Pemeriksaan Keabsahan Data HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
motorik dan bekerja sama dalam kelompoknya. Reflection observation; tahap ini mampu mengaktifkan siswa secara pemikiran maupun pernyataan atas
gagasan, dan mampu mengaktifkan siswa dalam bertukar pikiran sesama anggota kelompok dari apa yang mereka pahami melalui pengalaman.
Abstract conseptualization; tahap ini mengaktifkan siswa secara algoritmik untuk membentuk suatu rumusan atau teori. Active experimentation; tahap ini
mampu mengaktifkan siswa secara pemahaman teori, perencanaan dan penerapan rumusan matematika, dan penyelesaian atas masalah.
Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus I dan siklus II, setelah diberikan tindakan secara keseluruhan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa mengalami peningkatan. Rata-rata tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada siklus II meningkat menjadi
82,45, dibanding dengan hsil tes pada siklus I hanya 69,85. Pada pra penelitian hanya 27,5 siswa yang mencapai KKM, meningkat pada siklus I
menjadi 52,5 siswa yang mencapai KKM, kemudian pada siklus II meningkat kembali menjadi 97,5 siswa yang mencapai KKM. Hal ini tidak
terlepas dari perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh peneliti pada segala aspek. Seperti perbaikan pada anggota kelompok yang membuat diskusi
kelompok menjadi lebih optimal, pemberian reward kepada siswa yang aktif mempresentasikan hasil pemikirannya, dan merubah rancangan experiential
learning pada LKS dengan cara melepaskan tiga tahapan terakhir dijadikan tugas individu setelah bekerja sama mewujudkan pengalaman pada tahap
pertama. Temuan menarik yang diperoleh peneliti selama penelitian berlangsung
yaitu kemampuan pemecahan masalah matematik siswa meningkat setelah diterapkan model experiential learning. Namun peneliti menemukan hal yang
spesifik yang terjadi pada beberapa siswa, terdapat dua siswa yang skornya naik cukup tinggi yang pada mulanya di bawah 70 menjadi lebih dari sama
dengan 90. Peningkatan skor yang cukup besar ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa tersebut tergolong sangat
baik. Dari jawaban siswapun terlihat sudah mampu menginterpretasikan soal
dengan baik. Kondisi lain dialami siswa, terdapat siswa yang tidak mengalami peningkatan sedikitpun pada skor pemecahan masalah
matematiknya dari siklus I didapat 68, dan pada hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siklus II mendapatkan nilai yang sama. Hal
ini disebabkan siswa tersebut tidak mampu menyesuaikan diri dengan pembelajaran yang kategori baru diterapkan.
Pembelajaran yang baik yakni yang mampu mengerahkan hampir semua kemampuan siswa secara efektif. Model experiential learning mampu
mengaktifkan secara kelompok maupun individu, pengalamannya membuat pemahaman lebih bermakna dan mudah memecahkan masalah matematik.
Dengan bersandar pada pengalaman nyata diharapkan siswa dapat dengan mudah memahami, merencanakan dan memecahkan masalah matematik.
106