24 indikator penting
masyarakat 28
Indikator dlm Dokumen
Rencana 26
Indikator kunci
stakeholder
dalam pembangunan infrastruktur, maka perencanaan infrastruktur harus juga memperhatikan perencanaan spatial atau ruang sebagaimana yang tertuang dalam
RTRW. Bentuk rencana pembangunan yang memadukan antara rencana sektoral dan rencana spatial ini sudah dimulai oleh Kementerian Pekerjaan umum dengan
program Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah RPI2JM. Jadi RPI2JM adalah suatu bentuk program yang mendukung pembangunan
infrastruktur berkelanjutan.
6.4.3 Indikator prioritas dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan
Kota Bandarlampung
Rangkaian proses untuk memperoleh indikator prioritas pembangunan infrastruktur berkelanjutan diawali dari 50 indikator hasil tinjauan pustaka,
kemudian dibawa ke FGD, sehingga diperoleh 47 indikator. Indikator tersebut digunakan untuk penilaian dari berbagai sumber yang meliputi: stakeholders,
masyarakat dan dokumen perencanaan. Hasil gabungan dari ketiga sumber tersebut diperoleh 27 indikator berpengaruh, selanjutnya indikator gabungan ini
dibawa ke FGD pakar, sehingga diperoleh 20 indikator terpilih untuk dianalisis dalam ANP. Hasil analisis dengan ANP diperoleh 8 indikator prioritas, tahapan
ini dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24 Tahapan analisis indikator prioritas pembangunan infrastruktur berkelanjutan
Indikator paling berpengaruh atau indikator prioritas hasil analisis ANP untuk ke 5 kriteria yang di analisis adalah: pertumbuhan ekonomi lokal,
perencanaan infrastruktur, anggaran infrastruktur, ketersediaan sistem air bersih, partisipasi masyarakat, perilaku masyarakat, kualitas udara dan penggunaan lahan
8 3
5 11
FGD
20 indikator terpilih
ANP
8 indikator prioritas 27 indikator berpengaruh
hasil irisan dari 3 sumber : stakeholder
, dokumen rencana dan masyarakat
50 indikator kajian pustaka 47 indikator hasil FGD
terbangun. Indikator paling berpengaruh tersebut akan menjadi arahan kebijakan yang diprioritaskan dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan kota di
bawah ini.
Pertama: ketersediaan infrastruktur berpengaruh pada pengembangan ekonomi lokal yang merupakan ekonomi penggerak sebagian besar masyarakat
kota. Ekonomi lokal kota berkaitan dengan ekonomi mikro dan ekonomi makro. Dalam konteks ekonomi makro dan mikro, ketersediaan jasa pelayanan
infrastruktur berpengaruh terhadap biaya produksi Abdul 2009. Kebutuhan akan infrastruktur kota yang mudah di akses, nyaman dan murah sangatlah berpengaruh
dalam pengembangan ekonomi mikro, karena umumnya pelaku ekonomi mikro adalah kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Oleh sebab itu
pembangunan infrastuktur kota hendaklah memperhatikan kebutuhan infrastruktur ekonomi mikro seperti: pemberian ruang bagi UMKM atau PKL di pusat-pusat
kegiatan kota. Dalam konteks pembangunan infrastruktur berkelanjutan, maka ruang-ruang tersebut perlu dilengkapi dengan berbagai prasarana infrastruktur,
mulai dari akses transportasi, ketersediaan air bersih, pengelolaan sampah, bahkan ruang terbuka kota.
Kedua: perencanaan infrastruktur merupakan indikator penting, terutama perencanaan yang terpadu antara pembangunan spasial dan sektoral dengan
mempertimbangkan indikator pembangunan berkelanjutan. Keterpaduan antar sektor bidang infrastruktur khususnya dalam ruang lingkup studi ini yaitu antara
transportasi, sumber daya air air bersih, air hujan dan air kotor, sampah dan RTH. Selain itu, keterpaduan dalam pembiyaan juga sangat dibutuhkan agar
pembangunan infrastruktur terpadu dapat dilaksanakan. Selama ini perencanaan spasial dan sektoral masing-masing menyusun rencana anggaran biaya sendiri,
sedangkan dalam pelaksanaannya Pemerintah Daerah mengacu pada RPJMD. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat saat ini sedang
menyiapkan perencanaan program infrastruktur berbasis penataan ruang untuk mendukung pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan secara terpadu melalui
Rencana Program dan Investasi Infrastruktur Jangka Menengah RPI2JM.
Ketiga: anggaran infrastruktur sangat mempengaruhi ketersediaan infrastruktur berkelanjutan kota, tetapi kenyataannya anggaran yang tersedia
masih terbatas, sehingga dapat mengancam kualitas lingkungan kota. Sebagaimana yang dikatakan Bulkin 1997 bahwa arus urbanisasi yang tinggi
menyebabkan kebutuhan akan investasi di bidang infrastruktur yang besar, jika kebutuhan infrastruktur tidak terpenuhi maka akan memperparah kerusakan
lingkungan. Oleh sebab itu, diperlukan usaha untuk menggali sumber pendanaan lain di luar dana pemerintah, seperti untuk pengolahan sampah dan air limbah.
Privatisasi dan partisipasi swasta dalam pembangunan dan penyelenggaraan infrastruktur merupakan salah satu pilihan, namun masih diperdebatkan untuk
infrastruktur yang menjadi kewajiban pemerintah, seperti: jalan, air bersih dan angkutan umum Dikun 2011. Indikator anggaran infrastruktur juga berkaitan
dengan efisiensi dan efektifitas anggaran. Oleh sebab itu, dalam keterbatasan anggaran tersebut haruslah diperhatikan sasaran untuk infrastruktur yang pro
rakyat, artinya yang penggunaannya menyentuh kebutuhan sebagian besar masyarakat kota.
Keempat: ketersediaan sistem air bersih kota adalah indikator yang sangat penting sebagai ukuran keberlanjutan kota, tetapi kenyataannya tingkat pelayanan
air bersih kota masih sangat rendah dan belum merata. Rendahnya tingkat pelayanan ini berkaitan dengan pengelolaan, efisiensi dan efektifitas pelayanan,
dan kemampuan keuangan penyedia air bersih. Pengelolaan meliputi ketersediaan air baku, produksi air bersih dan distribusi air bersih ke pelanggan. Air baku yang
tersedia masih sangat kurang dibandingkan dengan kebutuhan, sehingga diperlukan adanya usaha untuk meningkatkan ketersediaan air baku. Peningkatan
jumlah air baku dapat dilakukan melalui perbaikan sumber air baku, seperti: pengelolaan kawasan konservasi, menahan air permukaan melalui panen air hujan
rain harvesting dan sebagainya. Peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan mealui optimalisasi pelayanan, pengendalian penggunaan air tanah, perbaikan
perpipaan yang sudah tua, pemantauan kebocoran air serta meningkatkan lama jam operasinal. Tingkat pelayanan sistem air bersih haruslah merata ke seluruh
bagian wilayah kota, tanpa membedakan penduduk kota. Saat ini pelayanan masih terpusat di beberapa bagian wilayah kota, sementara di daerah pinggiran atau
kawasan yang sulit memperoleh air warga kota membayar air bersih lebih mahal.
Kelima: partisipasi masyarakat sangat berpengaruh untuk penyediaan infrastruktur berkelanjutan. Saat ini masyarakat sudah berpartisipasi dalam
membuat sumur atau lobang resapan, penyediaan pengolahan air limbah rumah tangga septic tank, pengelolaan sampah melalui bank sampah dan pembuatan
kompos. Masyarakat dapat berpartisipasi lebih luas, misalnya dalam pemeliharaan RTH skala kawasan perumahan dan penyediaan RTH privat. Oleh sebab itu,
dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan, masyarakat perlu dilibatkan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pembangunan, pengendalian
danevaluasi. Partisipasi ini adalah dalam rangka membangun konsensus antara pemerintah dan penduduk kota melalui dialog serta transparansi informasi. Proses
ini akan membangun rasa memiliki warga kotanya, sehingga meningkatkan partisipasi dalam penyediaan infrastruktur.
Keenam: perilaku masyarakat berperan penting dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan, karena masyarakat adalah kelompok sasaran utama
penyediaan infrastruktur. Perilaku di sini berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap ketersediaan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur berkelanjutan kota
haruslah mempertimbangkan perilaku budaya masyarakat setempat seperti: pola pergerakan masyarakat dalam menggunakan transportasi, pola membuang air
limbah dan sampah, pola pemanfaatan RTH dan sebagainya. Perilaku erat kaitannya dengan partisipasi. Perilaku terhadap infrastruktur dipengaruhi banyak
hal, diantaranya kondisi sosial, ekonomi, budaya, penegakan hukum dan sebagainya Azwar 2005.
Ketujuh: kualitas udara adalah indikator yang penting dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan, karenaberkaitan dengan dampak transportasi,
pengelolaan sampah yang tidak baik, dan kurangnya ruang terbuka hijau. Peningkatan kualitas udara dapat dilakukan melalui peningkatan penggunaan
angkutan umum, uji emisi secara berkala, pembatasan usia kendaraan, BBM ramah lingkungan, dan pengelolaan sampah tanpa membakar.
Kedelapan: indikator penggunaan lahan terbangun dan pembangunan infrastruktur berkelanjutan seperti ayam dan telur. Pembangunan infrastruktur
mengikuti lokasi kawasan terbangun dan sebaliknya kawasan cepat tumbuh atau terbangun, karena adanya infrastruktur. Dalam kaitannya dengan kawasan
terbangun, agar pengembangan infrastruktur kota dapat berkelanjutan, maka hendaklah mengikuti Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota. Dalam RTRW
sudah ditetapkan penyediaan RTH minimal 30 , untuk minimalisasi kerusakan kawasan lindung dan efisiensi penggunaan ruang dengan pembangunan vertikal.
Pembangunan tata ruang kota yang kompak compact city akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembangunan infrastruktur.
6.5 Simpulan
1. Dari hasil survei primer kepada masyarakat untuk skala Kota Bandarlampung diperoleh 24 indikator berpengaruh menurut tingkat kepentingan untuk ke 5
kriteria. Indikator berpengaruh untuk kriteria lingkungan berturut-turut adalah: tingkat kemacetan, kualitas air, ketersediaan sumber air baku, dan penggunaan
lahan terbangun. Indikator berpengaruh untuk kriteria sosial adalah: tingkat perkembangan IPM, tingkat keamanan dan ketertiban, tingkat pengangguran,
sistem pengelolaan sampah oleh masyarakat, dan perilaku masyarakat terhadap infrastruktur pembuatan bidang resapan oleh masyarakat. Untuk
kriteria ekonomi yaitu: tingkat upah minimum kota UMK, pekembangan ekonomi lokal, pertumbuhan APBD,dan pertumbuhan ekonomi PDRB.
Indikator berpengaruh untuk kriteria teknologi adalah ketersedian angkutan umum, ketersediaan air bersih, sistem pengelolaan sampah, sistem drainase
kota, ketersediaan sistem ruang terbuka hijau RTH dan ketersediaan sistem air limbah. Indikator berpengaruh untuk kriteria tata kelola pemerintahan
yaitu: kepemimpinan yang visioner, penegakan hukum, perencanaan infrastruktur dan anggaran infrastruktur.
2. Harapan masyarakat terhadap kondisi infrastruktur kota saat ini, untuk kriteria lingkungan adalah pengendalian penggunaan lahan terbangun untuk menjaga
ketersediaan air baku, dan pengendalian pencemaran udara melalui pengurangan kemacetan dalam kota. Untuk kriteria sosial adalah peningkatan
indeks pengembangan manusia, melalui peningkatan pelayanan kesehatan, pendidikan dan penyediaan lapangan kerja untuk menurunkan tingkat
pengangguan. Disamping itu perlu pengendalian keamanan dan ketertiban, peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur. Untuk
kriteria ekonomi, masyarakat menginginkan peningkatan ekonomi lokal, peningkatan UMK dan peningkatan alokasi APBD yang pro rakyat.
Pertumbuhan PDRB juga diharapkan dapat berpengaruh pada perkembangan ekonomi lokal. Untuk kriteria teknologi, masyarakat berharap peningkatan
pelayanan air bersih, pengelolaan sampah, jaringan drainase, pengelolaan air limbah, ketersediaan ruang terbuka hijau, dan ketersediaan angkutan umum.
Untuk kriteria tata kelola pemerintahan, masyarakat berharap adanya pemimpin yang visioner, sehingga dapat membuat perencanaan infrastruktur
yang baik, penggunaan anggaran yang pro rakyat, dan penegakan hukum yang adil.
3. Perencanaan program pembangunan infrastruktur pada rencana jangka panjang RTRW dan RIS dan rencana jangka menengah RPJMD dan
RPIJM secara umum sudah mempertimbangkan kriteria pembangunan berkelanjutan. Indikator kriteria sosial, ekonomi dan tata kelola masih bersifat
umum untuk semua jenis infrastruktur, sedangkan untuk kriteria lingkungan dan teknologi sudah lebih spesifik atau khusus untuk setiap jenis infrastruktur
walaupun belum lengkap.
4. Dokumen rencana yang sudah mencantumkan tolok ukur untuk hasil rencana adalah: RPJMD dalam bentuk indikator kinerja, Rencana Induk Sektoral
Masterplan Air Limbah dalam bentuk saran untuk indikator kinerja tetapi belum dirinci secara terukur dan RPIJM dalam bentuk indikator kinerja
perkawasan. Dalam kerangka pembangunan infrastruktur berkelanjutan, RPJMD adalah rencana yang mencantumkan indikator cukup lengkap dan
terukur, walaupun belum semua bersifat kuantitatif.
5. Indikator pembangunan infrastruktur berkelanjutan yang ada dalam RPJMD adalah sebanyak 28 atau baru 60 . Indikator tersebut terdiri dari: kriteria
lingkungan 6 indikator 67 yaitu: berkurangnya laju kerusakan gunung dan bukit; tertatanya kawasan kumuh perkotaan; pengendalian laju kawasan
terbangun, berkurangnya polusi udara; terjaganya daerah resapan air dan sumber-sumber air, dan berkurang titik kemacetan. Kriteria sosial yang
meliputi 5 indikator 50 yaitu: meningkatnya angka IPM; berkurang jumlah masyarakat miskin; terjaga stabilitas, kerukunan dan ketertiban
masyarakat; pengolahan sampah dan tingkat pengangguran kota. Kriteria ekonomi terdiri dari 5 indikator 56 yaitu: pertumbuhan ekonomi,
pertumbuhan PAD, pertumbuhan investasi, pertumbuhan ekonomi lokal laju UMKM, tingkat UMK sesuai KHL. Kriteria teknologi 7 indikator 78
yaitu: meningkanya jumlah jalan kota dan lingkungan; tertata kawasan bantaran sungai RTH; berkurangnya sedimentasi sungai dan drainase;
meningkat pelayanan air bersih; tersedia instalasi saluran limbah; tersedia fasilitas lalu lintas dan angkutan massal. Kriteria tata kelola pemerintahan
yang meliputi 5 indikator 50 yaitu: meningkatnya jumlah Perda yang disyahkan, peningkatan kapasitas PNS melalui disiplin dan pendidikan;
tersedianya media pengaduan masyarakat; tersedia informasi perencanaan, terlaksana perencanaan sesuai ketentuan
6. Kebijakan infrastruktur masih cenderung sektoral, padahal ada keterkaitan atau saling mempengaruhi, baik antar berbagai jenis infrastruktur maupun
sektor infrastruktur dengan aspek lain yaitu: ekonomi, sosial, lingkungan dan tata kelola pemerintahan. Agar keterkaitan antar indikator yang ada dalam
setiap kriteria pembangunan infrastruktur berkelanjutan dapat diaplikasikan, maka perencanaan dan pembangunan infrastruktur harus juga memperhatikan
perencanaan spatial atau ruang sebagaimana yang tertuang dalam RTRW. Bentuk kebijakan terpadu antara rencana sektoral, rencana spasial dan
anggaran seperti ini sudah mulai dirintis oleh Kementerian Pekerjaan Umum dalam Rencana dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah
RPI2JM.
7. Ada 8 indikator yang paling berpengaruh dan dijadikan prioritas kebijakan dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan kota yaitu: pertumbuhan
ekonomi lokal, perencanaan infrastruktur, anggaran infrastruktur, ketersediaan sistem air bersih, partisipasi masyarakat, perilaku budaya masyarakat,
kualitas udara dan penggunaan lahan terbangun.