139 Pembahasan penelitian strategi pendidikan multikultural di TK
Katolik Sang Timur Yogyakarta dilakukan melalui lima aspek, yaitu: a struktur sosial yang dibangun oleh sekolah dengan memanfaatkan potensi
budaya peserta didik yang beranekaragam sebagai karakteristik struktur sekolah setempat; b pelaksanaan proses pembelajaran; c pengembangan
kurikulum yang dilakukan oleh sekolah; d kultur yang dibangun oleh sekolah; e dan evaluasi pendidikan yang dijalankan oleh sekolah. Penulis
berusaha melihat strategi yang digunakan TK Katolik Sang Timur Yogyakarta dalam mewujudkan pendidikan multikultural melalui kelima
aspek tersebut.
a. Struktur sosial yang dibangun dalam mewujudkan pendidikan
multikultural di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta
Struktur sosial yang dibangun oleh TK Katolik Sang Timur Yogyakarta adalah struktur sosial dengan memanfaatkan karakateristik
dan potensi budaya yang dimiliki oleh seluruh warga sekolah, terutama peserta didik. Keanekaragaman yang dimiliiki warga sekolah dijadikan
sebagai instrumen untuk membentuk struktur sosial baru dengan tidak menghilangkan karakteristik yang dimiliki setiap individu. Dimensi ini
penting dalam memberdayakan budaya peserta didik dari kelompok yang berbeda yang dibawa ke sekolah. Hal ini senada dengan pendapat
Rustam Ibrahim, 2013:144 yang mengungkapkan bahwa pendidikan multikultural dapat dilaksanakan dengan menyusun struktur sosial
sekolah yang
memanfaatkan potensi
budaya siswa
yang beranekaragam sebagai karakteristik struktur sekolah setempat,
140 misalnya berkaitan dengan praktik kelompok, iklim sosial, latihan-
latihan, partisipasi ekstra kurikuler dan penghargaan staf dalam merespon berbagai perbedaan yang ada di sekolah. Pendapat hampir
senada juga diungkapkan oleh Choirul Mahfud 2006 yang menyampaikan bahwa pendidikan multikultural dilaksanakan dengan
meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi, ditentukan oleh situasi dan kondisi secara
proporsional. Struktur
sosial yang
dibangun di
sekolah dengan
mempertimbangkan keanekaragaman yang dimiliki oleh seluruh warga sekolah dilakukan oleh TK Katolik Sang Timur Yogyakarta melalui
beberapa cara. Pertama, TK Katolik Sang Timur Yogyakarta berupaya menciptakan
pendidikan yang
universal. Sekolah
berupaya menggunakan konten-konten yang dapat diterima oleh seluruh peserta
didik dari latar belakang apapun. Hal ini diwujudkan oleh sekolah melalui suatu strategi, yaitu: Penggunaan kata “Tuhan” sebagai
sebutan untuk Sang Pencipta. Meskipun dalam lingkungan Katolik, sebisa mungkin sekolah memberikan kenyamanan bagai seluruh
peserta didik dari golongan agama non-Katolik, salah satunya dalam penyebutan
“Tuhan”. Penggunaan konten yang universal sebagai salah satu strategi pendidikan multikultural khususnya dalam struktur sosial
sekolah mengindikasikan bahwa pendidikan merupakan cerminan dari masyarakat yang universal. Hal ini senada dengan pendapat Mahmud
141 dan Ija Suntana 2011: 113 yang menyebutkan bahwa pendidikan
merupakan ciri masyarakat manusia yang universal. Kedua, struktur sosial yang dibangun di TK Katolik Sang Timur
Yogyakarta adalah struktur sosial yang menghargai semua perbedaan dengan sebisa mungkin menghilangkan pelabelan agama, suku,
gender, kemampuan ekonomi, dan penggolongan lainnya. Sekolah berupaya menciptakan lingkungan sosial yang kental dengan nuansa
multikultural. Salah satu kebijakan yang dirancang sekolah adalah dengan memfasilitasi penyelenggaraan perayaan hari besar agama dan
budaya di Indonesia maupun luar negeri. Kegiatan ini dilakukan sekolah dengan beberapa tujuan yang hendak dicapai, yaitu:
1 Untuk menambah wawasan peserta didik tentang nama-nama
agama dan budaya beserta hari besar yang dimiliki. Struktur sosial yang
multikultural akan
terbentuk melalui
pengetahuan multikultural yang dimiliki oleh sumber daya manusia di
dalamnya. 2
Untuk menanamkan pada peserta didik tentang nilai-nilai toleransi. Kegiatan perayaan yang digagas oleh TK Katolik Sang Timur
Yogyakarta secara implisit bermanfaat untuk menanamkan nilai- nilai toleransi dan penghargaan terhadap sesama kepada peserta
didik. Hal ini senada dengan pendapat Agus Salim 2006: 25 yang menyatakan bahwa pendidikan multikultural adalah suatu proses
yang memberikan penyadaran dalam keragaman hidup bersama di
142 bidang sosial, ekonomi, dan budaya dengan menanamkan nilai-
nilai toleransi, empati, simpati, dan solidaritas sosial dalam masyarakat multikultural.
3 Untuk menanamkan pada diri peserta didik bahwa semua agama
dan budaya memiliki suatu persamaan, yaitu menanamkan nilai- nilai kebaikan. TK Katolik Sang Timur Yogyakarta berupaya
memunculkan nilai berbagi dan peduli dalam setiap kegiatan perayaan. Salah satu perwujudan dari upaya ini adalah dengan
mengemas kegiatan perayaan agama dengan kegiatan bakti sosial. Implementasinya adalah melalui bakti sosial yang dilakukan ketika
Natal dan idul Adha pada tahun 2016 dan tahun sebelumnya. Peserta didik diminta untuk mengumpulkan sembako dan beberapa
makanan. Sembako tersebut kemudian dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Melalui kegiatan ini, TK Katolik
Sang Timur Yogyakarta berusaha menanamkan pada peserta didik bahwa pada dasarnya seluruh kebudayaan dan agama di dunia
memiliki pangkal yang sama, yaitu mewariskan nilai-nilai kebaikan. Hal ini senada dengan pendapat Rabad Sihabuddin
2006: 26 yang menyampaikan bahwa melalui analisa berbagai kebudayaan di Indonesia, maka akan dapat diambil nilai kepaduan
dari beberapa budaya. Pada dasarnya, budaya masyarakat Indonesia adalah budaya serumpun, yang apabila digali
kesamaannya maka akan dapat membentuk budaya nasional.
143 TK Katolik Sang Timur Yogyakarta juga membangun struktur
sosial yang menghargai perbedaan sebagai strategi pendidikan multikultural melalui penghargaan dan respon positif sekolah kepada
tiap perebedaan kultural yang dibawa peserta didik. Selain bawaan agama masuk dalam strategi pendidikan universal seperti telah
disinggungkan dalam penjelasan di atas, strategi pendidikan multikultural melalui struktur sosial yang dibangun oleh sekolah
dilakukan dengan menerima dan selalu memberikan respon positif terhadap setiap bahasa yang dimiliki peserta didik. Setiap dialek dan
bahasa daerah yang dibawa anak diterima. Hal ini dikarenakan dalam satu sekolah terdapat beberapa bahasa daerah bawaan anak, yaitu
bahasa Jawa, bahasa Batak, dan bahasa Indonesia. Ketiga, pembentukan strukstur sosial yang multikultural di TK
Katolik Sang Timur Yogyakarta dilakukan oleh sekolah dengan tidak menganggap satu golongan lebih menonjol dari golongan lainnya.
Perbedaan-perbedaan yang ada justru dimanfaatkan sebagai pendukung implementasi pendidikan multikultural. Peserta didik lebih mudah
belajar kebhinekaan di lingkungan sekolah yang bhineka pula. TK Katolik Sang Timur Yogyakarta berupaya menciptakan struktur sosial
yang menerima semua latar belakang peserta didik, baik minoritas maupun mayoritas. Sekolah tidak pernah meleburkan golongan
minoritas ke dalam golongan mayoritas. Hal ini terlihat dalam berbagai program TK Katolik Sang Timur Yogyakarta yang senantiasa
144 memberikan tempat kepada setiap golongan pada porsi yang adil.
Sekolah tidak pernah mengunggulkan golongan mayoritas di dalamnya. TK Katolik Sang Timur Yogyakarta tidak pernah mengunggulkan
peserta didik dan budaya-budaya Katolik dalam setiap pembelajaran, meskipun sekolah merupakan bagian dari yayasan Katolik. Sekolah
beranggapan bahwa agama merupakan urusan privat masing-masing orang. Perwujudan struktur sosial ini juga dilakukan oleh sekolah
dengan cara pemberian keteladanan orang yang lebih dewasa kepada peserta didik. Pada kegiatan sehari-hari, kepala sekolah, guru, staf, dan
frater senantiasa mengingatkan peserta didik untuk beribadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.
Temuan di atas senada dengan pendapat H.A.R. Tilaar 2004 mengenai fokus pendidikan multikultural bahwa dalam program
pendidikan multikultural, fokus tidak lagi diarahkan semata-mata kepada kelompok rasial, agama dan kultural dominan atau mainstream.
Fokus seperti ini pernah menjadi tekanan pada pendidikan interkultural yang menekankan peningkatan pemahaman dan toleransi individu-
individu yang berasal dari kelompok minoritas terhadap budaya mainstream yang dominan, yang pada akhirnya menyebabkan orang-
orang dari kelompok minoritas terintegrasi ke dalam masyarakat mainstream. Pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap
“peduli” dan mau mengerti difference, atau politics of recognition
politik pengakuan terhadap orang-orang dari kelompok minoritas.
145 Dalam konteks itu, pendidikan multikultural melihat masyarakat secara
lebih luas. Berdasarkan pandangan dasar bahwa sikap “indifference” dan “non-recognition” tidak hanya berakar pada ketimpangan struktur
rasial, tetapi paradigma pendidikan multikultural mencakup subjek- subjek mengenai ketidakadilan, kemiskinan, penindasan, dan
keterbelakangan kelompok-kelompok minoritas dalam berbagai bidang: sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya.
TK Katolik Sang Timur Yogyakarta sedapat mungkin menghilangkan pelabelan agama, meskipun sekolah tersebut
merupakan yayasan Katolik. Sekolah beranggapan bahwa agama merupakan urusan privat masing-masing orang. Selain ketiga cara di
atas, orang-orang dewasa di lingkungan TK Katolik Sang Timur Yogyakarta senantiasa memberikan keteladanan untuk membentuk
struktur sosial yang multikultural di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta.
Struktur sosial yang dibangun TK Katolik Sang Timur Yogyakarta dalam mewujudkan pendidikan multikultural dibarengi
dengan respon yang diberikan oleh sekolah. Sekolah senantiasa memberikan kesempatan bagi seluruh warga sekolah untuk
berpendapat, berkreasi, dan berekspresi. Sekolah memfasilitasi minat dan bakat yang dimiliki oleh seluruh warga sekolah, baik guru maupun
peserta didik. Hal ini diwujudkan oleh sekolah melalui beberapa respon positif yang telah diberikan, yaitu:
146 1
Memfasilitasi guru untuk mengembangkan softskill dalam berorganisasi di luar sekolah. Salah satu guru di TK Katolik Sang
Timur Yogyakarta diberikan kesempatan dalam berorganisasi di IGTK Umbulharjo.
2 Memfasilitasi minat dan bakat peserta didik melalui pemenuhan
fasilitas fisik. Hal ini diwujudkan oleh TK Katolik Sang Timur Yogyakarta dengan cara memanggil guru ekstrakurikuler sesuai
dengan kebutuhan minat dan bakat peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan di atas, peneliti juga
melakukan analisis terhadap strategi pendidikan multikultural melalui struktur sosial yang dibangun sekolah menggunakan teori pendekatan
pendidikan multikultural milik James Banks 1993. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strutur sosial yang dibangun di sekolah mengacu
pada dimensi pedagogi kesetaraan, dimensi mengurangi prasangka serta dimensi pemberdayaan kultur sekolah dan struktur sekolah.
Dimensi pedagogi kesetaraan dimunculkan dalam setiap respon positif yang diberikan sekolah kepada seluruh warga sekolah di dalamnya,
terutama peserta didik. Hal ini terlihat dengan kebijakan sekolah dengan merayakan setiap hari besar agama dan budaya. Dimensi
mengurangi prasangka terlihat dalam setiap usaha yang dilakukan sekolah untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan
perilaku positif tentang perbedaan kelompok. Dimensi ini diwujudkan oleh sekolah melalui kegiatan-kegiatan positif yang dimasukkan dalam
147 setiap perayaan hari besar agama dan budaya. Kemudian dimensi
pemberdayaan struktur sekolah dimunculkan oleh sekolah dengan membangun struktur sosial baru dengan melibatkan semua
karakteristik dan perbedaan kultural yang dibawa oleh masing-masing warga sekolah, terutama peserta didik. Secara lebih ringkas, strategi
pendidikan multikultural melalui struktur sosial yang dibangun TK Katolik Sang Timur Yogyakarta disajikan dalam tabel di berikut ini.
Tabel 10. Strategi Pendidikan Multikultiral melalui Struktur Sosial yang Dibangun di Sekolah
Struktur Sosial yang dibangun
Strategi Dimensi yang
Muncul Nilai
Multikultural yang
Ditonjolkan
Struktur sosial yang memiliki
nilai universal Mewujudkan
Pendidikan Universal penggunaan konten-
konten universal di sekolah
Dimensi pedagogi
kesetaraan Nilai toleransi
Struktur sosial yang menghargai
perbedaan Memfasilitasi
penyelenggaraan perayaan hari besar
agama dan budaya Dimensi
pedagogi kesetaran
Nilai toleransi Dimensi
mengurangi prasangka
Dimensi pemberdayaan
struktur sekolah
Memasukkan kegiatan positif dalam setiap
perayaan hari besar agama nilai berbagi
dan peduli Dimensi
mengurangi prasangka
Nilai peduli terhadap
sesame Dimensi
pemberdayaan struktur sekolah
Struktur sosial yang berkeadilan
tidak menganggap
suatu golongan lebih menonjol
dari golongan lainnya
Merayakan setiap hari besar agama,
menjunjung tinggi hak- hak setiap peserta didik.
Dimensi pedagogi
kesetaraan Nilai toleransi
Dimensi mengurangi
prasangka Pemberian keteladanan
bagi pesera didik
Sumber: Olah Data Penelitian
148
b. Proses pembelajaran yang dibangun dalam mewujudkan