Penilaian aspek gabungan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan ekosistem perairan

hal yang harus diperhatikan adalah dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak Monintja, 1987. Disamping itu hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana tenaga kerja yang ada dapat dengan mudah menyerap teknologi dan pembaharuan teknologi dalam rangka upaya meningkatkan hasil tangkapan. Hasil wawancara dengan salah satu nelayan di Kabupaten Jembrana Bapak Nuryatim mengatakan bahwa, melakukan penangkapan dengan alat tangkap purse seine di Selat Bali sebenarnya tidak memerlukan teknologi yang macam-macam, karena Selat Bali merupakan rumah ikan dan sangat gampang menemukan lokasi penangkapan. Berdasarkan hasil analisis yang ditinjau dari aspek ekonomi, maka alat tangkap yang terbaik untuk Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jembrana adalah purse seine Tabel 32 dan Tabel 33. Berdasarkan parameter yang dianalisis yaitu harga ikan, penerimaan kotor per trip, dan pendapatan kotor per tenaga kerja per trip lebih baik bila dibandingkan dengan jenis alat tangkap lainnya. Keunggulan ini diperoleh karena secara biologi alat tangkap purse seine bisa memperoleh hasil tangkapan yang lebih tinggi dalam satu kali hauling bila dibandingkan dengan jenis alat tangkap lainnya. Hasil analisis aspek ekosistem perairan, dapat dilihat bahwa alat tangkap bagan memberikan hasil terbaik untuk Kabupaten Banyuwangi Tabel 34. Hal ini bisa dipahami karena responden yang berhasil diwawancara adalah nelayan bagan tancap yang beroperasi di Teluk Pang-Pang. secara teknis alat tangkap bagan tancap maupun bagan apung lebih bersifat pasif dalam melakukan penangkapan ikan, walaupun mereka menggunakan waring untuk menangkap ikan target, sehingga kecil kemungkinan dapat terjaring hewan diluar ikan target. Hasil analisis aspek lingkungan perairan untuk Kabupaten Jembrana, alat tangkap yang lebih baik adalah gillnet Tabel 35. Hal ini bisa saja terjadi karena ukuran mata jaring yang digunakan oleh nelayan gillnet di Kabupaten Jembrana berukuran lebih besar, rata- rata mereka menggunakan ukuran mata jaring yaitu 2,5” 5 cm. Ukuran mata jaring yang demikian sangat membantu dalam mewujudkan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ramah lingkungan, kenapa dikatakan demikian, karena dengan ukuran mata jaring yang relatif besar, maka ikan-ikan yang berukuran kecil dapat lolos. Menurut Nurhakim dan Merta 2004, bahwa pengelolaan perikanan harus memperhatikan faktor-faktor lingkungan perairan ekosistem. Selanjutnya dikatakan bahwa pengelolaan dapat dicapai dengan pola konservasi antara pemanfaatan sumberdaya yang tetap dapat melestarikan lingkungan perairan sebagai habitat ikan target penangkapan. Berdasarkan hasil standarisasi penilaian aspek gabungan, yaitu aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan aspek lingkungan perairan maka yang menjadi prioritas untuk dikembangkan, baik di Kabupaten banyuwangi maupun di Kabupaten Jembrana adalah alat tangkap purse seine Tabel 36 dan Tabel 37. Analisis gabungan ini bertujuan untuk melihat dan menilai penampilan terhadap alat tangkap yang digunakan oleh nelayan secara menyeluruh, dan dijadikan sebagai indikator dalam melakukan pengembangan dan keberlanjutan usaha penangkapan ikan lemuru di Selat Bali. Dari hasil penilaian gabungan tersebut diatas, jelas terlihat bahwa alat tangkap purse seine dapat dikembangkan untuk pemanfaatan sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali. Mengingat puse seine merupakan alat tangkap yang dapat dikembangkan di Selat Bali, baik oleh nelayan Kabupaten Banyuwangi maupun nelayan Kabupaten Jembrana, maka pengaturan jumlah dan kapasitas yang harus dipenuhi sangat tergantung kepada pengaturan kebijakan oleh pemerintah daerah masing- masing. Menurut Wiyono 2011, Penggunaan alat tangkap, harus mengacu pada potensi sumberdaya yang tersedia disatu wilayah. Berdasarkan analisis sumberdaya perikanan lemuru seperti sudah diuraikan pada bab terdahulu, bahwa perhitungan C msy 59.059,61 ton per tahun, sedangkan produksi tertinggi selama kurun waktu 2005-2010 terjadi pada tahun 2007 sebesar 81.598,919 ton. Jika ditinjau dari ketersediaan sumberdaya, maka pemanfaatan dan pengusahaan penangkapan sumberdaya perikanan lemuru sudah mendekati kehati-hatian dan menuju arah over fishing, baik ditinjau secara keseluruhan maupun ditinjau dari jumlah tangkap yang diperbolehkan JTB. Namun demikian, Mengingat potensi dan ketersediaan sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan, yaitu berkaitan dengan ketersediaan plankton sebagai sumber makanan, dan sangat rentan terhadap perubahan faktor