Pembagian Materi Teori yang mendukung

yang ia ketahui dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya Semiawan: 2002. Permainan merupakan suatu hal yang penting karena memiliki makna dari nilai kebudayaan Dharmamulya: 2005. Tashadi dalam Dharmamulya: 2005 berpendapat bahwa permainan yang mengandung nilai-nilai budaya serta memiliki fungsi melatih pemain dalam melakukan hal-hal yang akan berguna dikehidupannya yaitu dengan permainan tradisional. Permainan tradisional adalah sebuah sarana hiburan gratis bagi warga masyarakat, yang dapat menjadi pelepas rasa jengkel, sedih, marah, dan sebagainya. Permainan tradisional anak dapat dianggap sebagai aset budaya, sebagai modal bagi suatu masyarakat untuk mempertahankan keberadaannya dan identitasnya di tengah kumpulan masyarakat lain Dharmamulya: 2005. Dharmamulya 2005 memaparkan ada 36 macam permainan di Jawa yaitu “ancak-ancak alis, bethet thing-thong, bibi tumbas timun, cacah bencah, cublak- cublak suweng, genukan, gowokan, jamuran, koko-koko, lepetan, nini thowong, dhingklik oglak-aglik, dhoktri, epek-epek, gajah talena, gatheng, kubuk, kubuk manuk, kucing-kucingan, layangan, sliring gendhing, soyang, anjir, angklek, bengkal, benthik, dekepan, dhing-dhingan, dhukter, dhul-dhulan, embek-embekan, jeg-jegan, jirak, layung, pathon, dan pathil lele ”. Pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan kegiatan dari suatu permainan guna membantu anak dalam mengembangkan karakternya. Pengembangan karakter salah satunya dapat dilakukan melalui permainan tradisional karena pemainan tradisional masih mempertahankan nilai- nilai budaya pada setiap daerah. Kurikulum 2013 mengharapkan adanya muatan pendidikan karakter di dalam pembelajaran agar membantu perkembangan karakter anak yang tidak jauh dari nilai-nilai budaya bangsa. Metode melalui permainan menjadi salah satu alternatif yang tepat untuk membantu guru dalam proses belajarnya. Selain siswa akan belajar pengetahuan, siswa akan belajar mengembangkan karakter nilai-nilai budaya dengan pembelajaran yang menyenangkan sesuai karakteristik perkembangan siswa. Peneliti akan mengembangkan produk RPPH dengan metode permainan yaitu “layangan, cublak-cublak suweng, dan layung ”. Peneliti hanya memilih tiga macam permainan ini karena permainan ini sesuai dengan kompetensi dasar dalam subtema “kegiatanku”. Metode permainan yang digunakan peneliti juga hanya pada tiga RPPH agar menjauhi rasa bosan siswa terhadap metode bermain.

2.1.8.1 Permainan

“Layangan” Permainan pertama yang digunakan oleh peneliti adalah “layangan”. Dharmamulya 2005 “layangan” adalah benda yang dipergunakan untuk bermain. Di Daerah Istimewa Yogyakarta DIY permainan “layangan” biasa disebut ngundha layangan atau menaikkan ke udara. Seiring dengan perkembangan zaman “layangan” yang dulu hanya berbentuk layang-layang muncul dengan beberapa bentuk yaitu manusia, pesawat, burung, tugu, ular, kupu-kupu, dan lain- lain. Perkembangan tersebut terjadi karena adanya festival “layangan” baik nasional maupun internasional, sehingga “layangan” sekarang tidak hanya menjadi permainan lokal. Bermain “layangan” baik jika dilaksanakan pada musim kemarau dan di tanah lapang. Permainan ini paling tidak dilakukan oleh dua orang