38 William A. Howe dan Penelope L. Lisi 2014: 19
mengungkapkan beberapa tujuan yang melekat pada kurikulum pendidikan multikultural, yaitu:
1 Teach to eliminate racism, sexism, homophobia, and others forms of intolerance; 2 create an equitable education system
in which all students can achieve to high standards; 3 use content and processes that meet the needs of diverse students;
4 recognize bias and the importance of teaching from multiple perspectives; 5 prepare all students to live and work
in a global, multikultural word; 6 instill in students a sense civic responsibility and social consciousness.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dimaknai bahwa dalam implementasi pendidikan multikultural, sekolah harus memiliki
keterbukaan pemikiran yang tinggi. Sekolah harus mampu menciptakan atmosfir pendidikan yang menghilangkan rasisme,
seksisme, dan bentuk-bentuk tindakan intoleransi lainnya. Sistem pendidikan yang diselenggarakan merupakan sistem pendidikan yang
adil bagi seluruh peserta didik, di mana semua peserta didik memiliki kesempatan untuk mengoptimalkan potensi masing-masing. Oleh
karena itu, konten dan proses pendidikan harus disesuaikan dengan segala kebutuhan peserta didik. Pengajaran yang diselenggarakan di
sekolah harus dilakukan dalam berbagai perspektif. Secara garis besar, pendidikan multikultural di sekolah berguna untuk mempersiapkan
peserta didik hidup dalam masyarakat sosial secara global.
b. Teori belajar
Teori belajar harus memperhatikan keragaman sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Tidak boleh lagi hanya mendasarkan diri pada
39 teori psikologi belajar yang menempatkan peserta didik sebagai
makhluk sosial, budaya, politik, yang hidup sebagai anggota aktif masyarakat, bangsa, dan dunia.
c. Proses belajar
Proses belajar yang dikembangkan untuk peserta didik harus berdasarkan pada proses yang memiliki tingkat isomorphism yang
tinggi dengan kenyataan sosial. Artinya, proses belajar yang mengandalkan peserta didik belajar secara individualistis dan bersaing
secara kompetitif individualistis harus ditinggalkan dan diganti dengan cara belajar berkelompok, dan peserta didik terbiasa hidup dengan
berbagai budaya, sosial, intelektualitas, ekonomi, dan apirasi politik.
d. Evaluasi
Evaluasi yang digunakan haruslah meliputi keseluruhan aspek kemanusiaan dan kepribadian peserta didik, sesuai dengan tujuan dan
konten yang dikembangkan. Alat evaluasi yang digunakan haruslah beragam sesuai dengan sifat, tujuan dan informasi yang ingin
dikumpulkan. Penggunaan alternative assessment portofolio, catatan observasi, wawancara dapat pula digunakan.
Bank 1993 dalam Sopiah 2009: 23, menjelaskan bahwa terdapat lima dimensi dalam pendidikan multikultural. Pertama, adanya
integrasi pendidikan dalam kurikulum content integration yang di dalamnya melibatkan keragaman dalam satu kultur pendidikan yang
bertujuan untuk menghapus prasangka. Kedua, konstruksi ilmu
40 pengetahuan knowledge construction yang diwujudkan dengan
mengetahui dan memahami secara komprehensif keragaman yang ada. Ketiga, pengurangan prasangka prejudice reduction yang lahir dari
interaksi antarkeragaman dalam kultur pendidikan. Keempat, pedagogik kesetaraan manusia equity pedagogy yang memberi ruang dan
kesempatan yang sama kepada setiap elemen yang beragam. Kelima, pemberdayaan kebudayaan sekolah empowering school culture, yaitu
bahwa sekolah adalah elemen pengentas sosial dari struktur masyarakat yang timpang ke struktur masyarakat yang berkeadilan Sopiah, 2009:
23.
a. Integrasi konten