Model pengelolaan perikanan Hasil Penelitian

dengan meningkatnya jumlah hasil tangkapan, dan puncak hasil tangkapan optimum terjadi pada tahun ke 50, namun setelah itu terjadi penurunan hasil tangkapan, akan tetapi jumlah effort terus meningkat. Hal ini terjadi karena nelayan terus berupaya melakukan penangkapan dengan harapan hasil tangkapan yang diperoleh tetap tinggi. Walaupun terjadi pertumbuhan secara alami, namun diimbangi terjadinya kematian yang juga berlangsung secara alami sebagai akibat dari pengaruh lingkungan perairan. Sementara itu, untuk perolehan rente dari usaha penangkapan yang dilakukan oleh nelayan dapat dilihat, rente yang diperoleh meningkat seiring dengan peningkatan hasil tangkapan dan menurun karena hasil tangkapan yang diperoleh juga menurun. Hal ini terjadi karena harga yang ditawarkan oleh pembeli cukup bagus, sehingga nelayan tidak mengalami kerugian, disamping itu, juga sebagai imbas dari hukum persediaan dan permintaan secara ekonomi. Jika kondisi existing ini dibiarkan, sedangkan nelayan terus berusaha melakukan penangkapan dengan segala upaya yang dimiliki tanpa memperhitungkan efek yang ditimbulkan terhadap sumberdaya, maka dapat dipastikan terjadi opportunity cost yaitu nilai ekonomi yang diperoleh menjadi lebih rendah bahkan bisa negatif karena jumlah biaya yang dikeluarkan lebih besar jika dibandingkan dengan penerimaan yang diperoleh. Hal ini terjadi sebagai akibat tidak terkontrolnya jumlah effort atau upaya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan open access equilibrium. 2 Skenario 2 Berdasarkan SKB dua Gubernur Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali, alat tangkap yang diatur penggunaannya untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali adalah alat tangkap purse seine. Jumlah yang diijinkan adalah sebanyak 273 unit. Namun berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap E msy bab 6 hasil yang diperoleh adalah sebanyak 252,47 unit, dengan demikian penyusunan skenario berpedoman kepada hasil perhitungan Emsy. Pada Gambar 32 dapat dilihat bahwa pola yang diperlihatkan hiperbola. Selanjutnya dilakukan pengendalian terhadap effort yaitu dengan melakukan iterasi secara bertahap sebesar 10 dari 252,47 unit. Proses iterasi dilakukan karena tidak ada teori pendukung yang memadai dalam rangka upaya penurunan 2:58 PM Wed, Dec 26, 2012 Untitled Page 1 0.00 25.00 50.00 75.00 100.00 Y ears 1: 1: 1: 2: 2: 2: 3: 3: 3: 4: 4: 4: 5: 5: 5: 29065 58130 10000 20000 100 200 10000 20000 3e+010. 6e+010. 1: Biomass 2: Pert Biomass 3: Ef f ort 4: Hsl Tangkapan 5: Rent 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 5 5 jumlah alat tangkap pada satu wilayah. Iterasi yang dilakukan dalam penelitian ini didasarkan kepada pola yang diperlihatkan oleh kecenderungan grafik simulasi yang dihasilkan. Iterasi dilakukan secara bertahap dimulai pada tingkat 10, 20, namun belum memperlihatkan hasil yang diinginkan. Saat dilakukan iterasi pada tingkat 30, terjadi perubahan pola pada grafik yang dihasilkan Gambar 33. Iterasi ini dilakukan agar hasil tangkapan yang diperoleh tetap stabil dan ketersediaan sumberdaya dapat dipertahankan. Jika pemberlakuan ini berhasil maka pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru di Selat Bali dapat dilakukan secara berkelanjutan dan kebijakan pengaturan jumlah alat tangkap terutama purse seine harus diperbarui. Setelah dilakukan iterasi tiga kali terhadap pengurangan effort sebanyak 30 atau 184 unit Gambar 33, dapat dilihat bahwa trend antara kurva hasil tangkapan dan kurva rente berjalan seiring. Perolehan rente mengikuti jumlah hasil tangkapan yang diperoleh nelayan, karena harga ikan berfluktuasi sesuai hasil tangkapan yang diperoleh, jika hasil tangkapan besar maka terjadi penurunan harga, demikian sebaliknya. Namun bila dilihat kurva pertumbuhan biomass berada di atas kurva biomass, artinya masih terjadi penambahan biomass dengan adanya pertumbuhan biomass Lampiran 16. Gambar 33 Simulasi hasil tangkapan dan rente dengan pengurangan effort sebesar 30 atau 184 unit