Latar Belakang Model keberlanjutan pengelolaan perikanan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang dilakukan selama ini masih bersifat konvensional, yaitu memanfaatkan sumberdaya yang ada semaksimal mungkin untuk memperoleh hasil tangkapan yang lebih banyak dan sesuai dengan permintaan pasar. Pengelolaan sumberdaya perikanan fisheries management khususnya perikanan tangkap prosesnya sangat kompleks, sehingga membutuhkan integrasi antara aspek biologi, ekologi, ekonomi dan unsur manusia sebagai pemanfaat hasil tangkapan. Pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap seharusnya dilakukan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan sebagai habitat ikan tujuan penangkapan. Idealnya, harus memperhatikan daya dukung atau kemampuan setiap komponen yang terdapat dan terkandung dalam satu wilayah yang menjadi lokasi kegiatan penangkapan ikan, dalam rangka memenuhi kebutuhan optimal masing-masing wilayah. Upaya menyelaraskan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap, agar dapat dilakukan secara berkelanjutan mensinergikan antara pemanfaatan dan keberlanjutan sumberdaya sehingga pada masa yang akan datang sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan oleh generasi berikutnya. Pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dengan memperhatikan keberlanjutan terhadap sumberdaya yang menjadi target penangkapan sejatinya memperhatikan keseimbangan antara tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dan tetap memperhatikan biologi serta ekologi ikan target penangkapan. Keseimbangan sosial ekonomi dimaksud mencakup kesejahteraan nelayan, keadilan dalam pemanfaatan sumberdaya, tetap mempertimbangkan kemajuan pengetahuan dan informasi, ketidakpastian tentang komponen biotik, abiotik, serta keterlibatan manusia didalamnya. Kesimbangan tersebut dapat diwujudkan melalui sebuah pengelolaan sumberdaya perikanan yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan. Mengacu kepada code of conduct for responsible fisheries, bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan harus memperhatikan seluruh aspek biologi, teknologi, ekonomi, sosial, lingkungan dan komersial yang relevan terhadap pengelolaan sumberdaya. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dibuat suatu model yang terpola dengan baik dan tepat serta komprehensif, sehingga pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap secara berkelanjutan dapat dilakukan secara utuh oleh nelayan dan pelaku usaha perikanan. Prinsip yang harus diperhatikan dalam implementasi keberlanjutan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan antara lain: 1 perikanan harus dikelola pada batas yang memberikan dampak yang dapat ditoleransi oleh lingkungan perairan; 2 interaksi ekologis antar sumberdaya ikan dan lingkungannya harus dijaga; 3 memiliki perangkat pengelolaan yang compatible untuk semua distribusi sumberdaya ikan; 4 melakukan prinsip kehati-hatian dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan perikanan; 5 tata kelola perikanan mencakup kepentingan sistem ekologi dan sistem manusia itu sendiri FAO, 2003. Berdasarkan prinsip keberlanjutan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap tersebut di atas, maka implementasinya memerlukan adaptasi struktural maupun fungsional di seluruh tingkat pengelolaan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini menjadi penting, kenapa demikian? Karena menyangkut kerangka berpikir mindset dalam melakukan pengelolaan sumberdaya perikanan. Sebagai contoh, otoritas perikanan tidak hanya menjalankan fungsi administratif fisheries administrative functions, akan tetapi sudah dan harus menjalankan fungsi pengelolaan terhadap sumberdaya perikanan fisheries management functions Adrianto et al, 2010. Keberlanjutan sumberdaya sustainable development, merupakan pembangunan perikanan tangkap dengan memperhatikan faktor ekologi agar ketersediaan sumberdaya dapat dipertahankan untuk generasi mendatang. Hal lain yang menjadi faktor penting dalam keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan adalah keberlanjutan secara sosial ekonomi dan keberlanjutan dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, harus ada keberlanjutan institusi sebagai pembuat kebijakan dalam merumuskan pengelolaan sumberdaya yang menjadi tujuan penangkapan. Selat Bali, merupakan selat yang memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Bali dengan bentuk seperti corong. Bagian selatan melebar sebesar 35 km dan bagian utara menyempit dengan lebar 2,5 km. Secara geografis, Selat Bali terletak antara 114 ° 20 – 115 ° 10 BT dan 8 ° 10 – 8 ° 50 LS dengan luas sekitar 2500 km 2 . Kegiatan penangkapan ikan di Selat Bali umumnya menggunakan alat tangkap purse seine. Namun demikian masih ada alat tangkap lain yang digunakan oleh nelayan setempat seperti payang, gillnet, bagan, dan pukat pantai. Pemanfaatan sumberdaya perikanan lemuru Sardinella lemuru Bleeker 1853 sangat intensif dilakukan oleh nelayan yang berada di kawasan pesisir Selat Bali. Dimana pemanfaatan tersebut dilakukan untuk memenuhi permintaan konsumen, terutama sebagai bahan baku ikan kaleng dan dikonsumsi segar. Berdasarkan data statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali tahun 2009, pemanfaatan sumberdaya lemuru adalah sebesar 45.057,0 ton dengan nilai Rp. 87.205.830.000,- dan 45.092,4 ton, dengan nilai sebesar Rp. 97.456.824.000,-. Ikan lemuru dikenal sebagai ikan musiman Nontji, 2007. Dikatakan sebagai ikan musiman karena, musim ikan lemuru adalah bulan September – Oktober dan musim puncak pada bulan Desember – Januari. Selanjutnya dikatakan bahwa, akhir-akhir ini pemanfaatan lemuru sudah menunjukkan over fishing. Ikan lemuru, lebih banyak terkonsentrasi di Selat Bali dan pemanfaatannya sangat intensif, serta merupakan komoditi unggulan masyarakat dan nelayan di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali. Melalui penelitian ini, penulis berkeinginan menyusun atau memperbaiki pengelolaan sumberdaya perikanan lemuru Sardinella lemuru Bleeker 1853 yang sudah ada sebelumnya dengan model keberlanjutan sumberdaya yang terpola dengan baik, dengan memperhatikan kedinamisan antara biotik dan abiotik yang terdapat di lingkungan perairan Selat Bali dan mengedepankan unsur manusia sebagai pelaku usaha dan pemanfaat, sehingga keberlanjutan sumberdaya lemuru dapat dilakukan secara berkelanjutan dan lestari.

1.2 Perumusan Masalah