Pertemuan ke-10 Jumat, 3 Mei 2013

ini menunjukkan kemandirian siswa untuk menyelesaikan tugasnya meningkat. Kegiatan observasi data tidak hanya dari lembar observasi oleh observer, peneliti juga mengumpulkan data berupa jurnal harian untuk mengukur respon siswa akan penerapan model experiential learning selama 4 pertemuan. Adapun rekapitulasi data respon siswa terhadap pembelajaran selama siklus II dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.9 Rekapitulasi Respon Siswa Pada Siklus II Pertemuan Ke- Kategori Positif Netral Negatif Jml Jml Jml VI 32 84,21 5 13,16 1 2,632 VII 38 95 2 5 VIII 37 92,5 3 7,5 IX 35 92,11 2 5,263 1 2,632 Rata-rata 90,95 7,73 1,316 Berdasarkan tabel 4.9 hasil perhitungan jurnal harian yang telah diisi oleh siswa ditiap akhir pertemuan selama 4 kali, rata-rata persentase siswa yang memberikan respon positif terhadap penerapan model experiential learning pada siklus II sebesar 90,95. Dibandingkan dengan respon siswa disiklus I sebesar 78,55, walaupun masih terdapat siswa yang merespon netral sebesar 7,73 dan yang berespon negatif sebesar 1,32, akan tetapi hal ini menunjukkan bahwa respon positif siswa selama pembelajaran siklus II lebih besar dibandingkan pada siklus I. Selain lembar observasi dan jurnal harian, peneliti juga mendapatkan data yang perlu dianalisis dari hasil wawancara dengan siswa dan guru mata pelajaran diakhir siklus. Berikut rangkuman hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti, antara lain: Tabel 4.10 Hasil Wawancara pada Siklus II No Hal yang Dibicarakan Pendapat Siswa 1. Model Experiential Learning - Siswa menyukai pembelajaran matematika dengan model experiential learning. Memulai kegiatan belajar mengajar dengan mewujudkan pengalaman menurut siswa tidak membosankan, karena setiap pertemuan mereka dihadapkan pada pengalaman yang berbeda-beda. - Dengan adanya pengalaman pada pembelajaran, siswa merasa lebih mudah memahami konsep yang sedang dipelajari, karena mereka sendiri yang membentuk rumusan atau teori matematika. Yang berawal dari mewujudkan pengalaman, merefleksikannya, kemudian mengkonsep sendiri rumusannya. 2. Diskusi Kelompok Siswa merasa lebih mudah menanyakan perihal konsep yang mereka belum mengerti kepada teman sekelompoknya. Akan tetapi dengan dipisahnya tahap reflection observation, abstract conceptualization, active experimentation, melatih mereka untuk mandiri dalam memecahkan masalah setelah diskusi kelompok. 3. Pekerjaan Rumah PR Siswa lebih termotivasi untuk mengingat kembali pelajaran yang telah dipelajari pada hari itu dengan adanya PR dan mendapat nilai tambahan saat mempresentasikannya. 4. Rangkuman Siswa merasa terbantu dalam mengerjakan pekerjaan rumah atau latihan soal di kelas dan dipermudah saat mengulas pelajaran untuk persiapan ulangan harian dengan adanya rangkuman. 5. Soal Pemecahan Masalah Matematik Saat memecahkan masalah matematik, siswa merasa lebih mudah memahami masalah, merencanakan rumusannya, kemudian menyelesaikannya. Karena model experiential learning melatih siswa untuk merefleksikan pengalaman nyata ke dalam bentuk rumusan matematik. Menurut guru mata pelajaran matematika, model experiential learning dapat dengan mudah diterima dan dimengerti langkah-langkahnya oleh siswa. Model tersebut tepat diterapkan dan dikembangkan lebih lanjut untuk pembelajaran matematika karena mampu mengaktifkan siswa baik secara kelompok maupun individu. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswapun jauh lebih baik, mereka tidak lagi bolak-balik menanyakan pemecahan soal ke guru. Sedang untuk mengetahui hasil kemampuan pemecahan masalah siswa pada siklus II dalam penelitian ini akan terlihat melalui hasil ulangan harian siklus II. Tes akhir siklus II terdiri dari 5 butir soal pemecahan masalah matematik dengan durasi waktu 2 x 40 menit. Berikut adalah tabel yang menunjukkan hasil tes kemampuan pemecahan maslah matematik siswa pada sisklus II: Tabel 4.11 Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa pada Siklus II Nilai Frekuensi 68 – 72 2 5 2 5 73 – 77 6 15 8 20 78 – 82 13 32,5 21 52,5 83 – 87 9 22,5 30 75 88 – 92 9 22,5 39 97,5 93 – 97 1 2,5 40 100 Berdasarkan tabel 4.11 diperoleh rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematik siswa sebesar 82,45, nilai tertinggi 96 dan nilai terendah 68. Hal ini menunjukkan ketercapaian indikator kemampuan pemecahan masalah matematik siswa bahwa rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematik siswa ≥70. Sehingga pemberian tindakan dihentikan pada siklus II. Adapun hasil tes akhir kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada siklus II ini disajikan dalam bentuk diagram sebagai berikut: Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa pada Siklus II Berdasarkan poligon di atas, dapat dilihat bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada siklus II menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh nilai diatas rata-rata lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang memperoleh nilai dibawah rata-rata. 2 4 6 8 10 12 14 Fr ek u en si Nilai Siswa Poligon 4.2 67,5 72,5 77,5 82,5 87,5 92,5 97,5 Sedangkan kemampuan masing-masing indikator kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dapat dilihat berdasarkan hasil persentase skor yang diperoleh dari tiap soal yang mewakilkan indikator tersebut. Berikut adalah tabel yang menunjukkan hasil skor siswa dalam menggunakan indikator kemampuan pemecahan masalah matematik siswa: Tabel 4.12 Persentase Skor Tiap Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Pada Siklus II No. Indikator Pemecahan Masalah Matematik Skor Ideal Rata- rata Persentase 1. Memahami Masalah MM 10 9,08 90,75 2. Melakukan Rencana MR 20 17,38 86,88 3. Melakukan Perhitungan MP 10 8,50 85 4. Mengecek Kembali MK 10 6,28 62,75 Berdasarkan tabel 4.12 dapat dilihat indikator pertama sampai ketiga sudah mencapai kategori sangat baik, hal ini terlihat dari persentase pada ketiga indikator tersebut ≥80. Sebagian besar siswa sudah mampu memahami masalah matematik dengan sangat baik, hal ini ditunjukkan oleh skor indikator tersebut sebesar 90,75. Pada dua tahap berikutnya siswa juga sudah mencapai kategori baik, hal ini ditunjukkan setelah mampu memahami soal atau masalah matematik siswa menuliskan apa saja yang diketahui dan yang ditanyakan, kemudian siswa menentukan langkah awal yang perlu dikerjakan, pada siklus II indikator melakukan rencana mengalami peningkatan sebesar 12. Sebelum menuju pada penyelesaian atau rumusan utamanya, siswa menentukan rumusan yang tepat dan melakukan perhitungan penyelesaian sesuai yang diminta pada soal, pada indikator melakukan perhitungan mengalami peningkatan sebesar 2. Pada tahap ketiga rata-rata siswa mencapai skor 62,75, walaupun hal ini hanya sebatas kategori cukup akan tetapi bila dibandingkan dengan siklus I, pada siklus II indikator mengecek kembali mengalami peningkatan sebesar 15. Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa telah mencapai kriteria keberhasilan yang telah diinginkan yaitu mencapai rata-rata nilai tes sebesar 82,45. Sedangkan untuk keempat indikator kemampuan pemecahan masalah matematik siswa mengalami peningkatan sebesar 12,75 dengan rata-rata indikator 81,34.

d Tahap Refleksi

Hasil tindakan siklus II mengungkapkan bahwa kegiatan diskusi kelompok berjalan lebih baik dibandingkan pada siklus I. Hal ini tidak terlepas dari perbaikan-perbaikan yang diperoleh dari siklus I. Perubahan kelompok dan pemberian reward membuat siswa lebih semangat dan aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Interaksi antar anggota kelompok atau antar kelompok dapat tercipta dengan baik. Pernyataan tersebut didukung dengan meningkatnya aktivitas siswa pada siklus II yaitu sebesar 81,2. Siswa sudah mulai berani dan percaya diri dalam mempresentasikan hasil pemikirannya di depan kelas, dan berani bertanya dengan teman atau guru. Mampu terlibat langsung dalam mewujudkan pengalaman, mampu merefleksi pengalaman, mampu mengkonsep hasil observation, dan mampu menerapkan rumusan matematik ke dalam pemecahan masalah. Selain keberhasilan tindakan penelitian yang telah dicapai, masih terdapat kekurangan pada tindakan siklus II diantaranya; belum optimalnya aktivitas menyanggahmenanggapi pendapat temanguru. Respon siswa pada pembelajaran siklus II juga mengalami peningkatan ke arah yang lebih positif, hal ini ditunjukkan pada jurnal harian yang mencapai respon positif sebesar 90,95. Siswa sudah mulai terbiasa dengan pembelajaran matematika model experiential learning yang diberikakn peneliti. Siswa juga yang menunjukkan antusiasnya dalam pembelajaran matematika, mereka juga berpendapat bahwasannya pembelajaran matematika menjadi menyenangkan dan mudah dipahami yang pada mulanya dibenci. Selanjutnya hasil akhir tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada siklus II mencapai rata-rata nilai 82,45, hasil ini meningkat dari siklus I yaitu 69,85. Sedangkan untuk masing-masing indikator kemampuan pemecahan masalah matematik secara umum meningkat sebesar 12,75 dari siklus I. Hal ini tidak terlepas dari perbaikan-perbaikan yang dilakukan peneliti dan observer berdasarkan refleksi siklus I. Perbaikan ini diantaranya; memberikan reward kepada siswa yang berani mempresentasikan hasil pemikirannnya di depan kelas, sehingga siswa lebih antusias dalam belajar; peneliti memperbaiki rancangan LKS dengan cara memisahkan tiga tahapan akhir experiential learning sebagai tugas mandiri siswa dengan diselingi presentasi pada tahap ketiga dan empat, sehingga kemampuan pemecahan masalah matematik siswa secara individu meningkat.

A. Interpretasi Analisis Data

Tahap interpretasi data dilakukan setelah data dikumpulkan dari hasil penelitian tindakan siklus I dan siklus II, penerapan tindakan dilakukan pada pembelajaran matematika di kelas VIII-5 berupa model experiential learning, kemudian diambil datanya selama proses pembelajaran berlangsung. Data- data yang diperoleh berupa data kualitatif dan data kuantitatif, data dianalisis guna mengetahui perkembangan tindakan dalam penelitian. Interpretasi dari data-data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Aktivitas Siswa

Data mengenai aktivitas belajar matematika siswa salah satunya diperoleh dari lembar observasi siswa. Rata-rata persentase aktivitas belajar matematika siswa siklus I dan siklus II, peneliti sajikan pada diagram di bawah ini: Diagram 4.1 Perbandingan Persentase Aktivitas Pembelajaran Matematika Siswa Berdasarkan diagram di atas terlihat bahwa persentase aktivitas belajar matematika siswa pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 20,18 dari siklus I. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan yang dilakukan pada siklus II dapat meningkatkan aktivitas belajar, semangat dan percaya diri siswa pada pembelajaran matematika. Berdasarkan observasi pada siklus I aktivitas siswa termasuk dalam kategori cukup, kemudian pada siklus II aktivitas siswa termasuk dalam kategori sangat baik. Data aktivitas belajar matematika siswa pada siklus I lebih pada keaktifan siswa dalam berdiskusi, karena tahapan-tahapan experiential learning yang peneliti rancang berdasarkan tugas bersama. Jika aktivitas diskusi berjalan dengan baik, maka aktivitas lainnya dalam tiap tahapan akan terpengaruh dengan baik. Faktor-faktor yang diuraikan oleh guru kolaborator mengenai kurangnya aktivitas siswa dalam berdiskusi diantaranya; penempatan kelompok belum maksimal; siswa masih malu untuk berpendapat saat diminta merefleksikan pengalaman yang sudah wujudkan; dan kelompok cenderung membagikan lembar tahapan-tahapan dari LKS pada anggotanya tanpa mendiskusikannya. Peneliti dibantu guru kolaborator memotivasi siswa supaya dapat berdiskusi secara efektif, perlahan siswa menunjukkan aktivitas yang sesuai rancangan pembelajaran. Diakhir siklus I aktivitas siswa dianalisa 0.00 15.00 30.00 45.00 60.00 75.00 90.00 Siklus I 61.02 Siklus II 81.20 kekurangannya untuk mencari langkah perbaikan pada siklus berikutnya. Pada siklus II keaktifan siswa dalam pembelajaran lebih baik daripada siklus sebelumnya, dimana siswa nampak terbiasa dengan model experiential learning dan mampu terlibat langsung mewujudkan pengalaman bersama kelompoknya. Saat memisahkan diri dari kelompok, siswa antusias untuk menyelesaikan tahapan-tahapan berikutnya dan mempresentasikan hasilnya.

2. Respon Siswa

Rata-rata persentase respon positif siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan model experiential learning meningkat sebesar 12,4 yaitu dari 78,55 pada siklus I menjadi 90,95 pada siklus II. Sedangkan rata-rata persentase respon negatif siswa menurun sebesar 7,18 yaitu dari 8,50 pada siklus I menjadi 1,32 pada siklus II. Dan rata-rata persentase respon netral siswa menurun sebesar 5,22 yaitu dari 12,95 pada siklus I menjadi 7,73 pada siklus II. Berikut ini adalah diagram rata-rata persentase respon siswa: Diagram 4.2 Persentase Respon Pada Siswa pada Siklus I dan Siklus II 78.55 8.50 12.95 90.95 1.32 7.73 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Positif Negatif Netral Siklus I Siklus II Wawancara juga dilakukan terhadap subjek penelitian untuk mengetahui pendapat siswa setelah diterapkannya model experiential learning, bahwasannya siswa merasa antusias dalam mengikuti pembelajaran matematika dengan model experiential learning yang diberikan peneliti karena setiap pertemuan mereka akan mewujudkan pengalaman yang berbeda, mereka juga merasa senang dengan bimbingan yang peneliti diberikan. Saat berkelompok, siswa merasa terbantu oleh teman lainnya apabila ada hal yang belum dimengerti, lebih leluasa untuk bertanya. Pada siklus II kerja kelompok masih diterapkan akan tetapi hanya pada tahap concrete experience kemudian pada tahap berikutnya dikerjakan secara individu, hal ini tidak menyurutkan keaktifan siswa dalam berdiskusi. Dengan diterapkannya pembelajaran model experiential learning yang melatih siswa untuk terbiasa membentuk rumusan dari pengalaman yang diwujudkan langsung sehingga mereka berpendapat lebih mudah untuk memahami teori, dan melatih siswa untuk memahami masalah matematik sehingga siswa merasa lebih mudah untuk mencari pemecahannya.

3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa

Adapun peningkatan rata-rata pada tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa tiap siklus dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.13 Statistik Deskriptif Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Statistik Siklus I Siklus II Nilai Tertinggi 90 96 Nilai Terendah 46 68 Rata-rata 69,85 82,45 Standar Deviasi 9,21 6,02

Dokumen yang terkait

Upaya peningkatan pemahaman konsep matematika siswa dengan pendekatan belajar bermakna (meaningful learning): penelitian tindakan kelas di SMP Waskita Madya Kota Tangerang

0 10 96

Meningkatkan pemahaman konsep zat adiktif pada makanan yang terintegrasi nilai melalui pendekatan pemecahann masalah (problem solving)

1 3 155

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Aljabar Berbasis TIMSS Pada Siswa SMP Kelas VIII

0 3 9

UPAYA MENINGAKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DI KELAS VIII SMP NEGERI 1 BADIRI.

0 2 19

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA ALJABAR BERBASIS TIMSS PADA SISWA SMP KELAS VIII Analisis kemampuan pemecahan masalah matematika aljabar berbasis timss pada siswa kelas viii Semester gasal SMP Negeri 1 Mojosongo Tahun 2015/2016.

0 4 17

Upaya Peningkatan Kreativitas Memecahkan Masalah Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Upaya Peningkatan Kreativitas Memecahkan Masalah Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning pada Siswa Kelas VIII SMP Neg

0 3 16

Upaya Peningkatan Kreativitas Memecahkan Masalah Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning pada Siswa Kelas VIII Semester Genap Upaya Peningkatan Kreativitas Memecahkan Masalah Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning pada Siswa Kelas VIII SMP

0 6 9

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Dengan Model Pembelajaran Inquiry Learning Pada Siswa Kelas VII A Semester Genap SMP Negeri 2 Kartasura Tahun Ajaran

0 2 13

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Dengan Model Pembelajaran Inquiry Learning Pada Siswa Kelas VII A Semester Genap SMP Negeri 2 Kartasura Tahun Ajaran

0 2 16

PENINGKATAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI DISCOVERY LEARNING PADA SISWA Peningkatan Keterampilan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Discovery Learning Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 1 Bulukerto Tahun Ajaran 2014/201

0 3 17