • Sumber data Tujuan Khusus Penelitian No. 1- 2 Output Tujuan khusus 1-2 • Sintesis tujuan khusus 1-2 dengan menggunakan Program Powersim Studio Expert 2005 • Program komputer “Model Pengembangan AEIP Bitung” disingkat MP-AEIP Bitung 53

IV. KONDISI WILAYAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Kota Bitung

Berikut ini disajikan sejarah singkat Kota Bitung yang diangkat dari Bitung Dalam Angka 2007 BPS Bitung 2008.. Sebelum tahun 1964, Bitung hanyalah merupakan kelompok desa-desa pinggir pantai biasa. Baru pada Tahun 1964 dengan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara No. 244 Tahun 1964, Bitung ditetapkan menjadi satu Kecamatan dengan jumlah penduduk 32.000 jiwa tersebar pada 28 desa dengan luas wilayah 29,79 km². Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1975, maka pada tanggal 10 April 1975 Kecamatan Bitung diresmikan menjadi Kota Administratif pertama di Indonesia, dengan luas wilayah 304 km² terdiri atas 3 kecamatan dan 35 desa. Kerena perkembangannya yang pesat maka Bitung kemudian dijuluki sebagai Kota Serba Dimensi, yaitu Kota Pelabuhan, Kota Industri, Kota Perdagangan, Kota Pariwisata dan Kota Pemerintahan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1990 maka pada tanggal 10 Oktober 1990 Kota Administratif Bitung ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bitung, dengan luas wilayah 304 km², 3 kecamatan dan 44 kelurahan. Memasuki era otonomi daerah, penyebutan kotamadya dirubah menjadi “kota” sehingga menjadi “Kota Bitung.”

4.1.2. Letak dan Luas

Kota Bitung terletak pada posisi geografis diantara 1 23 ’ 23 ‘’ – 1 35 ’ 39 ” LU dan 125 1 ‘ 43 ‘’ – 125 18 ’ 13 ’’ Dari aspek topografis, sebagian besar daratan Kota Bitung berombak berbukit 45,06 dan bergunung 32,73. Hanya 4,18 merupakan daratan landai serta sisanya 18,03 berombak. Di bagian timur mulai dari pesisir pantai Aertembaga sampai dengan Tanjung Merah di bagian barat, merupakan daratan BT. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Maluku, sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Likupang dan Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa Utara, sebelah Timur berbatasan dengan Laut Maluku dan Samudera Pasifik, sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kauditan Kabupaten Minahasa Utara. Wilayah daratan mempunyai luas 30.400 ha, secara administratif terbagi atas 8 Kecamatan dan 69 Kelurahan.

4.1.3. Topografi