dicek kembali. Hal ini terlihat dari persentase indikator melakukan perhitungan yang hampir stabil dari siklus I sampai siklus II hanya meningkat
2, dan untuk indikator mengecek kembali yang mana semenjak siklus I sangat kurang sampai pada siklus II setelah melalui perbaikan meningkat
15 mencapai kategori cukup. Peningkatan persentase yang cukup tinggi terjadi pada indikator memahami masalah sebesar 22 mencapai kategori
sangat baik. Hal ini berdampak pula pada peningkatan indikator melakukan rencana yang meningkat sebesar 12 mencapai kategori sangat baik juga.
Dari interpretasi di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa meningkat dari siklus I ke siklus II pada
semua indikator. Hal ini menunjukkan keberhasilan kinerja atas penerapan model experiential learning berlangsung selama dua siklus.
B. Pemeriksaan Keabsahan Data
Selain tes akhir siklus berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematik, peneliti juga menggunakan lembar observasi, wawancara dan
jurnal harian. Untuk mendapatkan data yang absah dilakukan teknik triangulasi terhadap ketiga instrumen tersebut. Teknik triangulasi merupakan
teknik yang dapat meningkatkan keakuratan hasil penelitian sehingga menghasilkan penelitian yang benar-benar validabsah. Melalui triangulasi,
peneliti memeriksa hasil pengamatan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dengan model experiential learning, apakah
menunjukkan peningkatan atau tidak. Selanjutnya data-data yang diperoleh peneliti, diorganisir dan diklasifikasikan berdasarkan urutan waktu tindakan
penelitian, supaya mudah dalam mendekripsikan data dan diperoleh kesimpulan yang tepat. Selain itu, untuk memperkuat data aktivitas belajar
matematika siswa peneliti mengambil data lain berupa dokumentasi foto selama penelitian berlangsung.
Data lembar observasi siswa didapat dari penilaian observer terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Dari hasil penilaian tersebut
terlihat bahwa aktivitas siswa cukup baik pada saat siklus I. Pada siklus II
aktivitas siswa jauh lebih meningkat karena sudah mencapai kategori sangat baik.
Data respon siswa terhadap pembelajaran didapat dari hasil jurnal harian siswa selama proses pembelajaran. Tujuannya untuk melihat respon siswa
selama proses pembelajaran dengan model experiential learning. Respon siswa selama siklus I sudah terlihat positif meskipun masih terdapat siswa
yang memberikan respon negatif dan netral. Ada beberapa siswa yang menyatakan bahwa pembelajarannya menyenangkan karena belum pernah
diterapkan sebelumnya dan pengalaman yang berbeda membuat mereka semangat, adapula yang menyatakan kurang menyenangkan karena masalah
yang disajikan terlalu sulit dan mereka belum terbiasa memecahkan soal non- rutin. Pada siklus II respon positif siswa meningkat, sedangkan respon negatif
dan netral menurun. Ada beberapa siswa yang menyatakan bahwa pembelajaran
menyenangkan dan
membuat siswa
lebih berani
mengemukakan pemikiran dan mudah memahami masalah matematik. Wawancara ditujukan pada guru mata pelajaran selaku observer dan juga
pada siswa yang memiliki kemampuan rendah, sedang dan tinggi, dan dilakukan di akhir siklus. Tujuannya untuk memperkuat kebenaran data hasil
observasi dan jurnal harian dengan keadaan yang sebenarnya. Dari hasil wawancara tersebut siswa merasa pembelajaran lebih aktif dan membuat
siswa lebih mudah memahami pelajaran dan memecahkan masalah. Data hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa yang diperoleh dari
tes formatif akhir siklus selanjutnya dilakukan penskoran sesuai dengan pedoman penskoran yang telah ditetapkan sebelumnya, hal ini dilakukan
supaya skornilai yang diperoleh siswa bersifat objektif. Untuk soal berbentuk essay setiap nomor soal ditentukan terlebih dahulu langkah-langkah
sistematis dari jawaban dan skor maksimalnya, kemudian dilakukan proses perhitungan berdasarkan nomor soal. Setiap butir soal dijumlahkan hasil
penskorannya sesuai dengan jumlah butir soal setiap indikator dan dihitung persentasenya. Dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik