Pembelajaran Konvesional Deskripsi Teoritik

modul praktikum fisika. Hasil analisis terhadap respon siswa menunjukkan bahwa siswa memiliki respon positif terhadap pembelajaran. 30 3 Isah Cahyani, dalam: Peran Experiential Learning dalam Meningkatkan Motivasi Pembelajar BIPA. Universitas Pendidikan Indonesia. Hasil penerapan metode Experiential Learning ditanggapi dalam bentuk angket mahasiswa satu kelas sebanyak 50 orang. Adapun tanggapan pembelajar terhadap penerapan EL pengajaran menulis yaitu pembelajar merasa termotivasi dan terdapat variasi metode sebanyak 50 orang. Hal ini menunjukkan bahwa 100 pembelajar menikmati penerapan metode EL dalam pengajaran menulis karena menyenangkan dan mereka dapat belajar bekerja sama serta saling mengenal teman, dan berbagi rasa serta dapat mengekspresikan diri dalam bentuk tulisan. 31

C. Kerangka Konseptual Intervensi Tindakan

Tujuan umum pendidikan matematika ditekankan untuk memiliki; kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah matematika, pelajaran lain, ataupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata. 32 Kemampuan memecahkan masalah merupakan salah satu bentuk kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi karena dalam kegiatan memecahkan masalah matematika terangkum kemampuan matematika lainnya seperti; penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, pemahaman konsep, koneksi dan komunikasi siswa. Experiential learning menyediakan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif, pengalaman mempunyai peranan sentral dalam proses belajar. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengajaran berdasarkan pengalaman memberikan para siswa 30 Erwan S utarno, “Penerapan Siklus Belajar Experintial Learning untuk Menigkatkan Kompetensi Dasar Fisika Siswa Kelas X di SMA N 2 Singaraja, skripsi pada Fakultas MIPA Universitas Pendidikan Ganesha, www.undiksha.ac.id. 06 Desember 2011, 13:25 WIB. 31 Isah Cahyani, Peran Experiential Learning dalam Meningkatkan Motivasi Pembelajar BIPA, 2011, www.ialf.edukipbipapapersCahyaniIsah.doc. 06 Desember 2011, 13:30 WIB 32 Suherman, dkk., Op. cit., h. 58. seperangkatrangkaian situasi-situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru. Experiential learning mengarahkan para siswa ke dalam eksplorasi yang alami dan investigasi langsung ke dalam suatu situasi pemecahan masalahdaerah mata pelajaran tertentu. Melalui model ini, siswa tidak hanya belajar tentang konsep materi belaka, akan tetapi dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran untuk dijadikan sebagai suatu pengalaman. Hasil dari proses experiential learning tidak hanya menekankan pada aspek kognitif saja, juga tidak seperti teori behavior yang menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar. Pengetahuan yang tercipta dari model ini merupakan perpaduan antara memahami dan mentransformasi pengalaman. Seperti halnya proses pembelajaran kontekstual yang menghubungkan dan melibatkan siswa dengan dunia nyata, model ini pun lebih mengedepankan model connented knowing menghubungkan antara pengetahuan dengan dunia nyata, dengan demikian pembelajaran dianggap sebagai bagian integral dari sebuah kehidupan. Experiential learning dilandasi juga oleh teori John Dewey, yakni prinsip belajar sambil berbuat learning by doing. Prinsip ini berdasarkan asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh lebih banyak pengalaman dengan cara keterlibatan secara aktif dan personal, dibandingkan dengan bila mereka hanya melihat materikonsep. Penelitian menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, meningkat apabila guru menerima peranan non-intervensi. 33 Dengan demikian, penggunaan model experiential learning dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. 33 Hamalik, Op. cit., h. 212-213.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan peneliti adalah “Penerapan model experiential learning dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa ”. 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di SMP Negeri 9 Kota Tangerang Selatan yang beralamat di Jl. Lontar Martil Perum. Serua Permai Pamulang dan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 20122013.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas PTK, yaitu suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. 1 Metode PTK berusaha mengkaji dan merefleksi suatu pendekatan atau strategi pembelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan proses dan produk pelajaran di kelas. Prosedur pelaksanaan PTK terdiri dari rangkaian beberapa siklus yang berulang. Siklus adalah suatu putaran kegiatan yang beruntun yang kembali ke langkah semula. 2 Setiap siklus terdiri dari empat tahap kegiatan yaitu perencanaan planning, pelaksanaan tindakan action, pengamatanobservasi observation, dan refleksi reflection. Setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai berdasarkan indikator keberhasilan kerja. Berikut ini deskripsi dari empat tahap kegiatan yang tersebut:

a. Perencanaan Planning

Setelah mengamati kondisi real pembelajaran yang terjadi di kelas, kemudian peneliti mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang terjadi di kelas. Selanjutnya peneliti merencanakan tindakan apa yang akan dikenakan terhadap subjek penelitian. Pada tahap perencanaan meliputi kegiatan: 1 Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007, h.3. 2 Ibid., h. 20.

Dokumen yang terkait

Upaya peningkatan pemahaman konsep matematika siswa dengan pendekatan belajar bermakna (meaningful learning): penelitian tindakan kelas di SMP Waskita Madya Kota Tangerang

0 10 96

Meningkatkan pemahaman konsep zat adiktif pada makanan yang terintegrasi nilai melalui pendekatan pemecahann masalah (problem solving)

1 3 155

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Aljabar Berbasis TIMSS Pada Siswa SMP Kelas VIII

0 3 9

UPAYA MENINGAKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DI KELAS VIII SMP NEGERI 1 BADIRI.

0 2 19

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA ALJABAR BERBASIS TIMSS PADA SISWA SMP KELAS VIII Analisis kemampuan pemecahan masalah matematika aljabar berbasis timss pada siswa kelas viii Semester gasal SMP Negeri 1 Mojosongo Tahun 2015/2016.

0 4 17

Upaya Peningkatan Kreativitas Memecahkan Masalah Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Upaya Peningkatan Kreativitas Memecahkan Masalah Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning pada Siswa Kelas VIII SMP Neg

0 3 16

Upaya Peningkatan Kreativitas Memecahkan Masalah Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning pada Siswa Kelas VIII Semester Genap Upaya Peningkatan Kreativitas Memecahkan Masalah Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning pada Siswa Kelas VIII SMP

0 6 9

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Dengan Model Pembelajaran Inquiry Learning Pada Siswa Kelas VII A Semester Genap SMP Negeri 2 Kartasura Tahun Ajaran

0 2 13

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Dengan Model Pembelajaran Inquiry Learning Pada Siswa Kelas VII A Semester Genap SMP Negeri 2 Kartasura Tahun Ajaran

0 2 16

PENINGKATAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI DISCOVERY LEARNING PADA SISWA Peningkatan Keterampilan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Discovery Learning Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 1 Bulukerto Tahun Ajaran 2014/201

0 3 17