Ketenagakerjaan Status Lingkungan Hidup Kota

58 Tabel 4.3. Perbandingan Luas Penggunaan Lahan Menurut Jenis Penggunaan Lahan Tahun 2004-2006 No Penggunaan Lahan 2004 2005 2006 Ha Ha Ha 1 Lahan Kering : Permukiman Tegalan Hutan Perkebunan Fasilitas Umum 4376 1899 9651 12972 800 14,39 6,25 31,75 42,67 2,63 5286 1852 9651 12062 847 17,39 6,09 31,75 39,68 2,79 5.286 1.852 9.651 12.062 847 17,39 6,09 31,75 39,68 2,79 2 Tanah Sawah : Sawah Tanah BasahRawaTambak 76 75 0,25 0,25 76 75 0,25 0,25 76 75 0,25 0,25 3 Lainnya 551 1,81 551 1,81 551 1,81 J u m l a h 30.400 100,00 30.400 100,00 30.400 100 Sumber : BPS Bitung 2007

4.4. Ketenagakerjaan

Jumlah penduduk Kota Bitung pada Tahun 2008 adalah 176.161 jiwa Anonim 2008. Transformasi struktur ekonomi perkotaan yang dicirikan oleh pergeseran peranan sektor primer ke sektor tersier, juga dapat dicirikan oleh pergeseran penyerapan tenaga kerja sektor primer ke sektor tersier. Tahun 2006 sektor pertanian menyerap sebagaian besar dari jumlah tenaga kerja yaitu sebanyak 24,60, kemudian sektor transportasi dan komunikasi 18,92, sektor industri sebesar 15, dan sektor perdagangan 14,86 sama dengan penyerapan di sektor jasa. Seiring dengan pesatnya perkembangan akivitas industri dan arus bongkar muat di Pelabuhan Bitung maka sektor konstruksi juga menyerap cukup banyak tenaga kerja yakni mencapai 8,51, dan sektor lainnya menyerap kurang dari 2. 4.5. Prasarana 4.5.1. Listrik Kebutuhan akan tenaga listrik, baik untuk tenaga penerangan maupun usaha di Kota Bitung dipenuhi oleh PT. PLN PLTA Tanggari 1 dan 2 dan PLTA Tonsea Lama yang secara geogafis terletak di wilayah otonom lain, dan PLTD Kota Bitung. Perkembangan daya terpasang PLN dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Sampai dengan tahun 2005, daya terpasang di Kota Bitung telah mencapai 45.221 KVA dengan daya tersalur sebesar 46.453 KVA. Penggunaan daya terbesar adalah oleh sektor industri mencapai 44,07, diikuti pelanggan rumah tangga sebesar 34,89, usaha 15,09, kantor 3,95 dan 59 sosial 2. Produksi dan distribusi listrik selengkapnya di sajikan pada Gambar 4.2. Gambar 4.2. Distribusi penggunaan daya listrik di Kota Bitung Tahun 2005 Sumber : BPS Bitung 2007. Penurunan debit air dari Danau Tondano akibat musim kemarau mengganggu kinerja PLTA sehingga menyebabkan pasokan listrik ke kota ini berkurang. Diakhir Bulan Agustus 2009 pasokan listrik turun menjadi 26 MW sehingga menyebabkan pemadaman listrik 3-5 kali sehari bagi semua pengguna, termasuk bagi industri manufaktur. Salah satu jalan keluarnya adalah himbauan kepada pihak industri sebagai pengguna terbesar untuk tidak menggunakan listrik PLN pada beban puncak jam 17.30-20.00 Wita Manado Post, 2 September 2009. Suatu himbauan yang kontraproduktif terhadap upaya untuk merangsang investasi dan mengembangkan kapasitas produksi industri.

4.5.2. Perikanan Laut

Perekonomian Kota Bitung seperti diuraikan sebelumnya didominasi oleh sektor pertanian terutama sub-sektor perikanan. Namun demikian dalam perkembangannya, sektor industri ternyata berkembang cukup pesat. Industri di Kota Bitung didominasi oleh industri perikanan, diikuti industri galangan kapal, dan industri minyak kelapa. Di samping itu ada juga industri transportasi laut, makanan, baja, industri menengah dan kecil. Sub-sektor perikanan, terutama perikanan laut, menghasilkan output yang fluktuatif. Pada tahun 2005 produksinya meningkat 0,66, yakni dari 133.043,6 ton menjadi 133.924,8 ton pada tahun 2006, seperti terlihat pada Tabel 4.4. 60 Tabel 4.4. Produksi Perikanan Laut Kota Bitung Tahun 2001 - 2006 ton Tahun Ikan Binatang berkulit keras Binatang berkulit lunak Binatang air lainnya Jumlah 2001 125 178,9 354,7 281,6 - 125.815,2 2002 125 691,9 662,0 176,8 - 126.530,7 2003 114 815,7 405,3 268,5 - 115.489,5 2004 116 652,7 4,2 411,1 366,0 117.434,0 2005 132 198,1 3,8 501,2 340,5 133.043,6 2006 133.042,4 5,4 520,5 356,5 133.924,0 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung 2007.

4.6. Status Lingkungan Hidup Kota

Hasil survei menunjukkan bahwa belum ada industri agro di Kota Bitung yang pernah menerima penghargaan lingkungan yang diberikan oleh pihak pemerintah maupun organisasi tertentu sehubungan dengan prestasi lingkungan yang dilakukan oleh perusahan. Kesadaran lingkungan dari pekerja pabrik dinilai cukup baik oleh manajemen pabrik. Kesadaran itu melekat pada Standar Operasional Prosedur SOP dari perusahan, yaitu membersihkan lantai processing, membersihkan saluran air, alat-alat bongkar kapal, dan membuang sampah pada tempatnya. Untuk menjaga agar kesadaran lingkungan tersebut terjaga, pihak manajemen melakukan upaya pemahaman serta pengawasan. Namun, karena keterbatasan dana sehingga program pelatihan formal yang dianggap penting di dalam meningkatkan kesadaran lingkungan para pekerja belum pernah diadakan. Mengacu pada standar penulisan Status Lingkungan Hidup Daerah SLHD dari Kementerian Lingkungan Hidup RI, Isu Pokok Lingkungan Hidup di Kota Bitung adalah sampah kota, pencemaran air permukaan, pencemaran tanah, konversi lahan pertanian ke penggunaan lain, dan erosi tanah dan degradasi lahan.

A. Sampah Kota

Penanganan sampah padat di Kota Bitung terkendala oleh bermasalahnya lokasi Tempat Pembuangan Akhir TPA di Tewaan dan minimnya jumlah armada angkutan sampah yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan Kota. Permasalahan TPA Tewaan terdiri atas status legalitas kepemilikan lahan dan 61 letak TPA di wilayah dengan elevasi yang relatif tinggi. Status legalitas kepemilikan lahan TPA terjadi karena sistem administrasi aset Kota yang tidak dilakukan dengan baik sehingga keberadaan dokumen kepemilikan lahan tidak bisa dilacak. Akibatnya, lahan tersebut dikuasai kembali oleh ex-pemilik dan selanjutnya mengenakan beban sewa kepada Dinas Kebersihan bilamana akan menggunakan TPA tersebut. Letak TPA Tewaan di wilayah dengan elevasi yang relatif tinggi menyebabkan beberapa permasalahan. Pertama, karena TPA dirancang sebagai open dumping landfill maka sampah yang dibuang serta air lindi dari sampah tersebut sangat berpotensi untuk merusak sistem aliran air tanah di wilayah di bawahnya. Kedua, material sampah sangat potensial terbawa ke wilayah di bawahnya oleh aliran air permukaan seperti air hujan. Ini sudah terbukti terjadi di awal Juni 2009 dimana akibat hujan lebat menyebabkan material sampah terbawa aliran air hujan dan mencemari kolam-kolam ikan di wilayah di bawahnya. Akibatnya adalah kematian puluhan ribu ekor ikan air tawar yang dibudidaya oleh masyarakat Harian Komentar, 3 Juni 2009. Jumlah armada angkutan truk yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan Kota Bitung sangat terbatas, yakni sebanyak delapan buah. Keterbatasan armada angkutan ini mengakibatkan dari produksi sampah yang berjumlah 1.395.708 m 3 tahun, hanya sebanyak 47.450 m 3 tahun yang dapat terangkut ke TPA. Dengan demikian ada sejumlah besar volume sampah kota yang tidak terangkut ke TPA sehingga terbiar menumpuk di tempat umum, atau di permukiman warga, dan atau dibuang ke badan air. B. Pencemaran Air Permukaan Air permukaan adalah badan air yang terbuka yang dapat berupa sumur, sungai atau laut. Sumber pencemaran terhadap air permukaan di Kota Bitung yang utama adalah industri, rumah tangga, dan restoran yang membuang limbahnya langsung ke badan air. Air permukaan pada titik-titik tertentu, seperti pada areal pemukiman padat, lokasi perbengkelan, dan industri rawan terhadap pencemaran. Di lokasi pemukiman padat, air permukaan kemungkinan tercemar oleh bakteri yang berasal dari septic tank. Air permukaan di sekitar aktivitas perbengkelan juga berpeluang tercemar oleh ceceran oli bekas yang merembes ke dalam tanah. Sedangkan pada areal sekitar industri berpotensi tercemar oleh limbah industri. 62 Hal yang kontradiktif masih terjadi dimana ada pabrikan yang beranggapan bahwa membuang limbah industri yang mengandung bahan organik seperti minyak kelapa dan darah ikan dengan kadar yang rendah akan membantu meningkatkan populasi plankton sehingga dapat meningkatkan kehidupan biota laut.

C. Pencemaran Tanah

Pencemaran tanah terjadi di titik-titik tertentu seperti di perbengkelan, lokasi permukiman, bisnis, dan industri. Penanganan oli bekas di lokasi perbengkelan umumnya belum maksimal, karena masih terjadi ceceran-ceceran oli bekas di permukaan tanah. Sumber pencemaran tanah lainnya adalah tempat-tempat penimbunan besi tua yang banyak terdapat di Kota Bitung. Di tempat-tempat tersebut, besi tua hanya ditumpuk di tempat terbuka. Paparan besi tua terhadap sinar matahari dan air hujan menyebabkan unsur-unsur dari bahan logam dapat tercuci ke permukaan tanah. Unsur-unsur logam tersebut dengan mudah dapat mencapai sumber-sumber air seperti sumur, sungai, atau laut.

D. Konversi Lahan

Penelitian menyangkut konversi lahan pertanianalih fungsi lahan di Kota Bitung pada akhir 1990an dilaporkan oleh Turangan 1999. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa sampai dengan Tahun 1996, konversi lahan pertanian mencapai 279,29 ha, namun data tidak dirinci per satuan waktu tahunan sehingga kecenderungannya tidak kelihatan. Data di dalam Bitung Dalam Angka Tahun 2006 BPS Bitung 2007 memberikan informasi bahwa hanya dalam selang waktu dua tahun, yaitu tahun 2004 sd 2006 terjadi konversi lahan pertanian seluas 957 ha, atau rata-rata 2,56tahun dari total lahan pertanian secara keseluruhan di Kota Bitung. Konversi lahan pertanian terjadi untuk memenuhi kebutuhan permukiman dan fasilitas umum serta ekonomi.

E. Erosi Tanah dan Degradasi Lahan

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, daratan Kota Bitung dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu berombak berbukit 45,06, bergunung 32,73, berombak 18,03, dan daratan landai 4,18. Disisi lain, tekstur tanah umumnya adalah berpasir dan liat berpasir. Kondisi permukaan tanah dan tekstur tanah tersebut menyebabkan mudah terjadinya erosi tanah pada saat musim penghujan. Erosi yang terjadi secara terus menerus menyebabkan terjadinya degradasi lahan perkebunan dan hutan. 63

V. STATUS INDUSTRI MANUFAKTURAGRO

Pada bab ini akan dibahas mengenai status industri manufakturagro di Kota Bitung. Status industri yang dibahas meliputi kinerja industri, jenis-jenis industri dan produk yang dihasilkan, limbah industri, bahan ikutan industri, persepsi pemangku kepentingan, evaluasi terhadap rencana pembangunan Kawasan Industri, dan pola keterkaitan antar industri.

5.1. Industri Manufaktur

Sektor industri manufaktur merupakan sektor andalan Kota Bitung. Pada tahun 2006 terdapat 2.515 unit usaha, meningkat secara siknifikan dibanding tahun 2002 yaitu 2.375 unit usaha Tabel 5.1.. Bertumbuhnya sektor ini sangat membantu perekonomian kota, terutama dengan meluasnya kesempatan kerja, dimana pada tahun 2006 terserap tenaga kerja sebanyak 22.545 orang Tabel 5.2. Dinas Perindag Kota Bitung, 2007. Jumlah Industri Kecil dan Menengah IKM pada tahun 2004 dan 2005 mengalami peningkatan sebanyak 51 unit. Tabel 5.1. Perkembangan Perusahaan Industri unit Thn 2002 – 2006 No Jenis Usaha Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 1 Industri Kecil Menengah 2.330 2.360 2.381 2.424 2.462 2 Industri Agro, Logam Kimia 45 47 51 51 53 Jumlah 2.375 2.407 2.432 2.475 2.515 Sumber: Dinas Perindag Kota Bitung 2007 Dari 53 unit usaha industri besar industri agro, logam, dan kimia, jumlah industri agro adalah 35 unit usaha atau sekitar 67 persen atau merupakan mayoritas dari keseluruhan industri besar yang ada di Kota Bitung. Tabel 5.2. Perkembangan Tenaga Kerja orang Thn 2002 – 2006 No Tenaga Kerja Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 1 Industri Kecil Menengah 11.092 11.174 11.245 11.380 11.479 2 Industri Agro Logam Kimia 7.647 10.116 10.510 10.510 11.066 Jumlah 18.739 21.290 21.755 21.890 22.545 Sumber : Dinas Perindag Kota Bitung 2007 Kinerja investasi industri manufaktur di Kota Bitung dapat dinilai baik. Penilaian ini didasarkan pada adanya penambahan sebanyak 140 unit usaha antara tahun 2002 dengan 2006 atau dengan rata-rata 23 unit usahatahun Dinas Perindag Kota Bitung 2007. Mengacu pada Sagala 2004, peluang