Ruang Lingkup Penelitian Model Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan (Studi Kasus Kota Bandarlampung)

11 kota yang selalu membesar akibat berkembangnya aktivitas modern yang harus diakomodasi kota. Kota modern memerlukan berbagai bangunan dan infrastruktur. Kemudian pada tahun 1925, Burgess mengembangkan teori konsentris atau konsep Central Bussiness District CBD. CBD merupakan pusat kota, letaknya tepat di tengah kota dan merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan aksesibilitas tertinggi dalam suatu kota. Konsep pembangunan kota berkelanjutan mulai dikenal awal 1970-an yang mendorong keseimbangan pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Pada tahun 1967 sebuah kota satelit London yaitu Milton Keynes yang dirancang oleh belasan arsitek ternama diantaranya: James Stirling, Richard Rogers, dan Norman Foster, dikembangkan sebagai kota hemat energi. Meskipun secara mendasar Milton Keynes masih melanjutkan konsep garden city Ebenezer Howard, dalam banyak hal penyelesaian rancangan kota sudah menerapkan kaidah perencanaan modern, termasuk penghematan energi kota. Pola jalan kota dirancang dengan penyediaan jalur pedestrian dan sepeda yang menerus di seluruh kota, sehingga mendorong warga Milton Keynes untuk berjalan kaki, bersepeda, atau menggunakan transportasi umum. Hal ini memungkinkan konsumsi energi kota dapat dihemat secara signifikan. Awal abad 20, konsep eco-town atau green city atau kota ramah lingkungan yang berbasis ekologi dan mensyaratkan zero carbon atau carbon neutral melalui penggunaan energi yang efisien dan pengolahan limbah secara terpadu mulai dikenal. Register 2006, dalam Ecocity-Building Cities in Balance with Nature menyatakan bahwa ecocity adalah kota yang minimum dalam penggunaan energi, penggunaan air dan pengeluaran limbah, serta menggunakan material bangunan ramah lingkungan. Di negara barat yang telah memiliki banyak pengalaman dalam pengelolaan kota, konsep kota berkelanjutan yang berkembang seperti: Sustainable Cities oleh Walter tahun 1992, The Ecological City oleh Platt tahun 1994, Postmodern Cities and Space oleh Watson, tahun 1995 dan City as Landscape oleh Turner tahun 1996, Dimensions of the Eco-city oleh Roseland tahun 1997 dan Advances in urban ecology Alberti 2009. Menurut Suzuki et al. 2010 ecogreen city adalah kota yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui perencanaan dan pengelolaan kota terpadu yang memanfatkan sepenuhnya sistem ekologis serta melindungi dan memeliharanya bagi generasi mendatang. Konsep green city banyak digunakan para perencana kota dalam beberapa tahun terakhir, walaupun sebenarnya konsep ini sudah lama dikembangkan dalam eco-city atau urban ecology. Di seluruh dunia, kota hijau sudah menjadi model pengembangan perkotaan yang baru, seperti: di benua Amerika, Asia, Eropah, Australia, maupun Afrika Ernawi 2012. Menurut Kahn 2006, green cities adalah kota yang memiliki air dan udara yang bersih, taman dan jalan yang nyaman, berketahanan resilient terhadap bencana alam, tingkat infeksi terhadap penyakit rendah, mendorong perilaku hijau dengan penggunaan transportasi umum, dan dampak lingkungan yang rendah. Jadi eco-city atau green-city merupakan dasar pemikiran yang mengacu pada prinsip-prinsip pengembangan kota yang seimbang dan berkelanjutan, dengan kata lain konsep tersebut 12 mempunyai misi untuk membangun kota-kota yang ekologis dan seimbang dengan alam. Kota berkelanjutan adalah suatu kawasan perkotaan yang mampu berkompetisi secara sukses dalam pertarungan ekonomi global dan mampu pula mempertahankan vitalitas budaya serta keserasian lingkungan Budihardjo dan Sujarto 2005. Dalam perencanaan kota berkelanjutan, ada tiga hal utama yang menjadi prioritas yaitu: 1 kebijakan hendaknya berjangka panjang, visioner, adaptif terhadap perubahan dan secara holistik mendekati kompleksitas masalah; 2 kebijakan dikaji dengan mempertimbangkan aspek sosial budaya, ekonomi dan lingkungan; 3 kebijakan memperluas partisipasi dan keterlibatan masyarakat Ahmad 2002. Selain itu, menurut Budimanta 2005 kota berkelanjutan seperti Singapura, Tokyo dan Bangkok dibangun dengan cara berfikir yang integratif, perspektif jangka panjang, mempertimbangkan keberagaman dan distribusi keadilan sosial ekonomi yang lebih baik. Research Triangle Institute 1996 dalam Ahmad 2002 merekomendasikan untuk menciptakan kota yang berkelanjutan diperlukan lima prinsip dasar yang dikenal dengan “Lima E” yaitu economy ekonomi, ecology lingkungan, engagement keterlibatan, energy sumber daya, equity kesetaraan. Kota yang berkelanjutan secara fisik adalah sebuah kota dimana permukiman, fasilitas umum sosial,prasarana dan tempat usaha yang ada, dapat secara terus menerus mendukung keberlanjutan penduduk kota tersebut Suganda 2007. Di Indonesia, konsep kota berkelanjutan diimplementasikan pada Program Pengembangan Kota Hijau P2KH. Menurut Ernawi 2011 tujuan P2KH adalah meningkatkan kualitas ruang terbuka kota yang berkelanjutan dan menciptakan kota yang responsif terhadap perubahan iklim. Kementerian Lingkungan Hidup 2008 dan Ernawi 2012 mendefinsikan green cities kota hijau atau kota ramah lingkungan adalah kota yang sehat secara ekologis, memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber daya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan dan menyinergikan lingkungan alami dan buatan berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi. Berdasarkan tinjauan pustaka diketahui bahwa banyak definisi dan konsep yang berkembang tentang kota berkelanjutan maupun kota hijau dari berbagai perspektif, dan antara kota hijau dan kota berkelanjutan seringkali dipertukarkan. Pada dasarnya hampir semua konsep tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia.

2.2.2 Indikator Kota Berkelanjutan

Indikator kota berkelanjutan sudah banyak dikembangkan di negara maju maupun negara berkembang. Studi yang dilakukan Mori dan Christodoulou 2012 terhadap berbagai indikator kota berkelanjutan di dunia menemukan bahwa ada indikator kota berkelanjutan yang belum memperhatikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan dan ada yang sudah memperhatikan tiga pilar tersebut. Indikator kota berkelanjutan yang sudah memperhatikan 3 pilar