Indeks Keberlanjutan Pembangunan Infrastruktur Kota

7.4.3 Arahan kebijakan bidang fisik lingkungan

Arahan kebijakan pengelolaan infrastruktur bidang fisik meliputi pengelolaan sumber daya air air bersih, air kotor dan air limbah, angkutan umum, persampahan dan Ruang Terbuka Hijau. Ketersediaan sistem air bersih kota adalah indikator yang sangat penting sebagai ukuran keberlanjutan kota, tetapi kenyataannya tingkat pelayanan air bersih kota masih sangat rendah dan belum merata. Rendahnya tingkat pelayanan ini berkaitan dengan pengelolaan, efisiensi dan efektifitas pelayanan, dan kemampuan keuangan penyedia air bersih. Pengelolaan meliputi ketersediaan air baku, produksi air bersih dan distribusi air bersih ke pelanggan. Air baku yang tersedia masih sangat kurang dibanding kebutuhan, sehingga diperlukan adanya usaha untuk meningkatkan ketersediaan air baku. Disamping peningkatan penyediaan volume bersih, juga harus digalakkan gerakan hemat air Arahan kebijakan untuk peningkatan jumlah air baku dapat dilakukan melalui perbaikan sumber air baku, seperti: pengelolaan kawasan konservasi, menahan air permukaan melalui panen air hujan rain harvesting dan sebagainya. Peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan melalui optimalisasi pelayanan, pengendalian penggunaan air tanah, perbaikan perpipaan yang sudah tua, pemantauan kebocoran air serta meningkatkan lama jam operasional. Tingkat pelayanan sistem air bersih haruslah merata ke seluruh bagian wilayah kota, tanpa membedakan penduduk kota. Saat ini pelayanan masih terpusat di beberapa bagian wilayah pusat kota, sementara di daerah pinggiran atau kawasan yang sulit memperoleh air warga kota membayar air bersih lebih mahal. Ketersediaan air baku dipengaruhi volume curah hujan dan besarnya air limpasan. Sistem drainase kota yang alami sungai dan sistem drainase buatan yang ramah lingkungan sangat dibutuhkan untuk peningkatan volume air baku. Arahan kebijakan untuk pengelolaan limbah padat dan cair adalah dengan pengurangan volume limbah padat dan cair dari sumbernya. Pengelolaan ini melalui penerapan prinsip 3 R yang dimulai dari setiap rumah tangga dan RTRW. Pengembangan konsep waste to energy melalui teknologi sederhana yang mudah dan murah untuk pengelolaan limbah padat dan cair perlu dikembangkan agar setiap rumah tangga dan kelompok RT dan RW dapat melakukannya secara mandiri. Pemerintah sudah harus menyiapkan saluran air limbah rumah tangga mulai dari saluran tersier untuk skala RT dan RW, saluran sekunder untuk skala lingkungan atau Bagian Wilayah Kota BWK dan saluran primer untuk skala kota. Pemerintah juga perlu mendorong pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dengan membalik paradigma bahwa sampah adalah uang trash to cash, dapat melalui program bank sampah. Untuk mendukung konsep sampah adalah sumber daya, maka perlu pengembangan pusat-pusat kerajinan produk daur ulang yang bernilai ekonomis. Pengembangan sistem limbah komunal melalui pembuatan IPAL komunal, agar air limbah tidak mencemari sungai dan lahan. Arahan kebijakan untuk jalan raya dan transportasi adalah menuju transportasi ramah lingkungan seperti penyediaan angkutan umum, fasilitas pejalan kaki dan jalur sepeda. Saat ini angkutan umum Kota Bandarlampung masih didominasi angkutan kota dengan kapasitas kecil dan cenderung jumlahnya menurun. Di sisi lain. jumlah motor dan kendaraan pribadi meningkat tajam, jika hal ini dibiarkan terus, maka kemacetan di Kota Bandarlampung akan semakin parah. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan Abeto 2008, tentang kemacetan lalu lintas di Kota Bandarlampung yang menunjukkan derajat kejenuhan jalan yang terus meningkat dan tidak bisa diatasi dengan terus menerus membangun jalan baru yang hanya menyelesaikan persoalan sementara. Jika dikaitkan dengan penyediaan ruang terbuka, maka setiap peningkatan kapasitas jalan apakah pelebaran maupun membangun jalan baru. akan mengurangi luas ruang terbuka hijau kota. Angkutan umum bus atau BRT sudah dimulai di Bandarlampung beberapa tahun yang lalu. tetapi tingkat pelayanannya menurun dari tahun ke tahun. Penyediaan angkutan umum yang dibutuhkan Kota Bandarlampung ke depan adalah angkutan umum dengan kapasitas angkut lebih besar dari pada angkutan kota, seperti BRT dan MRT. Penyediaan angkutan umum yang nyaman harus dibarengi dengan peningkatan fasilitas pejalan kaki untuk memudahkan pengguna berpindah moda angkutan. Pembangunan khusus jalur sepeda perlu dikembangkan, terutama di lokasi yang memungkin untuk bersepeda, seperti: kawasan permukiman, kawasan pendidikan, dan lain-lain. Fasilitas pejalan kaki seperti trotoar yang nyaman, halte yang mudah diakses dan aman, serta jembatan penyeberangan mutlak ada untuk mendukung keberadaan angkutan umum massal kota. Pengalaman kota-kota besar di dunia dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi yang berhasil dengan transportasi massal dan peningkatan akses pejalan kaki, seperti: Bogota ibukota Columbia, Bangkok ibukota Thailand, Kuala Lumpur ibukota Malaysia dan Singapura. Di Indonesia. pengembangan Bus Trans Jakarta dan pembangunan MRT baru sedang dimulai di Jakarta dan Surabaya. Kota Bandarlampung dan kota-kota besar lainnya di Indonesia seharusnya juga sudah memulai pembangunannya. Program lainnya adalah pemberlakuan pembatasan umur kendaraan bermotor untuk mengurangi volume kendaraan pribadi di jalan raya. Arah kebijakan untuk ketersediaan Ruang Terbuka Hijau RTH adalah melalui Gerakan Kota Hijau Green City dengan menambah jumlah dan peningkatan kualitas taman kota dan ruang terbuka hijau lainnya. Ruang terbuka hijau berupa hutan kota maupun taman kota masih sangat terbatas di Kota Bandarlampung. Kebijakan pembangunan vertikal sudah mulai digalakkan di kawasan pusat kota, agar masih tersedia ruang-ruang terbuka hijau. Kota Bandarlampung memiliki ruang terbuka aktif yang sangat terbatas, sehingga saat ini masyarakat memanfaatkan ruang terbuka seperti: jalur hijau dan taman pasif yang ada di persimpangan jalan sebagai ruang terbuka aktif. Hal ini tentu akan dapat merusak jalur hijau dan taman kota tersebut, sehingga akan menambah biaya pemeliharaan yang sudah sangat terbatas. Penyediaan ruang terbuka hijau aktif sangat dibutuhkan masyarakat kota, sehingga pemerintah kota perlu merevitalisasi ruang terbuka yang ada, seperti: Lapangan Merah yang saat ini tidak tertata dengan baik. Keterbatasan ketersediaan ruang untuk RTH juga dapat diatasi dengan pengembangan taman inovatif seperti: taman atap roof garden, taman dinding wall garden dan taman tegak vertical garden. Berdasarkan arahan kebijakan di atas selanjutnya disusun program dan tindakan perubahan untuk pembangunan infrastruktur berkelanjutan. Agar kebijakan dari skenario terpilih tersebut dapat operasional, maka dibutuhkan prasyarat yaitu tata kelola pemerintahan yang baik. Kriteria tata kelola