148
b. Proses pembelajaran yang dibangun dalam mewujudkan
pendidikan multikultural di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta
Proses pembelajaran yang diwujudkan TK Katolik Sang Timur Yogyakarta berlandaskan pada teori belajar yang memperhatikan
keberagaman yang dimiliki oleh peserta didik, meliputi keberagaman sosial, budaya, politik, agama, dan keberagaman lainnya. Sekolah
secara sadar melakukan upaya pembelajaran dengan tidak lagi menempatkan peserta didik sebagai objek, melainkan sebagai subjek
dengan karakteristik yang berbeda. Hal ini Senada dengan pendapat S. Hamid Hasan 2000 dalam Choirul Mahfud 2006 yang menjelaskan
bahwa teori belajar harus memperhatikan keragaman sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Tidak boleh lagi hanya mendasarkan diri pada
teori psikologi belajar yang menempatkan peserta didik sebagai makhluk sosial, budaya, politik, yang hidup sebagai anggota aktif
masyarakat, bangsa, dan dunia. Proses pembelajaran di atas diwujudkan oleh sekolah melalui
beberapa strategi. Berdasarkan hasil penelitian, proses pembelajaran tersebut dikategorikan menjadi lima. Pertama, proses pembelajaran
yang menghargai dan memfasilitasi minat dan bakat yang dimiliki oleh peserta didik. Dalam scope sekolah, TK Katolik Sang Timur
Yogyakarta mewujudkan pembelajaran yang menghargai minat dan bakat peserta didik melalui sistem pembelajaran sentra yang digagas
oleh sekolah. TK Katolik Sang Timur Yogyakarta memiliki 5 sentra, yaitu sentra balok, sentra peran, sentra persiapan, sentra alam, dan
149 sentra kreatif. Model pembelajaran sentra merupakan salah satu
strategi pendidikan multikultural yang dijalankan oleh sekolah. Model ini digunakan dengan pertimbangan bahwa model pembelajaran sentra
berfungsi untuk memfasilitasi bakat dan minat peserta didik yang berbeda. Melalui lima sentra yang ada, sekolah berusaha untuk
menyeimbangkan kecerdasan yang dimiliki oleh peserta didik, meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dalam scope yang lebih sempit, di dalam kelas guru harus peka terhada minat dan bakat yang dimiliki oleh peserta didik. Pendidikan
dan pembelajaran yang dilaksanakan tidak boleh menempatkan peserta didik sebagai objek, melainkan sebagai subjek dengan karakteristik
yang berbeda-beda. Guru senantiasa memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpendapat. Pada mulanya guru melemparkan
tema kepada peserta didik, kemudian peserta didik diberikan kesempatan untuk mendeskripsikan tema yang diberikan sesuai
pemahaman mereka. Guru bersikap adil dan terbuka serta tidak membatasi peserta didik dalam berpendapat.
Guru TK Katolik Sang Timur Yogyakarta memfasilitasi minat dan bakat anak dengan tetap menyesuaikan pada tema pembelajaran
pada saat itu. Hal ini diwujudkan dengan strategi yang dipakai oleh guru dalam memberikan penugasan terhadap peserta didik terkait
dengan tema yang sudah disampaikan. Penugasan tersebut dikerjakan di kelas, terdiri dari tiga tugas. Metode yang dilakukan oleh guru
150 adalah dengan mempersilakan peserta didik untuk memilih tugas
sesuai minat atau bakat mereka. Akan tetapi, pada akhirnya seluruh peserta didik tetap harus menyelesaikan semua tugas yang diberikan
dengan sistem belajar bersama dengan peserta didik lain yang memilih tugas yang berbeda.
Kedua, proses belajar yang mampu membangun nilai-nilai kebersamaan pada diri peserta didik. Proses belajar yang diwujudkan
di dalam kelas adalah pembelajaran yang mampu menanamkan nilai kerjasama dalam diri peserta didik, seperti halnya kerja kelompok. Hal
ini dimaksudkan agar peserta didik mampu hidup bersama-sama dengan orang lain dengan perbedaan budaya, status sosial, tingkat
intelektualitas, ekonomi, dan lain sebagainya. Hal ini senada dengan pendapat S. Hamid 2000 dalam Choirul Mahfud 2006 yang
menyampaikan bahwa proses belajar yang dikembangkan untuk peserta didik harus berdasarkan pada proses yang memiliki tingkat
isomorphism yang tinggi dengan kenyataan sosial. Artinya, proses belajar yang mengandalkan peserta didik belajar secara individualistis
dan bersaing secara kompetitif individualistis harus ditinggalkan dan diganti dengan cara belajar berkelompok, agar peserta didik terbiasa
hidup dengan berbagai budaya, sosial, intelektualitas, ekonomi, dan apirasi politik.
Ketiga, proses pembelajaran yang menerima semua karakteristik kultural yang dimiliki oleh peserta didik. Hal ini senada dengan
151 pendapat Willian A. Howe dan Penelope L. Lisi 2014: 20 yang
menyampaikan bahwa proses belajar dipengaruhi oleh budaya. Peserta didik datang ke kelas dengan berbagai tingkat, pengalaman kehidupan
dan pengalaman budaya. Mereka membawa nilai-nilai dan dan keyakinan yang unik. Sebagai seorang pendidik multikultural, guru
dituntut mampu dan terampil dalam menggabungkan beberapa kondisi perbedaan latar belakang peserta didik pada penggunaan konten dan
strategi pembelajaran. Guru harus sadar pada keanekaragaman dalam berbagai bentuk dan berusaha untuk memanfaatkannya dalam proses
pendidikan. Peserta didik diajarkan untuk melihat keberagaman sebagai aset, bukan kelemahan ataupun kerugian. Keberagaman
dianggap sebagai kekuatan, bukan gangguan. Asumsi tentang ras, etnis, agama, kelas, dan bentuk-bentuk perbedaan lainnya dilihat dari
sisi positif yang membangun. Hal ini diwujudkan oleh guru melalui strategi pembelajaran di kelas, salah satunya adalah dengan
menggunakan perbedaan yang ada di kelas sebagai media untuk menyampaikan nilai-nilai multikultural. Guru mempersilakan peserta
didik untuk memperkenalkan tiap-tiap bahasa yang mereka gunakan kepada teman-temannya.
Keempat, proses pembelajaran yang menghargai perbedaan dan menanamkan nilai-nilai toleransi. Hal ini diwujudkan dalam
pembelajaran di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta. Salah satunya melalui penyampaian lagu edukatif yang liriknya mengandung nilai-
152 nilai toleransi teman mari kita hormati dengan saudara beda agama,
dengan saudara beda pendapat. Islama Allohuakbar, Katolik Haleluya, Hindu Homswastiwastu…... Strategi ini dilakukan oleh
sekolah untuk menanamkan nilai toleransi pada peserta didik. Melalui lagu yang dinyanyikan setiap hari, diharapkan peserta didik dapat
berperilaku sebagaimana makna implisit lagu tersebut, yaitu saling menghormati dan toleransi dalam suatu kelompok yang multikultural.
Kelima, proses pembelajaran yang menanamkan konsep kesetaraan gender. Meskipun tidak diberikan teori tentang kesetaraan
gender, peserta didik diajarkan dan diberikan keteladanan tentang perilaku yang mencerminkan kesetaraan gender. Hal itu diwujudkan
melalui perlakukan guru yang adil terhadap peserta didik laki-laki maupun perempuan. Guru tidak pernah membebankan tugas yang
berat sebelah antara peserta didik laki-laki dan perempuan. Selain itu, guru di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta secara sengaja menseting
kelompok belajar peserta didik dengan menggabungkan peserta didik laki-laki dan perempuan.
Kelima proses pembelajaran yang dibangun dalam mewujudkan pendidikan multikultural di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta secara
lebih ringkas disajikan dalam tabel berikut ini.
153 Tabel 11.
Strategi Pendidikan
Multikultural melalui
Proses Pembelajaran yang Dibangun di Sekolah
Proses Pembelajaran yang Dibangun
Strategi yang Dilakukan Nilai Multikultural
yang Ditonjolkan
Proses pembelajaran yang menghargai dan
memfasilitasi minat bakat peserta didik
Model pembelajaran sentra Nilai keadilan dari
sudut pandang pendidik
Kepekaan guru terhadap karakteristik peserta didik
Pemberian kesempatan peserta didik untuk
berpendapat Peserta didik diposisikan
sebagai subjek
Proses belajar yang membangun nilai-nilai
kebersamaan pada diri peserta didik.
Sistem belajar kelompok di kelas
Nilai toleransi Nilai kebersamaan
Nilai Kerja sama Proses pembelajaran yang
menerima semua karakteristik kultural
dimiliki oleh peserta didik Kepekaan guru terhadap
perbedaan kultural yang dimiliki peserta didik.
Nilai terbuka dan saling menghargai
Pembentukan sudut pandang pada diri peserta didik bahwa
keberagaman merupakan suatu aset positif.
Proses pembelajaran yang menghargai perbedaan
dan menanamkan nilai- nilai toleransi.
Penanaman nilai toleransi dalam pembelajaran.
Nilai toleransi
Proses pembelajaran yang menanamkan konsep
kesetaraan gender Kesetaraan dalam pemberian
tugas pada peserta didik Nilai toleransi
Pembentukan kelompok belajar yang majemuk
berdasarkan jenis kelamin Sumber: Olah Data Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan di atas, peneliti juga melakukan analisis terhadap strategi pembelajaran menggunakan teori
pendekatan pendidikan multikultural milik James Banks 1993. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang dibangun di
kelas menggunakan kelima dimensi, dimensi integrasi konten, dimensi kontruksi pengetahuan, dimensi mengurangi prasangka, dimensi
pedagogi kesetaraan, serta dimensi struktur sekolah dan budaya sekolah.
154 Dimensi
integrasi konten
dalam proses
pembelajaran dimunculkan oleh guru dengan cara memasukkan nilai-nilai
multikultural ke dalam setiap materi pembelajaran. Guru sedapat mungkin memasukkan nilai kesetaraan dan nilai toleransi dalam setiap
proses pembelajaran. Implementasinya diwujudkan oleh guru melalui strategi dengan memadukan materi pembelajaran dengan nilai-nilai
humanisme. Contoh yang ditemui di lapangan yaitu ketika guru menyampaikan materi mengenai udara. Materi tersebut diiringi dengan
statement guru bahwa udara merupakan hak setiap manusia tanpa memandang latar belakang mereka. Oleh karena itu semua wajib
menjaganganya. Dimensi kontruksi pengetahuan dalam proses pembelajaran
dilakukan oleh guru dengan membantu peserta didik untuk memahami beberapa perspektif dan merumuskan kesimpulan yang dipengaruhi
oleh disiplin pengetahuan yang mereka miliki. Implementasinya melaui penanaman pengetahuan kepada peserta didik tentang konsep-
konsep multikultural, salah satunya dengan menunjukkan beragamnya rumah adat dan tarian adat.
Dimensi mengurangi prasangka dalam proses pembelajaran di kelas dimunculkan oleh guru dengan membantu peserta didik dalam
mengembangkan perilaku positif tentang perbedaan kelompok. Implementasinya diwujudkan oleh guru dengan strategi menunjukkan
gambar-gambar pahlawan Indonesia diiringi dengan statement bahwa
155 setiap pahlawan di seluruh penjuru Indonesia memiliki satu tujuan
yang sama yaitu untuk menjadikan bangsa Indonesia lebih baik tanpa memandang dari daerah mana mereka berasal.
Dimensi pedagogi kesetaraan dimunculkan dalam proses pembelajaran dengan cara mewujudkan proses pendidikan secara adil.
Guru memberikan perlakuan yang adil terhadap seluruh peserta didik. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, implementasi dimensi ini salah
satunya diwujudkan dalam kegiatan pembelajaran menanam kacang. Guru membuat beberapa lubang untuk menanam biji kacang.
Kemudian mempersilakan semua peserta didik memilih lubang yang mereka inginkan untuk menanam kacang tanpa melihat latar belakang
yang dimiliki peserta didik. Selain itu, strategi pembelajaran multikultural melalui dimensi pedagogi kesetaraan diwujudkan oleh
guru melalui sistem pembelajaran kerjasama cooperatve learning, dan bukan dengan cara-cara yang kompetitif competition learning.
Implementasinya diwujudkan dalam pemecahan masalah-masalah dalam materi pembelajaran melalui sistem belajar kelompok.
Dimensi pemberdayaan struktur sekolah sama halnya dengan pembentukan struktur sosial di sekolah, hanya saja dilakukan di dalam
kelas. Guru sebisa mungkin menciptakan struktur sosial di kelas dengan mengacu dan menghargai setiap karakteristik dan perbedaan
kultural yang dimiliki oleh peserta didik. Implementasinya diwujudkan dengan cara guru membangun suasana belajar yang aktif, kondusif,
156 penuh kerja sama, penuh kasih, dan toleran. Hal ini diperkuat dengan
dengan keterbukaan pikir para guru di TK Katolik Sang Timur Yogyakarta bahwa suasana di kelas merupakan cerminan keadaan
peserta didik di masyarakat. TK Katolik Sang Timur Yogyakarta berupaya mencetak peserta didik menjadi individu yang memiliki
sikap saling menghormati dan memiliki kepedulian dalam kelompok masyarakat.
Strategi pendidikan multikultural melalui proses pembelajaran ditinjau dari teori dimensi pendidikan multikultural James Bank 1993
secara lebih ringkas disajikan dalam tebel berikut ini. Tabel 12.
Strategi Pendidikan Multikultural ditinjau dari Teori Dimensi Pendidikan Multikultural James Bank 1993
Dimensi Pendidikan
Multikultural Strategi yang Dilakukan
Nilai Multikultural yang Ditonjokan
Dimensi integrasi konten
Pengintegrasian nilai-nilai multikultural dalam proses
pembelajaran Nilai toleransi
Dimensi kontruksi pengetahuan
Pembentukan perspektif multikultural kepada peserta
didik Nilai toleransi
Dimensi mengurangi
prasangka Pengembangan perilaku positif
peserta didik dalam perbedaan kelompok
Nilai toleransi Dimensi pedagogi
kesetaraan Perlakuan adil kepada peserta
didik Nilai keadilan
Penggunaan model cooperative learning
Nilai kerja sama Dimensi
pemberdayaan struktur sekolah
Penciptaan suasana belajar yang aktif, kondusif, penuh kerja
sama, penuh kasih, dan toleran Nilai kerja sama dan
Nilai toleransi Sumber: Olah Data Penelitian
c. Pengembangan kurikulum pendidikan dalam mewujudkan