Strategi pendidikan multikultural di TK Katolik Sang Timur

80 Hal ini senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang mengungkapkan bahwa: “Karena pendidikan multikultural sudah mendarah daging di sini, maksudnya sedari dulu kami semua sudah menerima dan hidup dengan warga sekolah dari lintas agama dan budaya. Maka ini tidak seperti kebijakan pada umumnya. Maksudnya, rata-rata kebijakan akan terlaksana dengan adanya intervensi. Tetapi pendidikan multikultural di sini berjalan alami mbak, ya begitu saja .” WAWM.714082016 Pendapat hampir senada dipaparkan oleh Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum yang menyampaikan bahwa: “Pelaksanaannya tidak seperti pelaksanaan kebijakan pada umumnya. Maksudnya, biasanya kan suatu kebijakan itu memiliki aturan tegas dan intervensi, jadi terkadang membuat pelaku yang dikenai kebijakan tidak enjoy. Tapi karena di sini kebijakan multikulturalisme sudah mendarah daging pada keluarga TK Sang Timur, maka kami menjalankannya seperti kehidupan sehari-hari. Enjoy dan menyenangkan.” WAWSE.528122016

b. Strategi pendidikan multikultural di TK Katolik Sang Timur

Yogyakarta Implementasi pendidikan multikultural di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta dilakukan melalui beberapa strategi. Perlunya strategi-strategi tertentu dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural di sekolah didorong oleh dua hal, yaitu a keberadaan TK Sang Timur Yogyakarta sebagai lembaga pendidikan swasta Katolik; b keberadaan TK Sang Timur Yogyakarta sebagai lembaga pendidikan anak usia dini. Kedua hal tersebut menjadi dasar dibutuhkannya beberapa strategi dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural. Hal ini senada dengan pemaparan Suster M 81 selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Sebelumnya saya ingin menyampaikan ya mbak. Terkait dengan penelitian yang mbak lakukan. Poin utama diperlukannya strategi dalam menerapkan pendidikan multikultural di sini adalah keberadaan kami sebagai yayasan Katolik, yang pertama. Jadi pasti kami perlu menggunakan inovasi untuk memberikan nilai-nilai multikultural di lingkungan yang mayoritas Katolik, meskipun di sini juga hidup dan berkembang 4 agama lainnya, yang kedua adalah sasaran kami, di sini kan TK ya mbak, siswanya anak-anak. Jadi pasti kami juga butuh strategi tertentu untuk menanamkan nilai- nilai multikultural pada anak.” WAWM.821082016 Penelitian ini berusaha mengetahui strategi yang dimiliki sekolah dalam menerapkan pendidikan multikultural. Oleh karena itu, penulis berusaha melihat ke dalam setiap aktivitas di sekolah, mulai dari struktur sosial yang dibangun di sekolah, proses pembelajaran yang dilakukan, kurikulum yang dipakai dan dikembangkan, kultur sekolah yang diwujudkan, dan evaluasi yang dijalankan. 1 Struktur sosial yang dibangun dalam mewujudkan pendidikan multikultural di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta TK Katolik Sang Timur Yogyakarta memiliki input yang beragam, baik dari segi agama, suku, bahasa, maupun yang lainnya. Tidak dipungkiri bahwa di sekolah ini terdapat golongan mayoritas. Dari segi agama, mayoritas adalah Katolik. Dari segi suku dan bahasa mayoritas adalah suku Jawa dan bahasa Jawa. Meski begitu, di sekolah ini juga hidup dan berkembang warga sekolah dari golongan agama Islam, Kristen, Hindhu, dan Budha. Kemudian ditambah juga warga sekolah dari suku di luar suku 82 Jawa. Sekolah mensikapi segala perbedaan sebagai hal yang posistif. Hal ini sesuai dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang mengungkapkan bahwa: “Di sini hidup dan berkembang warga sekolah dari beberapa agama mbak. Pak Sih, tukang kebun kami beragama muslim, terus si bagian PAUD ada satu orang guru pengasuh juga muslim. Untuk peserta didik sendiri ada yang Muslim, Kristen, Katolik, Buda, dan Hindu. Kalau untuk tahun ini, dari peserta didik ada yang beragama Muslim, Kristen, Katolik, dan Hindu. Kalau untuk ras, paling banyak memang dari Jawa. Tapi kami terbuka dengan siapa saja, kebetulan tahun ini juga ada beberapa yang dari batak.” WAWM.919122016 Pendapat yang sama disampaikan oleh Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Di sini hidup beberapa keyakinan dalam artian agama ya mbak. Baik dari guru, karyawan, dan siswa, kami beragam. Dalam lima tahun terakhir kami memiliki siswa dengan latar belakang lima agama yang diakui di Indonesia, yaitu Islam, Katolik, Hindu, Buda, dan Kristen. Semester ini siswa kami ada yang beragama Islam, Katolik, Kristen, dan Hindu. Meskipun masyoritas Katolik dan Kristen, tapi di sini pelabelan agama berusaha kami hilangkan dalam hal kehidupan yang ingin menjunjung tinggi pendidikan multikultural. Di sini kalau ras atau suku paling banyak memang Jawa mbak, tapi ada juga batak. Tapi perbedaan tersebut justru kami jadikan sebagai media pembelajaran langsung, misal dalam memperkenalkan suku-suku di Indonesia. WAWSE.628122016 Perbedaan-perbedaan di lingkungan TK Katolik Sang Timur Yogyakarta menciptakan situasi tersendiri bagi sekolah. Hal ini tentu menuntut sekolah menciptakan strategi dalam menghadapi 83 keadaan tersebut. Strategi yang digunakan tentu dengan memberdayakan seluruh keanekaragaman di lingkungan sekolah. Keanekaragaman yang dimiliiki warga sekolah dijadikan sebagai instrumen untuk membentuk struktur sosial baru dengan tidak menghilangkan karakteristik yang dimiliki setiap individu. Hal ini senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “…..perbedaan–perbedaan yang ada di sini justru kami pakai untuk membentuk struktur sosial baru yang memasukkan semua karakteristik mereka mbak, dari agama, suku, gender, dan lain-lain. Kita ambil nilai-nilai positifnya dari semua golongan .” WAWM.1014082016 Hal yang menjadi perhatian utama dalam membangun struktur sosial multikultural adalah dengan tidak menonjolkan satu golongan dibanding golongan lainnya. Perbedaan-perbedaan yang ada justru dimanfaatkan sebagai pendukung implementasi pendidikan multikultural. Hal ini senada dengan pemaparan Suster M selaku Kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “……dengan tidak menganggap satu golongan lebih menonjol dari golongan lain. Karena perbedaan tersebut bukan menjadi masalah bagi kami. Kami malah menggunakan segala perbedaan yang ada sebagai aspek pendukung implementasi pendidikan, khususnya pendidikan multikultural. dengan adanya perbedaan di sini kan anak- anak tidak perlu jauh-jauh ketika ingin belajar kebinekaan”. WAWM.11291216 TK Katolik Sang Timur Yogyakarta berupaya membangun struktur sosial baru dengan mengambil nilai-nilai positif dari setiap 84 agama, bahasa, dan budaya yang dibawa oleh peserta didik. Hal ini senada dengan pemaparan Suster M selaku Kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “….dari segi bahasa, tentu terbanyak bahasa Jawa. Tapi kami selalu terbuka dan bangga dengan bahasa Ibu dari semua peserta didik. Misal peserta didik dari batak menggunakan bahasa batak, malah kami gunakan sebagai media untuk mengenalkan berbagai bahasa kepada teman- temanya secara langsung.” WAWM.1219122016 Pendapat yang sama disampaikan oleh Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Bahasa kami menggunakan bahasa Indonesia dan Jawa. Tetapi kami juga memberikan kelonggaran bagi siswa yang memakai bahasa daerah mereka. Ini malah menjadi satu ketertarikan bagi kami.” WAWSE.728122016 Komitmen TK Katolik Sang Timur Yogyakarta untuk tidak menonjolkan golongan tertentu di sekolah terlihat pada cara sekolah dalam mengambil sudut pandang suatu agama. Sekolah beranggapan bahwa agama merupakan urusan privat masing- masing orang. TK Katolik Sang Timur sedapat mungkin menghilangkan pelabelan agama, meskipun sekolah tersebut merupakan yayasan Katolik. Hal ini senada dengan pemaparan Suster M selaku Kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang memamparkan bahwa: “Satu lagi ya mbak, walaupun sekolah sendiri bernafaskan agama Katolik, pelabelan agama sedapat mungkin dihilangkan. Sekolah berpandangan bahwa agama merupakan masalah yang privat, diserahkan pada individu 85 masing-masing dan pada institusi yang berhak, seperti halnya masjid, gereja, wihara, pura, dan lain-lain. ” WAWM.13291216 TK Katolik Sang Timur Yogyakarta berusaha membangun struktur sosial baru yang ramah dan dapat diterima oleh seluruh warga sekolah. Salah satunya dilakukan dalam hal penyebutan “Tuhan”. Warga sekolah TK Katolik Sang Timur Yogyakarta menggunaka n kata “Tuhan” sebagai kata untuk menyebut Sang Pencipta. Alasan sekolah menggunakan kata tersebut karena kata “Tuhan” memiliki makna yang universal, dapat diterima oleh semua golongan agama. Pada pelaksanaannya, sekolah tidak bisa memungkiri bahwa di lingkungan Katolik, tentu akan muncul beberapa kegiatan dengan cara-cara Katolik, misalkan saja ketika menyanyikan lagu pujian dengan kata “Tuhan Yesus”, “Bapa”, dan “Bunda”. Akan tetapi, sekolah tidak pernah memaksakan peserta didik ataupun guru yang non-Katolik untuk mengikuti cara tersebut. Hal ini senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang mengungkapkan bahwa: “Dengan kata “Tuhan” mbak. Karena menurut kami bahasa ini universal untuk semua agama. Tapi karena ini yayasan Katolik ya mbak, pasti kami ada nuansa Katolik dalam cara berdoa. Akan tetapi untuk yang non-Katolik kami persilakan berdoa dan menyebut “Tuhan” sesuai kepercayaan masing- masing. Jadi kami di sin i tidak mengkristianikan mbak.” WAWM.1419122016 86 Pendapat yang sama disampaikan oleh Ibu VE selaku guru kelas di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: ““Tuhan” mbak. Menurut saya itu penyebutan yang dapat diterima oleh semuanya.” WAWVE.123112016 Hal senada juga dipaparkan oleh Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Tentu dengan kata “Tuhan” mbak. Karena kata tersebut menggunakan makna yang universal.” WAWSE.828122016 Strategi selanjutnya dalam mewujudkan pendidikan multikultural melalui struktur sosial yang dibangun adalah dengan memfasilitasi warga sekolah merayakan setiap hari besar agama dan budaya yang dimiliki. Perayaan yang dilakukan bukan sekedar aktivitas fisik saja, melainkan ditambah dengan penanaman nilai- nilai karakter pada diri peserta didik. Nilai karakter yang dimaksud adalah nilai peghargaan dan toleransi pada setiap agama maupun budaya. Sekolah berusaha menanamkan pada peserta didik bahwa setiap agama diwakili dengan hari besar agama memberikan nilai-nilai dan ajaran yang baik. Hal ini senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang mengungkapkan bahwa: “Nah ini menurut saya masuk ke dalam inovasi kurikulum sekolah. Kurikulum kan nggak melulu tentang pembelajaran di kelas. Tapi menyangkut hal-hal yang dilakukan demi 87 mencapai tuuan pendidikan yang telah ditetapkan. Nah pada saat perayaan hari agama, kami rayakan semua mbak, dari Natal, Idul Fitri, Idul Adha, Imlek, dan lain-lain. Di dalam perayaan tersebut bukan maksud kami untuk menyuruh anak melakukan ibadah kepercayaan di luar dirinya. Tapi kami menggunakan momen perayaan agama sebagai ajang untuk saling bertoleransi. Kami kenalkan nilai-nilai moral dalam setiap perayaan.” WAWM.15191216 Pendapat hampir sama disampaikan oleh Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum TK Katolik Sang Timur Yogyakarta, bahwa: “……kegiatan perayaan mbak. Tapi bukan semata-mata perayaan saja. Kami menggunakan perayaan tersebut sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai moral. Ini termasuk dalam pengembangan kurikulum kami mbak, yaitu menanamkan nilai moral lewat perayaan agama dan hari jadi keagamaan lain. Misalnya ketika Idul Fitri kita ada kegiatan membuat ketupat. Kami ajarkan kepada anak-anak makna filosofis ketupat. Dalam hal ini, yaitu nyuwun ngapunten menawi lepat. Ketika Natal kita mengadakan juga pembuatan pohon kata. Kata-kata dibuat oleh guru dan Frater. Kata- kata motivasi tentunya.” WAWSE.914012017 Perayaan hari besar agama berguna untuk mengenalkan macam-macam agama di Indonesia kepada peserta didik. Secara implisit juga untuk mengajarkan sikap toleransi dan saling menghargai. Nilai toleransi ditanamkan melalui pemberian keteladanan pada diri peserta didik untuk senantiasa menghargai tiap-tiap agama, salah satunya dengan memberikan ucapan bagi temannya yang sedang merayakan hari besar agama. 88 Hal ini senada dengan pemaparan Ibu MW selaku guru kelas di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Kami melakukan perayaan pada hari agama. Untuk mengenalkan pada siswa, selanjutnya menanamkan nilai- nilai moral yang muncul pada perayaan hari-hari agama mbak. Jadi bukan hanya perayaannya saja yang kami tonjolkan sebagai kegiatan saling toleransi. Tapi nilai moral yang dapat diambil. Lewat hari agama, kami juga menanamkan sikap saling menghargai pada diri anak dengan memberikan keteladanan saling mengucapkan ketika hari agama. Misal pada saat idul fitri, siswa Katolik mengucapkan selamat idul fitri pada temannya yang mera yakan, begitu juga sebaliknya.” WAWMW.129122016 Kegiatan perayaan hari besar agama digunakan sekolah untuk menanamkan nilai-nilai positif bagi peserta didik. Hal ini dilakukan agar peserta didik memahami bahwa setiap agama mengajarkan nilai-nilai kebaikan. Nilai yang sering dimunculkan oleh sekolah adalah nilai berbagi dan peduli terhadap sesama. Hal ini sesuai dengan pemaparan Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Selain itu kami juga mengajarkan kepada anak-anak arti berbagi. Misal ketika Natal, kami menyuruh anak-anak untuk memberikan persembahan kepada Yesus Kecil berupa sembako, pada nantinya sembako tersebut kami berikan kepada masyarakat di sekitar sekolah. Ketika Idul Adha kami juga melakukan bakti sosial serupa. Jadi kegiatan pada saatn perayaan hari agama, kami jadikan momen untuk menanamkan nilai kebersamaan, toleransi, dan berbagi pada anak- anak.” WAWSE.1014012017 89 Setiap kegiatan yang dilakukan sekolah sebagai upaya mewujudkan struktur sosial yang multikultural selalu diiringi dengan pemberian keteladanan oleh orang dewasa di sekolah kepala sekolah, guru, staf, dan frater. Pada kegiatan sehari-hari, kepala sekolah, guru, karyawan, dan frater selalu mengingatkan peserta didik untuk senantiasa beribadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Hal ini senada dengan pendapat Suster M selaku Kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Dalam kehidupan sehari-hari, kami memberikan keteladanan bagi anak-anak mbak. Bagimana cara kita saling mengasihi dan lain-lain. Dari segi penajaman aspek keagamaan, kami selalu mengingatkan siswa yang beragama Katolik untuk senantiasa ke Gereja. Kemudian siswa muslim kami ingatkan untuk sholat, yang laki-laki sholat jumat. Pada saat puasa, Idul Fitri, Idul Adha, kami mengajarkan anak-anak untuk senantiasa berbakti pada ajaran Tuhan lewat kepercayaan masing- masing.” WAWM.16291216 Pentingnya keteladanan dalam mewujudkan pendidikan multikultural juga disampaikan oleh ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang mengungkapkan bahwa: “Jadi dengan kegiatan-kegiatan yang kami adakan, pemberian keteladanan bagi siswa, pembiasaan untuk saling menghormati, mengucapkan terimakasih, meminta maaf itu menjadi strategi kami juga dalam menanamkan pendidikan multikultural.” WAWSE.1131012017 Respon yang diberikan TK Katolik Sang Timur Yogyakarta dalam mensikapi keberagaman dipertajam dengan cara-cara 90 sekolah dalam memberdayakan masing-masing karakteristik yang ada. Sekolah senantiasa memberikan kesempatan bagi seluruh warga sekolah untuk berpendapat, berkreasi, dan berekspresi. Sekolah memfasilitasi seluruh bakat dan minat yang dimiliki oleh seluruh warga sekolah, baik guru maupun peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari beranekaragamnya kegiatan pengembangan bakat yang diselenggarakan oleh sekolah. Hal tersebut senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “…..dengan memberikan kesempatan tiap-tiap orang untuk berpendapat, berkreasi, dan berekspresi. Kami tidak membatasi pendapat dan kreasi semua guru maupun peserta didik. Bahkan dalam hal pengembangan diri guru. Di sini sekolah sangat memberi kesempatan bagi semua warga sekolah untuk megembangkan diri. Sebagai contohnya, saat ini ada satu guru yang menjadi bendahara IGTK Umbulharjo. Kami senantiasa mendorong demi pengembangan diri mereka, kami tidak membatasi, kami memberikan kesempatan, jika memang mampu. Untuk setiap anak tentu memiliki karakter yang berbeda di bidang bakat ya mbak, kami fasilitasi mbak. Awalnya memang kita harus peka mbak dengan bakat mereka. Baru kita berikan fasilitas. Di sini ya mbak ada anak yang berbakat tari, kami datangkan guru tari. Ada satu anak yang bakat biola, kami fasilitasi. Makanya di sini prestasi siswa beraneka ragam. Nanti mbak bisa lihat datanya. Ada yang juara drumb band, tari tradisional klasik, gerak dan lagu, menggambar, mewarnai, biola, musik tunggal, dan lain- lain.” WAWM.2119122016 Pendapat hampir senada dipaparkan oleh Ibu MR selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: 91 “Ya dengan menerima setiap kekhasan yang dimiliki warga sekolah. Ditambah dengan cara sekolah yang memfasilitasi kami dalam merayakan hari-hari besar agama. Kemudian yang terpenting juga memfasilitasi bakat anak mbak. Mutikultural kan tidak melulu tentang agama, dengan menghargai tiap bakat anak merupakan tindakan multikultural.” WAWMR.331122016 2 Proses pembelajaran yang dibangun dalam mewujudkan pendidikan multikultural di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta TK Katolik Sang Timur Yogyakarta senantiasa membangun proses pembelajaran yang baik untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah dicita-citakan, salah satunya adalah pendidikan multikultural. Proses pembelajaran yang diwujudkan TK Katolik Sang Timur Yogyakarta dilandaskan pada teori belajar yang memperhatikan keberagaman yang dimiliki oleh peserta didik, meliputi keberagaman sosial, budaya, politik, agama, dan keberagaman lainnya. Selain itu, TK Katolik Sang Timur Yogyakarta juga berupaya mewujudkan proses pembelajaran yang menghargai dan memfasilitasi minat dan bakat peserta didik. Pembelajaran yang dilaksanakan tidak boleh menempatkan peserta didik sebagai objek, melainkan sebagai subjek dengan karakteristik yang berbeda-beda. Perwujudan proses pembelajaran dengan menghargai bakat dan minat peserta didik dilakukan TK Katolik Sang Timur Yogyakarta melalui konsep pendidikan sentra yang diusung oleh sekolah. 92 Hal tersebut senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang mengungkapkan bahwa: “Teori belajar dan proses belajar harus memperhatikan keragaman sosial, budaya, politik, dan ekonomi mbak. Tidak boleh menempatkan siswa sebagai objek, melainkan menempatkan mereka sebagai subjek dengan kekhasan masing-masing. Kemudian proses belajar yang berlangsung di sini mengacu pada penghargaan minat dan bakat anak yang berbeda-beda, inilah salah satu alasan kami menggunakan model belajar sentra. Di sini kami menggunakan pembelajaran sentra mbak. Model tersebut merupakan model yang kami rancang untuk memfasilitasi bakat dan minat anak yang berbeda- beda.” WAWM.2219122016 Keberadaan model pembelajara sentra sebagai salah satu strategi sekolah dalam mewujudkan pendidikan multikultural juga dipertegas oleh pendapat Ibu MW selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Proses belajar yang berlangsung di sini mengacu pada penghargaan minat dan bakat anak yang berbeda-beda, inilah salah satu alasan kami menggunakan model belajar sentra.” WAWMW.129122016 Selain hal-hal di atas, TK Katolik Sang Timur Yogyakarta berusaha mewujudkan proses belajar yang mampu membangun nilai-nilai kebersamaan pada diri peserta didik. Proses belajar yang mengandalkan peserta didik belajar secara individualistis dan bersaing secara kompetitif sebisa mungkin ditinggalkan, kemudian diganti dengan cara belajar yang mengandalkan kerjasama, seperti halnya kerja kelompok. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik 93 mampu hidup bersama dengan orang lain dalam suatu perbedaan, yaitu perbedaan budaya, status sosial, tingkat intelektualitas, ekonomi, dan lain sebagainya. Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu MW selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Proses belajar yang mengandalkan siswa belajar secara individualistis dan bersaing secara kompetitif individualistis harus ditinggalkan dan diganti dengan cara belajar berkelompok, dan siswa terbiasa hidup dengan berbagai budaya, sosial, intelektualitas, ekonomi, dan lain sebagainya.” WAWMW.229122016 Proses pembelajaran yang dibangun TK Katolik Yogyakarta adalah pembelajaran yang mampu menerima sifat-sifat kultural yang dibawa anak, seperti halnya yang disampaikan oleh Ibu MR selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang mengutarakan bahwa: “Proses belajar yang menghargai minat dan bakat. Yang menerima sifat-sifat kultural yang dibawa anak.” WAWMR.431122016 Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa proses pembelajaran yang diselenggarakan TK Katolik Sang Timur Yogyakarta seluruhnya mengacu pada penghargaan terhadap perbedaan. Materi pembelajaran di kelas didesain dengan mengacu pada aspek multikultural, salah satunya adalah melalui penyampaian lagu yang menanamkan nilai saling menghargai. Hal ini dijadikan sebagai salah satu strategi dalam mewujudkan pendidikan multikultural di sekolah. Di mana anak usia dini lebih 94 mudah menerima materi melalui lagu. Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa penyampaian materi lagu di kelas mencerminkan aspek multikultural untuk memantik sikap toleransi pada diri peserta didik. Penggalan lirik lagu yang dimaksud adalah: “..…teman mari kita hormati dengan saudara beda agama, dengan saudara beda pendapat. Islam Allohuakbar, Katolik Kristen Haleluya, Hindu Homswastiwastu …..”. OBS.122112016 Kebenaran dari hasil penelitian ini senada dengan yang disampaikan oleh Ibu MW selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Menurut kami sangat mengacu. Multikultural kan tidak hanya semata-mata tentang agama dan budaya, tetapi juga termasuk kemampuan anak-anak yang berbeda-beda. Proses belajar kami secara keseluruhan mengacu pada penghargaan terhadap perbedaan. Pada proses belajar di kelas kami mendesain materi yang mencerminkan multikultural mbak. Yaitu dengan lagu pembelajaran yang sangat memantik peserta didik untuk toleransi. Lagu kan menjadi hal yang paling gampang diterima oleh anak TK. Salah satunya pada lirik lagu yang mbak dengarkan tadi di mana liriknya adalah “teman mari kita hormati dengan saudara beda agama, dengan saudara beda pendapat. Islma Allohuakbar, Katolik Kristen Haleluya, Hindu Homswastiwast u”. Jadi mbak dalam proses pembelajaran selalu kami masukkan aspek multikulturalitas.” WAWMW.314012017 Pendapat di atas dipertegas oleh pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang mengatakan bahwa: “Proses belajar kami secara keseluruhan mengacu pada penghargaan terhadap perbedaan. Bahkan pada pembelarannya, lewat lagu, ada lirik yang mengatakan 95 “Islam Allohuakbar, Katolik Haleluya, Hindu ….mari kita sayangi seluruh saudara kita”. Kami sengaja merancang itu semua untuk menumbuhkan pendidikan multikultural di sekolah ini.” WAWM.2319122016 Proses pembelajaran yang mengacu konsep multikultural juga diwujudkan TK Katolik Sang Timur Yogyakarta dengan cara memfasilitasi minat dan bakat anak dengan tetap disesuaikan pada tema pembelajaran. Hal ini diwujudkan oleh guru melalui sistem pemberian tugas pada peserta didik terkait dengan tema yang sudah disampaikan. Penugasan tersebut dikerjakan di kelas, terdiri dari tiga tugas. Metode yang dilakukan oleh guru adalah dengan mempersilakan peserta didik untuk memilih tugas sesuai minat atau bakat mereka. Akan tetapi, pada akhirnya seluruh peserta didik tetap harus menyelesaikan semua tugas yang diberikan dengan sistem belajar bersama dengan teman yang memilih tugas yang berbeda dengan peserta didik yang dimaksud. Hal ini dilakukan oleh guru untuk menumbuhkan nilai-nilai kerja sama pada diri peserta didik. Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu MW selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Selain itu, dalam proses pembelajaran secara kognitif, kami juga terapkan aspek multikural. Dalam hal ini kami berusaha memfasilitasi minat dan bakat anak. sebagai contoh, pada materi air kami sediakan 3 jenis kegiatan pembelajaran menggambar, menulis, memola anak-anak disuruh memilih materi sesuai minatnya, tetapi pada akhirnya harus tetap menyelesaikan semua dengan sistem belajar bersama teman yang berbeda-beda misal Abraham memilih memola, 96 maka dia harus belajar bersama Kael yang memilih menulis. Pada akhirnya jika mereka sama-sama sudah selesai, meraka harus bergantian tugas. ” WAWMW.414012017 Perwujudan pendidikan multikultural dalam proses pembelajaran juga dilakukan melalui penanaman konsep kesetaraan gender. Meskipun tidak diberikan teori tentang kesetaraan gender, peserta didik diajarkan dan diberikan keteladanan tentang perilaku yang mencerminkan kesetaraan gender. Guru senantiasa menanamkan kepada peserta didik bahwa tugas apapun dapat dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Hal itu juga diwujudkan dengan perlakukan guru kepada peserta didik. Guru selalu bersikap adil kepada peserta didik, salah satunya melalui pemberian tugas. Berdasarkan hasil observasi di kelas, guru senantiasa memberikan keseimbangan dalam hal pemberian tugas. Misalkan ketika akan makan, guru akan menunjuk petugas pemimpin doa dan pembawa sabun. Kedua petugas tersebut dipilih oleh guru dengan komposisi satu laki-laki dan satunya lagi perempuan. Penanaman nilai kesetaraan gender juga diwujudkan oleh guru di dalam kelas melalui pengaturan tempat duduk peserta didik. Guru menempatkan peserta didik laki laki dan perempuan dalam satu kelompok belajar. Hal ini seanada dengan pemaparan Ibu MW selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang meyampaikan bahwa: “Kami juga menerapkan konsep gender loh mbak. Di mana kami menanamkan pada siswa bahwa tugas apapun bisa 97 dilaksanakan laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya kami tidak pernah membedakan mana laki-laki mana perempuan. Pada saat duduk di kelas pun, antara laki-laki dan perempuan kami setting agar menjadi satu. Jadi tidak perempuan bergerombol sendiri dan laki-laki bergerombol sendiri. ” WAWMW.514012016 Dalam pembelajaran di kelas, tentu memunculkan suatu aktivitas dan tradisi yang melibatkan guru dan peserta didik. Guru kelas senantiasa menseting aktivitas dan tradisi yang berjalan di kelas dengan mengacu pada aspek multikultural. Secara garis besar, tradisi yang dilaksanakan di kelas meliputi berdoa, bernyanyi, penyampaian materi dan tanya jawab, serta penyampaian materi tentang perilaku positif, salah satunya sikap saling menghargai. Hal ini senada dengan pemaparan Ibu VE selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Sudah pasti berdoa dulu, menyanyi, habis itu ya tanya jawab tentang tema sub tema, terus tentang perilaku yang baik, salah satunya sikap menghargai sesama.” WAWVE.223112016 Aktivitas dan tradisi di kelas dilakukan dengan melibatkan peserta didik, salah satunya ketika melakukan absensi. Sebelum kegiatan dimulai setelah berdoa, peserta didik akan dipancing kepekaannya kepada teman lain dengan menyebutkan teman-teman mereka yang tidak berangkat. Hal ini dilakukan oleh guru dalam rangka membangun nilai-nilai kebersamaan pada diri peserta didik. 98 Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu MR selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang memaparkan bahwa: “Sebelum memulai kegiatan berdoa dulu, setelah itu kami lakukan absensi dengan melibatkan anak-anak, yaitu dengan melihat siapa saja dari teman mereka yang tidak berangkat.” WAWMR.531122016 Pendapat senada disampaikan oleh Ibu MW selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Sebelum memulai kegiatan berdoa dulu, sebelum belajar, sebelum makan, sebelum pulang pasti berdoa dulu. Kemudian melakukan absensi, dengan cara anak-anak menyebutkan siapa saja temannya yang hari ini tidak masuk. Hal ini kami lakukan untuk membangun nilai-nilai kebersamaan pada diri anak. Kemudian kami menyanyikan lagu sebagai salah satu kegiatan belajar. Dan diteruskan dengan peny ampaian materi.” WAWMW.614012017 Aktivitas lain yang dijalankan di kelas berkaitan dengan pendidikan multikultural adalah pemberian kesempatan kepada seluruh peserta didik untuk berpendapat. Hal ini dilakukan ketika guru memulai pembelajaran. Guru memancing keaktifan peserta didik untuk berpendapat melalui “pelemparan” tema. Peserta didik diberikan kesempatan untuk mendiskripsikan tema yang diberikan sesuai dengan apa yang mereka ketahui. Guru bersikap adil dan terbuka dengan tidak membatasi peserta didik untuk berpendapat. Apresiasi diberikan oleh guru atas keaktifan peserta didik. Hal itu dilakukan dengan tidak memberikan judgment “salah” pada deskripsi atau jawaban yang disampaikan oleh peserta didik. Guru 99 akan menginstruksikan peserta didik lain untuk menyempurnakan jawaban yang belum sempurna. Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu MR selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Kemudian kegiatan pembelajaran saya mulai dengan melibatkan peserta didik juga mbak. Misalkan saya memberi materi udara ya mbak, maka saya akan mempersilakan anak untuk menjelaskan apa itu udara. Semua anak saya beri kesempatan. Tidak ada jawaban yang salah mbak. Sebisa mungkin juga pembelajaran kami selenggarakan dengan menyeimbangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Afektif saya bangun dengan sebisa mungkin mewujudkan suasana belajar yang penuh kebersamaan di antara peserta didik. Kemudia secara psikomotorik kami lakukan dengan pemberian materi bernyanyi atau memola. Intinya mbak, kalau ada tanya jawab, kami sebagai guru pasti menanyakan anak-anak terlebih dahulu, pendapatnya seperti apa, dengan tidak disanggah, maksudnya misalnya meskipun jawaban anak kurang tepat, kita tetap mengapresiasi dan juga bersama-sama membuat jawaban yang lebih baik.” WAWMR.631122016 Sebelumnya telah disinggung bahwa berdoa merupakan salah satu aktivitas dan tradisi yang selalu dijalankan di kelas. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa sekolah ataupun guru di dalam kelas senantiasa memberikan kelonggaran dan kebebasan kepada peserta didik untuk berdoa sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa cara-cara berdoa di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta dilakukan menggunakan cara Katolik, karena memang sekolah ini merupakan sekolah swasta milik yayasan Katolik. Untuk mensikapi hal ini, guru menentukan standar seorang peserta 100 didik sudah bisa berdoa atau belum dari sikap mereka, bukan dari lafal doa yang mereka ucapkan. Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu MR selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Karena di sini yayasan Katolik maka kami menggunakan cara-cara Katolik dalam berdoa. Tapi ini tidak menjadi sesuatu yang mutlak mbak. Bagi anak atau guru yang non- Katolik sangat kami persilakan untuk berdoa sesuai ajarannya masing-masing. Pedoman kami bahwa semua agama ataupun ajaran pasti mengajarkan cara-cara berdoa dan bertin gkah laku yang baik.” WAWMR.704012017 Kebenaran pendapat di atas dipertegas oleh pemaparan yang disampaikan Ibu VE selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Karena di sini yayasan Katolik mbak, otomatis berdoanya secara Katolik. Tapi penilaiaannya nggak harus seperti itu. Jadi kalau mereka, ada juga kan yang muslim, jadi saya menilai mereka dari sikapnya, bukan dari cara dia bisa mengucap doa secara Katolik, atau melakukan dengan tanda salib seperti kita, bukan seperti itu mbak. Tapi lebih ke sikap dia. Sikap dia berdoa, kan semua agama mengajarkan yang namanya sikap berdoa itu harus yang baik, iya kan? Misal ketika Sholat ataupun di gereja. Hindu, Budha kan semua tetap mengajarkan sikap berdoa yang baik. Berbicara dengan Tuhan tu harus dengan sikap ynag sopan. Kan seperti itu. Kalau berdoanya ya kami persilakan sesuai ajarannya di rumah. Kalau Hindhu ya Hindhu, Muslim ya Muslim. Jadi kita tu nggak terus mengkatolikkan atau mengkristenkan, enggak sama sekali mbak. ” WAWVE.330122016 Hal tersebut hampir senada dengan pendapat yang disampaikan oleh Ibu MW selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya bahwa karena di sini yayasan Katolik, kami menggunakan cara-cara 101 Katolik dalam beberapa kegiatan, salah satunya adalah ketika berdoa. Akan tetapi kami tidak ingin dibilang mengkristenkan, karena kami memang tidak ingin mengkristenkan mbak. Jadi anak-anak atau ibu guru yang non-Katolik kami persilakan berdoa menggunakan cara-cara yang diyakini, yang penting kan nilainya ya mbak, bahwa sebelum berkegiatan berdoa. Mengenai bagaimana doa yang dipanjatkan, saya yakin semua agama mengajarkan cara-cara berdoa yang baik.” WAWMW.731012017 Pelaksanaan proses pembelajaran yang mengacu pada konsep pendidikan multikultural tentu melibatkan cara-cara yang dipakai guru dalam menciptakan suasana belajar yang ideal di kelas. Suasana belajar yang berusaha diwujudkan di kelas adalah suasana belajar yang aktif, kondusif, penuh kerja sama, penuh kasih, dan toleran. Hal ini tidak terlepas dari keterbukaan pikir guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta. Guru meyakini bahwa suasana di kelas merupakan cerminan keadaan peserta didik di luar kelas. TK Katolik Sang Timur Yogyakarta berusaha mencetak peserta didik menjadi individu yang saling menghormati dan memiliki kepedulian dalam kelompok masyarakat. Cita-cita tersebut diwujudkan salah satunya melalui proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu MW selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Saya menghendaki suasana belajar yang kondusif, penuh kerjasama, penuh kasih, dan toleran mbak. Karena kelas kan cerminan perilaku anak di luar kelas. jadi sebisa mungkin kami menseting anak di dalam kelas untuk menjadi individu dalam kelompok yang memiliki rasa saling menghormati dan memiliki kepedulian tinggi terhadap sesama. Kemudian 102 setelah itu kami juga menghendaki suasana belajar yang seimbang, antara kognitif, perasaan, dan psikomotor. ” WAWMW.831012017 Pendapat hampir senada disampaikan oleh Ibu MR selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Suasana belajar yang aktif, anak-anak bisa terlibat aktif, tidak semuanya bu guru yang mengatur kamu harus begini kamu harus begitu. Tapi dengan anak-anak memberikan masukan nanti kita bisa jalankan bersama- sama.” WAWMR.831122016 Guru di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta menghendaki suasana belajar di kelas yang nyaman bagi peserta didik. Hal itu senada dengan yang disampaikan oleh Ibu VE selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Suasana belajar yang kondusif, yang aktif, yang nyaman bagi semuanya mbak.” WAWVE.430122016 Suasana belajar yang dikehendaki untuk berjalan di kelas akan terwujud jika diimbangi dengan cara-cara yang dilakukan guru dalam menyampaikan materi, cara dalam menggunakan konten-konten budaya, hingga cara yang dilakukan guru dalam menciptakan suasana kebersamaan di kelas. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, diketahui bahwa guru di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta senantiasa mempertimbangkan konsep multikulturalisme dalam menyampaikan materi. Hal itu dibuktikan dengan cara yang dilakukan guru dalam memberikan materi pembelajaran agar dapat diterima oleh seluruh peserta didik 103 dari golongan manapun. Penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan konsep-konsep global. Secara praktik, penyampaian materi yang dilakukan oleh guru dengan menggunakan replika- replika ataupun gambar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa anak usia dini akan lebih mudah menyerap materi melaui pengamatan langsung. Selain itu, guru juga menyelipkan pesan- pesan moral keagamaan dalam setiap materi yang disampaikan, salah satunya dengan mengingatkan peserta didik agar senantiasa taat beribadah. Guru menyampaikan bahwa setiap hari Sabtu, peserta didik Katolik dan Kristen harus ke Gereja. Peserta didik muslim harus beribadah ke masjid, salah satunya melalui ibadah sholat Ju ’mat. Hal itu dilakukan oleh guru untuk mencapai dua tujuan. Pertama, secara eksplisit bertujuan agar peserta didik memiliki pengetahuan tentang nama-nama agama berikut tempat ibadahnya. Kedua, secara implisit hal ini dilakukan agar peserta didik memiliki nilai toleransi terhadap teman yang berbeda agama. Hal ini senada pemaparan Ibu MR selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Ya kita lebih ke global sih mbak. Jadi penyampaian materinya kami menggunakan konsep-konsep global yang dapat diterima oleh semua agama dan golongan apapun. Tapi karena memang ini yayasan Katolik, kami kalau contohnya saja kegiatan waktu hari senin itu pasti saya menanyakan siapa yang minggu ke gereja. Mungkin kalau ada yang beragama muslim, ya kita jelaskan kalau misalnya mbak atau mas yang ini tu nggak ke gereja lo temen-temen, mereka perginya ke mana kalau mau berdoa? Serentak anak- anak akan menjawab ke masjid. Jadi ya sekaligus 104 menjelaskan kepada mereka tentang tempat-tempat ibadah. Jadi dalam penyampaian materi kami juga mengajarkan anak-anak tentang agama dan macam-macam tempat ibadah. Jadi menurut saya hal tersebut sangat mengacu pada aspek penghargaan dan toleransi, tepatnya multikultural ya. ” WAWMR.904012017 Hal senada juga dipaparkan oleh Ibu VE selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Penyampaian materi yang dapat diterima oleh semua anak, meggunakan konten yang ada di sekitar anak. jadi anak akan merasa keberadaanya dianggap. Jadi dengan lagu-lagu, terus dengan yang namanya diterangkan. Kan kita punya replika tempat-tempat ibadah. Bagaimana dengan perbedaan ini anak-anak mengenal semua tempat ibadah semua agama terus saling menghargai dengan yang berbeda. Jadi anak- anak tidak akan mengucilkan teman-temannya yang minoritas secara suku, agama, ras, maupun jenis kelamin. Terus memberikan nasihat dan keteladanan mbak. Kalau Katolik kan setiap sabtu minggu ke gereja, nah untuk saudara yang muslim kita nasihatkan untuk dia sholat, kalau jumat ya harus ikut Jumatan.” WAWVE.504012017 Proses penyampaian materi yang dilakukan oleh guru dilakukan dengan mempertimbangakan konsep kesetaraan gender. Dalam materi apapun, guru pasti menyelipkan satu konsep bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama. Hal ini senada dengan pemaparan Ibu MW selaku guru di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Proses penyampaian materi saya lakukan menggunakan konten yang universal yang dapat diterima oleh semua kelompok agama, budaya, ras, maupun gender. Oh iya mbak, sedapat mungkin kami menyampaikan bahwa konten persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Agar anak tidak terjebak pada suasana laki-laki lebih dominan, ataupun sebaliknya. ” WAWMW.914012017 105 Pada proses pembelajaran, guru juga dituntut agar memiliki cara-cara tertentu dalam menggunakan konten atau contoh dari berbagai budaya dan kelompok. Penggunaan konten atau contoh dari berbagai budaya dilakukan oleh guru untuk menyampaikan pada peserta didik bahwa setiap budaya atau agama selalu mengajarkan kebaikan. Secara fisik, dilakukan dengan penyampaian materi melalui gambar rumah adat, pakaian adat, tempat ibadah dan lagu daerah. Guru menggunakan gambar pahlawan dari seluruh wilayah Indonesia untuk memberikan pengetahuan pada peserta didik tentang kekayaan budaya di Indonesia. Secara implisit, hal ini dilakukan oleh guru untuk menanamkan pada peserta didik bahwa semua orang di Indonesia dari suku dan agama manapun memiliki kewajiban yang sama dalam mewujudkan Indonesia sebagai bangsa yang lebih baik. Hal ini senada dengan pemaparan Ibu MW selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Secara keseluruhan mungkin pertanyaan ini menyangkut cara yang saya lakukan dalam mengenalkan budaya-budaya di Indonesia kepada anak-anak ya mbak. Soalnya untuk mengajarkan aspek multikulturalitas kan dapat dilakukan dengan penggunaan konten budaya-budaya di Indonesia, atau budaya yang dibawa oleh anak. Nah cara yang saya lakukan adalah dengan gambar bisa, dengan lagu bisa, dengan pakaian adat juga bisa, dengan apa mbak gambar. Saya juga mengenalkan pahlawan-pahlawan dari berbagai daerah, rumah adat, tarian dan pakaian adat. Untuk mempertajam wawasan siswa. Selain itu juga dengan mengenalkan pahlawan dari semua daerah, ingin menanamkan pada siswa bahwa semua orang dari berbeda suku semua memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mebuat 106 kehidupan yang lebih baik, contohnya kemerdekaan Indonesia. ” WAWMW.1014012017 Penggunaan konten atau contoh dari budaya tertentu dilakukan oleh guru untuk menyampaikan kepada peserta didik tentang nilai-nilai positif dari suatu budaya, kelompok, dan agama. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diketahui bahwa guru menggunakan konten hari besar agama untuk menyampaikan pesan moral menggunakan deskripsi perayaan idul fitri sebagai satu media untuk menanamkan sikap salig memaafkan pada peserta didik. Hal ini senada dengan pemaparan Ibu VE selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Kami mengambil nilai-nilai positif dari suatu budaya, kelompok, dan agama untuk menanamkan sikap-sikap positif pada anak. Misalkan kami menggunakan konten perayaan idul fitri untuk menanamkan sikap bagi anak agar saling memaafkan.” WAWVE.604012017 Pelaksanaan pembelajaran di kelas tentu membutuhkan nilai-nilai kebersamaan pada diri peserta didik. Salah satu pihak yang bertanggung jawab untuk menumbuhkan nilai tersebut adalah guru. Di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta, guru menempuh dua cara untuk mewujudkan suasana kebersamaan di kelas. Pertama, melalui sistem kerja kelompok. Kedua, melalui pemberian keteladanan bagi peserta didik tentang nilai-nilai kebersamaan melalui kegiatan yang sudah ada di sekolah, misalnya ketika makan dan cuci tangan. Cara ini dianggap berhasil oleh sekolah. Keberhasilan tersebut terlihat dari peserta didik yang sudah 107 terbiasa berbagi dan mengantri meskipun tidak dalam pengawasan guru. Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu MR selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang mengungkapkan bahwa: “Paling umum sih kerja kelompok mbak. Di luar hal itu kami berusaha memberikan keteladanan bagi peserta didik tentang nilai-nilai kebersamaan, misal makan bersama, cuci tangan bersama, mengantri, dan lain-lain. Sehingga di sini anak-anak sudah terbiasa saling menghargai. Oleh karena itu anak-anak sudah terbiasa mengantri walaupun tanpa pengawasan guru.” WAWMR.1004012017 Hal senada juga disampaikan oleh Ibu MW selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang mengungkapkan bahwa: “Dibuat kerja kelompok. Kadang-kadang membuat media pembelajaran bareng-bareng, main bareng, makan juga bareng mbak saling berbagi.” WAWMW.1114012016 Nilai-nilai kebersamaan yang tercipta di antara peserta didik tentu tidak bisa meleburkan sifat individu yang dimiliki setiap anak. Hal ini dikarenakan setiap peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu guru memiliki tanggung jawab dalam memberdayakan tiap karakteristik yang dimiliki oleh peserta didik. Langkah awal yang harus dilakukan oleh guru adalah peka terhadap setiap karakteristik yang melekat pada diri peserta didik. Kemudian guru bertanggung jawab untuk mengoptimalkan karakteristik positif yang dimiliki oleh peserta didik. Keadaan yang sama juga berlaku dalam mensikapi peserta didik dengan kesulitan belajar. Guru bertanggung jawab 108 memberikan pendampingan, bisa juga dengan sistem tutor sebaya antara peserta didik. Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu MR selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang mengungkapkan bahwa: “Dengan menajamkan kepekaan kita terhadap masing- masing ciri khas peserta didik mbak. Setelah itu baru kita berusaha untuk mengoptimalkan apa yang mereka miliki. Intinya kita harus tahu bagaimana karakteristiknya anak. Nah misalnya ada beberapa anak yang mungkin sulit dalam belajar ya kita lebih mendampingi dia lebih intens. ” WAWMR.1104012017 Hal senada juga dipaparkan oleh Ibu VE selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Dengan berusaha memfasilitasi setiap minat bakat mereka mbak. Kita berusaha memberikan materi yang menarik, terus nanti kalau ada yang belum mampu, otomatis dibantu, oleh guru maupun dibantu oleh temannya. Ada bantuan mbak. Kan nggak semua anak mampu dalam kegiatan itu, jadi ya kita mencoba mencari kegiatan yang menarik bagi anak, yang anak itu termotivasi untuk belajar.” WAWVE.704012017 Pemberdayaan karakteristik peserta didik juga dilakukan pada aspek karakteristik kedaerahan. Setelah diawali dengan kepekaan guru pada setiap karakteristik peserta didik, selanjutnya guru akan menggunakan karakteristik tersebut sebagai instrumen yang membangun di dalam kelas. Hal ini senada dengan pemaparan Ibu MW selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Pertama dengan peka pada kekhasan masing-masing peserta didik. Baru nanti mengoptimalkan kekhasan positif pada masing-masing anak. Termasuk pada karakteristik 109 kedaerahan. Sebisa mungkin saya untuk mengambil kekhasan tersebut sebagai instrumen yang membangun di dalam kelas.” WAWMW.1214012017 3 Pengembangan kurikulum pendidikan dalam mewujudkan pendidikan multikultural di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta Kurikulum yang dipakai di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta adalah kurikulum 2013. Kurikulum yang sudah ada dijalankan oleh sekolah ditambah dengan beberapa pengembangan. Pengembangan yang pertama adalah penyelenggaraan kegiatan- kegiatan perayaan keagamaan dan kebudayaan sebagai aktivitas tambahan yang berguna untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik. Sekolah menggunakan momen perayaan agama sebagai wadah untuk menanamkan sifat toleransi, kebersamaan, dan saling berbagi kepada peserta didik. Sekolah memberikan pemahaman kepada peserta didik bahwa setiap hari besar agama atau budaya memiliki nilai-nilai positif yang dapat diambil, sehingga peserta didik sejak dini memiliki pemahaman bahwa setiap agama mengajarkan nilai-nilai kebaikan. Perwujudan dari harapan ini dilakukan sekolah dengan menyelipkan kegiatan- kegiatan tambahan di setiap perayaan agama, misalkan bakti sosial ketika Natal, Idul Adha, dan perayaan lainnya. Hal tersebut senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: 110 “Nah ini menurut saya masuk ke dalam inovasi kurikulum sekolah. Kurikulum kan nggak melulu tentang pembelajaran di kelas. Tapi menyangkut hal-hal yang dilakukan demi mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Nah pada saat perayaan hari agama, kami rayakan semua mbak, dari natal, idul fitri, idul adha, imlek, dan lain-lain. Di dalam perayaan tersebut bukan maksud kami untuk menyuruh anak melakukan ibadah kepercayaan di luar dirinya. Tapi kami menggunakan momen perayaan agama sebagai ajang untuk saling bertoleransi. Kami kenalkan nilai-nilai moral dalam setiap perayaan.” WAWM.2419122016 Hal senada disampaikan oleh Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Kegiatan perayaan mbak. Tapi bukan semata-mata perayaan saja. Kami menggunakan perayaan tersebut sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai moral. Ini termasuk dalam pengembangan kurikulum kami mbak. Yaitu menanamkan nilai moral lewat perayaan agama dan hari jadi keagamaan lain. Misalnya ketika idul fitri kita ada kegiatan membuat ketupat. Kami ajarkan kepada anak-anak filosofis ketupat dalam hal ini, yaitu nyuwun ngapunten menawi lepat. Ketika natal kita mengadakan juga pembuatan pohon kata. Kata-kata dibuat oleh guru dan Frater. Kata-kata motivasi tentunya. Selain itu kami juga mengajarkan kepada anak-anak arti berbagi. Misal ketika natal, kami menyuruh anak-anak untuk memberikan persembahan kepada Yesus Kecil berupa sembako, pada nantinya sembako tersebut kami berikan kepada masyarakat di sekitar sekolah. Ketika idul adha kami juga melakukan bakti sosial serupa. Jadi kegiatan pada saatn perayaan hari agama, kami jadikan momen untuk menanamkan nilai kebersamaan, toleransi, dan berbagi pada anak- anak.” WAWSE.1614012017 Pengembangan kurikulum dalam rangka pengenalan budaya dan penanaman pemahaman multikultuaral kepada peserta didik juga dilakukan oleh sekolah melalui perayaan hari budaya mancanegara. Kegiatan ini diselenggarakan oleh sekolah untuk 111 memperkaya pegetahuan peserta didik tentang keanekaragaman budaya. Sama seperti perayaan hari agama Indonesia, perayaan hari agama ataupun kebudayaan luar Indonesia ini dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada anak, salah satunya adalah nilai cinta kasih melalui Valentine. Hal ini senada dengan pemaparan Ibu SE yang menyampaikan bahwa: “Demikian juga dengan besok Valentine itu juga kami kenalkan nilai-nilai budaya cinta kasih. Meskipun itu dari budaya luar, seperti hari raya Imlek itu juga kita juga mengenalkan sejak dini beberapa budaya yang berasal dari luar budaya Jogja yang intinya dapat kita serap nilai-nilai moral dan kulturalnya.” WAWSE.1714012016 Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengembangan kurikulum di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta bukan sekedar dalam pembelajaran di kelas, melainkan pada kegiatan ekstrakurikuler dan aktivitas lain di luar pembelajaran. Semua kegiatan yang dilakukan tetap megacu pada tujuan pendidikan yang akan dicapai. Selain itu, pengembangan kurikulum yang dilakukan oleh TK Katolik Sang Timur Yogyakarta dilakukan dengan menyesuaikan diri pada keadaan dan kebutuhan peserta didik di sekolah. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Pengembangan ada mbak, tapi dalam beberapa hal. Misalkan dalam proses pembelajaran ekstrakurikuler dan aktivitas di luar pembelajaran yang keseluruhannya dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengembangan kurikulum dilakukan untuk menyesuaikan 112 diri mbak. Jadi kami menyesuaikan dengan kondisi peserta didik yang ada. Ini yang melandasi beberapa aktivitas di sini.” WAWM.2519122016 Pengembangan kurikulum selanjutnya dilakukan oleh sekolah dalam proses pembelajaran di kelas. Pada golongan usia 2- 3 tahun kelas kelompok belajar, usia 3-4 tahun kelas TK A, dan usia 5-6 tahun kelas TK B, diberikan pengetahuan tentang budaya-budaya yang ada di sekitar peserta didik berada. Pertama kali diajarkan melalui pengenalan budaya yang saat ini ada pada lingkungan belajar mereka, yaitu budaya Jawa. Hal ini diwujudakan dengan kegiatan “Gagrak Ngayogyakarta” yang dilaksanakan setiap Kamis Pahing. Peserta didik dan seluruh civitas akademika TK Katolik Sang Timur Yogyakarta memakai baju adat Jawa. Sekolah menggunakan momen ini untuk mengenalkan bahwa budaya Jawa merupakan salah satu kekayaan kultural yang harus dijaga. Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Khusus tentang multikultural, ada beberapa aspek yang dikenalkan dari usia dini sebagai bagian dari pengembangan kurikulum. Kalau dari usia 2-3 di KB itu tentag budaya- budaya yang ada di sekitar anak-anak berada, ini juga berlaku untuk anak TK A usia 3-4, TK B 5-6 dalam hal ini tentang budaya yang saat ini anak-anak tinggal lingkungan anak-anak berada, itu budaya Jawa itu dikenalkan setiap bulan ada hari khusu yaitu Kamis Pahing anank-anak dikenalkan dengan budaya Jawa dengan memakai baju adat Jawa Jogja “Gagrak Ngayogyokarto”. Jadi meskipun anak 113 belum paham kenapa harus pakai baju ini, tapi anak di pembelajaran anak dikenalkan ini loh salah satu budaya lokal kita tentang budaya Jawa Jogja.” WAWSE.1814012016 Pengembangan kurikulum terkait dengan pembelajaran di kelas dilakukan sekolah melalui penggunaan konten-konten tertentu untuk menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan tema yang diberikan. Peserta didik diajak untuk berkreasi dan mempertajam wawasan. Hal ini dilakukan oleh sekolah untuk mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki anak. Sekolah meyakini bahwa menghargai dan mengoptimalkan kemampuan anak masuk ke dalam strategi pendidikan multikultural. Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang mengungkapkan bahwa: “Secara materi dalam pelajaran, di situ sangat jelas terlihat karena di situ tujuan dari kurikulum 2013 itu memancing atau mengoptimalkan kemampuan anak khusus di TK ya, PAUD dalam hal ini PAUD. Jadi anak diajak untuk berkreasi, berwawasan luas dengan tema yang sudah disiapkan di dalam kurikulum. Jadi anak tidak hanya stak pada lingkup yang dikuasai yang dilihat saja, tapi juga diajak berkomunikasi, diajak berkarya.” WAWSE.1914012017 Perwujudan kegiatan di atas tentu menuntut kejelian guru dalam menyampaikan konsep multikultural dengan tetap mengacu pada tema yang sudah ada dalam kurikulum. Mensikapi hal ini, guru memiliki dua cara. Pertama, guru menghubungkan setiap tema yang disampaikan dengan aspek kemanusiaan. Misalkan, 114 pada suatu hari guru memberikan materi tema udara. Guru tersebut akan menyampaikan bahwa udara merupakan kebutuhan semua manusia tanpa membedakan dari golongan manapun. Penyampaian meteri ini tentu didukung dengan keteladanan-keteladanan yang diberikan oleh guru kepada peserta didik. Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu MR selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Tapi kami selalu memberikan keteladanan bagi mereka tentang sikap dan perilaku yang menghargai terhadap sesama. Nah salah satunya melalui pemanfaatan kurikulum 2013. Jadi mendukung atau tidaknya, tergantung bagaimana kami menggunakan konten. Kan mungkin dengan tema-tema tertentu bisa saling dihubungkan. Misalkan dengan tema udara saya pasti menyampaikan bahwa udara merupakan hak setiap manusia tanpa pembedaan apapun, oleh karena itu semua wajib u ntuk menjaganya.” WAWMR.1231122016 Cara yang kedua dilakukan melalui penyampaikan tema materi diimbangi dengan pemberian perlakuan adil kepada peserta didik. Guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta sangat menyadari bahwa dalam setiap kegiatan apapun tidak boleh mengkotak- kotakkan peserta didik menurut golongan mereka berasal, salah satunya adalah ketika proses pembelajaran. Hal itu senada dengan pemaparan Ibu SE selaku staf tata usaha dan admnistrasi umum yang menyampaikan bahwa: “Contohnya ya, contohnya dalam hal pelajaran dengan tema “tanaman di sekitarku”, di sini kita ajak anak praktik langsung. Karena di sekitar sekolah kebetulan ada lahan, kita mencoba menanam kacang. Anak dibagi peranak itu sekitar 2 atau 3 biji, lahan sudah disiapkan, sudah dipupuk, 115 anak tinggal memasukkan ke lubang. Tentunya dalam pelaksanaanya anak tidak akan ditanya kamu ras mana? Jatah lubangmu yang ini. Itu tidak. Di sini sangat jelas tidak membeda-bedakan anak. kita mengajak seluruh anak untuk berkreasi dan praktik langsung mengimplementasikan teori yang sudah didapatkan di kelas. Jadi mereka memasukkan bijinya, terus mereka tutup, mereka siram ketika akan pulang sekolah. ” WAWSE.2014012017 Pengembangan kurikulum selanjutnya terkait dengan kurikulum Liturgi agama. Pengembangan kurikulum liturgi di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta sepenuhnya menjadi wewenang kepala sekolah. Program Liturgi dilaksanakan TK Katolik Sang Timur Yogyakarta dengan menyesuaikan pada keadaan sumber daya manusia di sekolah. Kurikulum liturgi dirumuskan mengikuti program dari kurikulum 2013. Kurikulum liturgi TK Katolik Sang Timur Yogyakarta memiliki fleksibilitas, disesuaikan dengan kebutuhan. Jika suatu kelas memiliki peserta didik dari agama Katolik semua, maka suster akan menyampaikan nilai-nilai kebaikan berdasarkan ajaran Katolik. Akan tetapi jika di suatu kelas terdiri dari golongan agama yang bermacam-macam, maka suster akan menyampaikan materi secara universal. Pembelajaran liturgi biasa dilaksanakan pada hari Sabtu dengan bantuan Frater. Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum yang menyampaikan bahwa: “Untuk kurikulum khusus tidak ada. Tapi dalam hal liturgi agama, jadi yang mengatur dan membuat program itu suster Kepala Sekolah, itu membuat tema kurikulum Liturgi disesuaikan dengan situasi yang ada di lapangan dan mengikuti program dari kurikulum 2013 yang sekiranya pas 116 dengan tema dan visi misi dari yayasan. Jika semua siswa di kelas Katolik, pembelajaran keagamaan disampaikan secara Katolik. Jika anak-anaknya beraneka ragam, suter menyampaikannya secara universal. Liturgi dilaksanakan hari sabtu mbak dengan bantuan Frater .” WAWSE.2114012017 4 Kultur sekolah yang dibangun dalam mewujudkan pendidikan multikultural di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta Kultur sekolah di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta dibangun untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah dicita- citakan, salah satunya adalah pendidikan multikultural. Kultur sekolah yang dirancang sebagai strategi pendidikan multikultural meliputi kultur fisik dan non fisik. Kultur fisik meliputi kondisi gedung dan bangunan, sarana dan prasarana, serta penggunaan slogan dan gambar. Kultur non fisik terdiri dari hubungan dan pola interaksi antarwarga sekolah dan atmosfir pendidikan yang dibangun di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta. Kondisi gedung dan bangunan serta sarana dan prasarana di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta sudah menunjang pelaksanaan pendidikan. Kondisi tersebut juga memberikan indikasi bahwa keadaan gedung dan sarana di sekolah dapat digunakan untuk mencapai cita-cita pendidikan multikultural. Hal ini terkait dengan gedung kelas dan fasilitas yang dimiliki sekolah dalam melaksanakan pembelajaran sentra. TK Katolik Sang Timur Yogyakarta memiliki lima sentra, yaitu sentra balok, sentra peran, sentra persiapan, sentra alam, dan sentra kreatif. Sistem 117 pembelajaran tersebut digunakan oleh sekolah sebagai strategi untuk memfasilitasi keseimbangan minat dan bakat peserta didik. Terpenuhinya sarana fisik kelima sentra tersebut menjadi indikasi komitmen sekolah terhadap penyelenggaraan pendidikan multikultural. Orang dewasa guru, kepala sekolah, karyawan di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta senantiasa memberikan keteladanan kepada peserta didik agar menjaga sarana yang dimiliki. Hal tersebut senada dengan pemaparan Suster M seaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “….kemudian dalam hubungannya dengan pendidikan kepada anak-anak ya mbak. Kan di sini pembelajarannya sentra, ada sentra persiapan, sentra balok, dan sentra lainnya. Menurut saya kondisi gedung yang ada sudah cukup untuk menjadi wadah dalam pendidikan di TK ini. Untuk hubungannya dengan konsep multikultural, saya rasa dengan konsep pembelajaran sentra dan kondisi gedung yang ada, TK Katolik Sang Timur akan dapat memfasilitasi bakat dan minta yang ada pada diri siswa. Selain itu, kami menerapkan bahwa gedung, bangunan maupun sarana yang ada di dalamnya merupakan milik warga sekolah. Sehingga semua berhak menggunakan dan juga wajib untuk menjaga dan merawat.” WAWM.2619122016 Pendapat hampir senada dipaparkan oleh Ibu MW selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Sudah sangat baik ya mbak. Karena di sini pembelajarannya sentra, dan ada lima sentra, maka dengan terpenuhinya ruang kelas tersendiri untuk masing-masing sentra memberikan indikasi bahwa kondisi gedung di sini 118 sudah mendukung pelaksanaan pendidikan, termasuk pendidikan multikultural. Di mana pembelajaran sentra menurut kami merupakan salah satu metode dalam memberikan kebutuhan multikultural anak, yaitu memenuhi minat dan bakat anak yang berbeda- beda.” WAWMW.1114012017 TK Katolik Sang Timur Yogyakarta menggunakan slogan dan gambar sebagai strategi dalam menyampaikan nilai-nilai multikultural kepada peserta didik. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa gambar merupakan media yang efektif digunakan untuk memberikan pemahaman bagi anak usia 3-5 tahun. Hal ini senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Penanaman nilai multikultural pada anak usia dini kan paling gampang lewat gambar ya mbak. Jadi ya semoga dengan upaya yang kami lakukan, anak-anak akan terbiasa hidup dalam keberagaman. Dan dapat bertingkah laku positif.” WAWM.2714082016 Pendapat hampir senada juga dipaparkan oleh Ibu VE Selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Slogan-slogan dan gambar-gambar di sini kami jadikan sebagai strategi atau media yang paling efektif untuk menanamkan nilai-nilai multikultural bagi anak. karena anak TK kan lebih mudah menyerap materi dalam bentuk kalimat sederhana dan gambar.” WAWVE.730122016 Slogan dan gambar di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta dipadukan menjadi satu media yang berfungsi untuk membangun kepekaan peserta didik terhadap nilai-nilai multikultural. Hal ini terlihat dari strategi sekolah dalam mendesain poster yang 119 ditempel di dinding sekolah. Poster didesain dengan memadukan dua konten, yaitu kalimat positif untuk membangun kesadaran multikultural peserta didik dan ilustrasi gambar tentang kebersamaan dan toleransi. Kalimat positif yang dimaksudkan adalah kalimat-kalimat yang dapat membangun semangat belajar peserta didik dan juga kalimat yang berguna untuk membangkitkan nillai-nilai penghargaan multikultural pada diri peserta didik. Hal ini senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Seperti yang dapat kita saksikan bahwa kami membuat slogan maupun poster dengan dilandasi semangat multikultural yang sangat tinggi. Hal itu dapat mbak lihat pada poster poster yang tertempel di sini. Ilustrasi poster kami buat serealitas mungkin. Contohnya, setiap kita ingin menyampaikan pesan moral, misal hargai temanmu, kami menambahkan ilustrasi gambar beberapa orang yang berdiri berdampingan dengan kondisi fisik yang berbeda. Misal, yang satu berkulit hitam, yang satu lagi berkulit putih. Yang satu berambut lurus, dan yang satu lagi berambut keriting. Itu semua kami lakukan demi menanamkan pada anak bahwa dalam masyarakat terdapat bermacam-macam orang.” WAWM.2814082016 Pendapat hampir senada dipaparkan oleh Ibu MR selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang meyampaikan bahwa: “Iya ini memang kami desain untuk mewujudkan pendidikan multikultural di sini mbak. Jadi pasti kami membuat slogan yang menggambarkan rasa cinta kasih dan penghargaan. Misalkan “sayangilah temanmu” “ucapkan terimakasih” “ucapkan maaf”. Nah untuk gambar sendiri kami desain dengan ilustrasi anak-anak yang memiliki 120 perbedaan fisik, tapi mereka senantiasa bergandeng tangan dan berbahagia.” WAWMR.1331122016 Penggunaan gambar sebagai media untuk menanamkan pendidikan multikultural di sekolah juga dapat dilihat dari adanya gambar-gambar rumah adat, pakaian adat, tarian adat, dan jenis- jenis tembat ibadah yang tertempel di dinding kelas. Strategi seperti ini dilakukan oleh sekolah dengan tujuan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang keberagaman yang ada di lingkungan mereka. Hal tersebut senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “.....gambar-gambar yang ada di sini juga memiliki visi multikultural. Kami menyajikan gambar keanekaragaman Indonesia, meliputi berbagai suku, agama, maupun adat. Kami harapkan itu bisa membuka pikiran peserta didik bahwasannya di luar sana terdapat banyak sekali perbedaan yang dapat memberikan nilai positif untuk kita.” WAWM.2914082016 Keberadaan gambar-gambar di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta berfungsi untuk membentuk kultur sekolah yang kental dengan penanaman nilai-nilai multikultural. Poster yang ditempelkan di dinding sekolah diperkuat dengan gambar yang mengilustrasikan suatu kebersamaan dalam lingkungan yang beragam. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa gambar-gambar yang disajikan di sekolah meliputi gambar: kebersamaan anak yang memiliki perbedaan 121 fisik, kebersamaan anak yang memiliki perbedaan budaya, dan kebersamaan anak yang memiliki perbedaan jenis kelamin. Sekolah menggunakan gambar ilustrasi laki-laki dan perempuan untuk mengajarkan peserta didik tentang konsep perbedaan jenis kelamin. Hal ini dirancang oleh sekolah dengan maksud untuk memberikan pemahaman peserta didik tentang cara-cara bersikap terhadap lawan jenis. Salah satunya dengan memberikan penjelasan tentang organ-organ tubuh yang dimiliki dan bagaimana cara melindunginya. Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu MR selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Gambar anak laki-laki dan perempuan yang bermain bersama. Ceritanya begini, biasanya anak-anak diawal tahun pelajaran di semester satu awal itu kan mereka mengenal jenis kelamin, ada yang anak perempuan, ada yang anak laki-laki, kita mengajarkan gimana harus bersikap dengan anak berbeda terus bagaimana cara kita melindungi organ-organ yang tidak boleh disentuh oleh orang lain itu diajarkan juga. Jadi kami menghubungkan setiap konten yang ada dengan konsep multikultural mbak. ” WAWMR.1431122016 Strategi pendidikan multikultural yang dilakukan melalui penggunaan kultur fisik sekolah juga dimaksudkan untuk memancing kesadaran warga sekolah dalam melakukan refleksi diri. Hal ini diwujudakn melalui penempelan foto-foto aktivitas yang pernah dilakukan oleh warga sekolah di seluruh dinding luar TK Katolik Sang Timur Yogyakarta. Hal ini senada dengan pemaparan Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum 122 di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Oh iya mbak. Sama satu lagi. Jika mbak perhatikan, di dinding-dinding luar TK ini seluruhnya merupakan lukisan foro anak-anak, suster, guru, dan keluarga besar TK Katolik Sang Timur lainnya ketika berkegiatan pada hari-hari kemarin. Gambar ini merupakan strategi kami untuk mengajarkan agar anak-anak senantiasa merefleksi diri, bagaimana posisi mereka di sini. Dalam artian apakah mereka sudah mengambil peran saling melengkapi dan slaing membantu satu sama lain. ” WAWSE.2214012017 Pembangunan kultur sekolah sebagai strategi dalam mewujudkan pendidikan multikultural tidak hanya dilakukan melalui pembangunan kultur fisik saja, melainkan kultur non fisik pula. Kultur nonfisik adalah sifat-sifat dan nilai-nilai yang berusaha dimunculkan dalam suatu sekolah. Kultur nonfisik yang dimaksud meliputi atmosfir pendidikan serta hubungan dan pola interaksi yang dibangun oleh sekolah. TK Katolik Sang Timur Yogyakarta memiliki tiga kultur utama yang senantiasa dikembangkan, yaitu kultur persaudaraan, kultur kegembiraan, dan kultur kesederhanaan. Sifat-sifat penghargaan terhadap sesama juga senantiasa dihidupi oleh sekolah. Hal ini diwujudkan melalui pembiasaan dan pemberian keteladanan pada peserta didik untuk mengucapkan terima kasih ketika mendapatkan bantuan dan meminta maaf ketika melakukan kesalahan. Sekolah juga memunculkan sikap untuk saling mendoakan terhadap sesama. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa ketika baris 123 berbaris sebelum memasuki kelas, peserta didik dibiasakan untuk sali ng memberikan doa. Pemberian ucapan “selamat belajar kakakadik, Tuhan memberkati” menjadi satu kultur nonfisik yang senantiasa dibangun oleh sekolah dalam mewujudkan pendidikan multikultural. Hal ini senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Berkaitan dengan atmosfir pendidikan yang kami bangun di sini sebenarnya ada tiga kultur utama yang ada di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta, yaitu persaudaraan, kegembiraan, dan kesederhanaan. Tiga hal itu yang memang kita hidupi, tidak hanya untuk sini, tetapi untuk semua Sang Timur. Di sekolah kami juga membudayakan sifat-sifat penghargaan terhadap sesama. Seperti selalu mengucapkan terimakasih ketika dibantu. Kemudia mengucapkan maaf ketika membuat kesalahan baik yang disengaja ataupun tidak. Selain itu sebelum pembelajaran dimulai kami budayakan juga anak-anak saling mendoakan. Misal, sehabis berbaris kelompok TK kecil mengucapkan selamat belajar kakak, Tuhan memberkati. Begitu pula dengan kelas TK besar mengucapkan selamat belajar adik, Tuhan memberkati. Kami berusaha menciptakan atmosfir yang tidak ada rasisme dan tindakan intoleransi lainnya ” WAWM.3021082016 Pendapat hampir senada dipaparkan oleh Ibu MW selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Atmosfir yang berusaha kita bangun adalah pendidikan yang penuh dengan nilai persaudaraan, slaing toleransi, tidak ada rasisme. Karena nilai ini masuk dalam nilai cinta kasih.” WAWMW.2414012017 Atmosfir pendidikan yang dibangun oleh sekolah dilakukan dengan mengesampingkan ego yang dimiliki oleh tiap-tiap warga 124 sekolah. Keadaan ini diperkuat dengan adanya komitmen sekolah dalam mewujudkan suasana yang adem dan penuh keramahan. Hal ini senada dengan pemamparan Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Kita dengan landasan multikultural tadi kita mengesampingkan ego masing-masing. Jadi di sini baik dari karyawan dan guru kita juga multikultural, di sini ada yang non-kristiani Hindu, Buda, Muslim itu kita rengkuh bersama. Kita hanya mempunyai satu visi misi, yaitu menciptakan suasana yang nyaman, yang adem, terus senyum ramah dengan sesama. Jadi semua perbedaan- perbedaan itu kita abaikan dalam konteks-konteks multikultural.” WAWSE.2314012017 Perwujudan atmosfir pendidikan untuk membangun pendidikan multikultural tentu perlu didukung dengan hubungan dan pola interaksi yang harmonis di lingkungan TK Katolik Sang Timur Yogyakarta. Sekolah berusaha menghidupkan suasana yang ramah, hangat, dan penuh perhatian sebagai branding innovation di TK Katolik Sang timur Yogyakarta. Oleh karena itu, pola interaksi yang dibangun di lingkungan TK Katolik Sang Timur Yogyakarta adalah interaksi yang hangat dan ramah. Interaksi seperti ini dibangun oleh sekolah terhadap sesama warga sekolah maupun tamu yang berkunjung. Hal ini senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Ya ini terkait dengan visi misi juga. Ya jadi kan supaya anak-anak itu beriman, cerdas, terampil, dan berbudi 125 pekerti luhur. Lalu memang branding inovationnya memang kami menghidupkan sekolah ini untuk menjadi tempat yang ramah dan hangat serta perhatian. Nah itu yang kita tawarkan dan kita berikan kepada seluruh warga sekolah dan semuanya. Jadi ya sudah menjadi kultur di sini jika tiap warga sekolah bersikap hangat dan ramah terhadap sesama warga sekolah maupun tamu yang berkunjung. Karena itulah pola interaksi di sini menggunakan landasan keramahan dan kehangatan. Kami sebagai orangtua di sekolah berupaya untuk menjadi orangtua kedua, sehingga anak merasa nyaman dan penuh kehangatan. Kepada sesama guru dan karyawanpun begitu, kami berlaku dan bertindak layaknya keluarga.” WAWM.3114082016 Hal senada juga dipaparkan oleh Ibu MW selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Semua warga sekolah berlaku dengan penuh cinta kasih terhadap sesama. Sekolah ini sendiri menerapkan “sikap ramah” sebagai salah satu branding innovation.” WAWMW.1514012017 5 Evaluasi pendidikan yang dijalankan dalam mewujudkan pendidikan multikultural di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta Selayaknya lembaga pendidikan pada umumnya, TK Katolik Sang Timur menyelenggarakan evaluasi pendidikan sebagai salah satu aktivitas kelembagaan. Evaluasi yang dimaksudkan di sini adalah evaluasi sekolah dan evaluasi pembelajaran untuk mengetahui kemajuan belajar peserta didik. Pelaksanaan evaluasi di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta dijalankan sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan. Pada aktivitas ini, sekolah berupaya untuk memasukkan nilai-nilai multikultural. Evaluasi tingkat sekolah dilakukan melalui kegiatan evaluasi sekolah dan juga Evaluasi Diri Sekolah EDS. 126 Aktivitas evaluasi sekolah dilaksanakan oleh sekolah dengan melibatkan guru, karyawan, dan orangtua peserta didik melalui paguyuban. Sekolah melibatkan pihak-pihak yang memang dibutuhkan partisipasinya, tanpa mengkotak-kotakan berdasarkan golongan mereka berasal. Hal tersebut senada dengan pemaran Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Kalau untuk evaluasi satu semester kami lakukan persemester dengan guru karyawan dan orangta siswa. Untuk evaluasi yang melibatkan orangtua siswa, kami juga multikultural mbak. Jadi kami tidak mengkotak-kotakkan orangtua siswa. Semua kami libatkan.” WAWM.3221082016 Pendapat hampir senada disampaikan oleh Ibu SE selaku staf tata usaha dan administrasi umum TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Ya tentu saja mempertimbangkan mbak aspek multikulturalitas, yaitu dengan melibatkan semua warga sekolah sebagai bagian dalam kegiatan ini. Jadi semua saran akan menjadi pertimbangan.” WAWSE.2431012017 Kegiatan evaluasi selanjutnya adalah evaluasi pembelajaran terkait kemajuan belajar peserta didik. Evaluasi pembelajaran merupakan wewenang guru, akan tetapi kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta terlebih dahulu memberikan koordinasi terkait hal ini. Aktivitas evaluasi pembelajaran yang dikehendaki oleh sekolah harus meliputi keseluruhan aspek kemanusiaan dan kepribadian peserta didik, sesuai dengan tujuan dan konten yang 127 dikembangkan. Oleh karena itu, alat evaluasi yang digunakan harus beraneka ragam menyesuaikan keadaan sifat, tujuan, dan informasi yang ingin dikumpulkan. Hal ini senada dengan pemaparan Suster M selaku kepala TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Untuk evaluasi pembelajaran sendiri ya mbak kami berkoordinasi dengan guru bahwa evaluasi yang digunakan haruslah meliputi keseluruhan aspek kemanusiaan dan kepribadian peserta didik, sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan. Alat evaluasi yang digunakan haruslah beragam sesuai dengan sifat, tujuan dan informasi yang ingin dikumpulkan.” WAWM.3319122016 Evaluasi pada kegiatan pembelajaran dilakukan oleh guru secara objektif, tanpa membeda-bedakan peserta didik. Hal ini dilakukan sebagai salah satu srategi dalam mewujudkan pendidikan multikultural di sekolah. Guru senantiasa memakai pertimbangan-pertimbangan dalam melakukan penilaian disesuaikan dengan kondisi yang mereka hadapi. Salah satu kondisi tersebut adalah ketika guru akan melakukan penilaian terhadap aktivitas siswa di kelas, misalkan berdoa. Kondisi yang dihadapi guru adalah beragamnya keyakinan yang dianut peserta didik di kelas. Strategi yang digunakan guru dalam mensikapi hal ini adalah dengan mengambil nilai-nilai karakter yang dimunculkan oleh peserta didik. Hal tersebut senada dengan pemaparan Ibu MR selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: 128 “Sebisa mungkin mengacu mbak. Kami selalu objektif dalam memberikan penilaian, tanpa sedikitpun melihat latar belakang mereka dari golongan apa. Dalam memberikan penilaian kami menitikberatkan pada nilai-nilai moral yang dimunculkan oleh peserta didik. Hal ini kami lakukan juga sebagai wujud toleransi kami pada sesama. Misalkan ya mbak, kami kan juga menilai aspek bagaimana peserta didik berdoa. Tapi di sini kan yayasan Katolik, cara berdoa pakai cara Katolik, tapi di sini hidup dan berkembang anak dari agama lain. Jadi yang kami nilai dari anak tersebut bukan tentang hafal atau tidaknya. Kami hanya melihat karakter anak tersebut. Apakah setiap akan memulai kegiatan berdoa atau tidak. Secara struktural, untuk memberikan penilaian mengacu pada kurikulum yang kita gunakan ada 3, yaitu checklist, anekdot, dan hasil karya. Kami menilainya setiap hari.” WAWMR.1504012017 Hal senada juga disampaikan oleh Ibu MW selaku guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang menyampaikan bahwa: “Evaluasi pembelajaran tentu saja kami mengacu pada pendidikan multikultural. Dalam hal ini maksudnya kami selalu berlaku objektif dalam memberikan evaluasi. Tidak pernah melihat latarbelakang mereka. Yang terpenting lagi mbak, dalam memberikan penilaian kami selalu mengutamakan nilai-nilai moral yang dimunculkan dalam setiap proses pembelajaran sehari-hari. Sebagai contoh konkrit ya, mungkin ini juga yang ada dalam pikiran mbak wulan. Kita ka nada kegiatan berdoa, dan karena yayasan Katolik, maka kami menggunakan cara-cara Katolik. Tapi dalam penilaian, kami tidak menilai peserta didik berdasarkan hafal atau tidaknya doa dan pujian. Karena murid kita kan multiagama, jadi menurut kami penilaian dengan mendasarkan hafal atau tidak anak-anak dengan doa Katolik itu bukanlah hal yang mencerminkan multikultural. melainkan bahwa penilaian kami berdasarkan nilai moral yang muncul. Jadi melihat apakah anak-anak itu berdoa ketika memulai suatu kegiatan. Mengenai bagaimana cara mereka berdoa saya rasa masing-masing agama mengajarkan cara berdoa yang baik dan mulia.Jadi dalam kegiatan pembelajaran, kegiatan sehari-hari, sampai pada evaluasi kami tidak pernah memutlakkan harus menggunakan cara-cara Katolik. Semua ajaran agama itu baik.” WAWMW.1631012017 129

c. Faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan