67
mengering, tetapi pada musim hujan debit air akan bertambah semakin cepat, sedangkan daya tampung sungai semakin terbatas akibat terjadinya penyempitan
daerah aliran sungai yang merupakan efek dari kegiatan pembangunan yang tidak memperhatikan garis sempadan sungai serta pencemaran lingkungan sungai.
Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam penanganan drainase antara lain menurunnya perhatian pengelolaan pembangunan bidang drainase
khususnya mengenai masalah operasi dan pemeliharaan, pola pikir dan kesadaran masyarakat yang rendah akan lingkungan hidup yang bersih dan sehat, dan
lemahnya institusi pengelola prasarana dan sarana drainase dan ketidakmampuan untuk menyusun program yang dibutuhkan.
Pada saat ini banyak terjadi masalah genangan air yang umumnya disebabkan antara lain karena prioritas penanganan drainase kurang mendapat
perhatian, kurangnya kesadaran bahwa pemecahan masalah genangan harus melihat pada sistem jaringan saluran secara keseluruhan yang mengakibatkan
hambatan back-water dan beban saluran dari hulunya, tidak menyadari bahwa sistem drainase kawasan harus terpadu dengan sistem badan air regional system
flood control, kurang menyadari bahwa pemeliharaan pembersihan dan perbaikan saluran merupakan pekerjaan rutin yang sangat penting untuk
menurunkan resiko genangan, belum optimalnya koordinasi antara pihak terkait agar sistem pengaliran air hujan dapat berjalan dengan baik Review Masterplan
Drainase Kota Bandarlampung 2011, seperti tertera pada Tabel 29.
Tabel 29 Permasalahan drainase Kota Bandarlampung berdasarkan wilayah
Wilayah Kota Permasalahan
Wilayah Teluk Betung pesisir
sebagai daerah hilir darisungai-sungai yang bermuara ke Teluk Lampung maka masalah yang sering timbul adalah banjir yang hampir setiap tahun terjadi, hal ini disebabkan
oleh dangkalnya saluran drainase oleh sedimentasi dan penumpukan sampah pada sebagian besar badan saluran drainase yang ada. Kemiringan saluran yang terlalu landai
dan pembuangan limbah rumah tangga langsung pada badan saluran, serta merupakan daerah permukiman yang padat penduduk, serhingga peningkatan dan perbaikan sistem
drainase merupakan hal yang sulit diwujudkan.
Wilayah Tanjung Karang pusat
kotaperdagangan dan jasa
sebagai pusat kota dan pusat kegiatan masyarakat kondisisaluran drainase merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, tetapi masalah yang timbul pada wilayah ini
adalah ketidakteraturan kemiringan saluran pada beberapas ruas saluran, sehingga pada sebagian badan saluran terjadi kerusakan, baik dasar saluran maupun dinding saluran
yang tergerus oleh aliran banjir yang terjadi. Penumpukan sampah, sedimen dan pembuangan limbah pada saluran merupakan pemandangan yang tidak bisa dielakan,
kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan.
Wilayah Panjang pesisir dan
konservasi sebagai daerah hilir daerah Panjang merupakan daerah yang landai sehingga sebagian
besar saluran yang ada telah terisi oleh sampah, limbah rumah tangga dan penumpukan sedimen, hal ini bisa dilihat pada jalan Yos Sudarso. Pendangkalan saluran serta
kerusakansaluran yagn ambruk dapat juga ditemui pada ruas jalan di Panjang. Kapasitas tampung saluran yang sudah mengalami penurunan dan beberapa pembelokan yang
dipaksakan menyebabkan laju aliran air alami menjadi terhambat dan akibatnya air meluap di Jalan Yos Sudaraso.
Wilayah Kedaton pendidikan
beberapa saluran pada ruas Kedaton bisa dikatakan relatif baik, hanya penumpukan sedimen dan saluran yang tidak terawat dengan baik menjadi perhatian serius, aliran
yang terhambat di sebabkan oleh penumpukan sampah, sedikit penggerusan oleh aliran dan ada beberapa ruas yang belum ada saluran drainase secara permanen, seperti di Jalan
Untung Suropati dan peningkatan saluran perlu dilakukan juga.
Sumber: RPIJM Bidang PUCipta Karya Kota Bandarlampung 2009-2013.
4.4.3 Jaringan Air Bersih
Kondisi pelayanan penyediaan air minum Kota Bandarlampung saat ini masih sangat memprihatinkan, pada tahun 2011 tercatat tingkat pelayanan air
minum di Bandarlampung hanya 26,25 . Padahal target nasional tahun 2014 untuk pelayanan air minum adalah 68,87 . Cakupan pelayanan PDAM belum
mampu menjangkau seluruh wilayah Kota Bandarlampung dan tingkat pelayanan masih kurang dari angka pelayanan minimal yaitu 80. Tingkat kebocoran air
minum di Kota Bandarlampung 65 sangat tinggi, angka ini jauh diatas angka ideal untuk kota hijau yaitu rata-rata 20 PDAM 2012.Jumlah pelanggan
meningkat dari tahun ke tahun, tetapi penggunaan air menurun. Berdasarkan Tabel 28, diketahui bahwa pertumbuhan pelanggan PDAM Way Rilau antara
tahun 2006
– 2011 relatif kecil, hanya tumbuh 2.136 SR dalam 5 tahun terakhir. Seiring meningkatnya jumlah pelanggan, maka nilai air terjual juga meningkat,
seperti tertera pada Tabel 30.
Tabel 30 Penduduk yang dilayani PDAM tahun 2007-2011
Uraian 2007
2008 2009
2010 2011
Penduduk administrasi 812 133
822 880 833 517
881 801 895 822
Penduduk yang dilayani PDAM 182 100
183 300 184 045
220 794 235 132
Ratio Penduduk yang dilayani 22.42
22.28 22.08
25.04 26.25
Sumber: BPS Kota Bandarlampung 2012
Nilai air terjual di PDAM Way Rilau pada tahun 2007 adalah Rp 19 577 696 550,- jumlah ini meningkat menjadi Rp 29 105 834 070,- pada tahun 2011.
Jumlah terbesar berasal dari pembayaran pelanggan rumah tangga. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 31.
Pengembangan pelayanan SPAM sistem pengelolaan air minum masih terkendala persoalan menyangkut persediaan air baku. Akibatnya terjadi
penurunan volume pemakaian air bersih yang menggunakan jasa PDAM Way Rilau. Distribusi air minum yang tidak merata menyebabkan masyarakat lebih
memilih membuat sumur bor sendiri, sehingga jumlah konsumen yang menggunakan sumber air tanah diluar PDAM semakin meningkat. Bila tidak
diimbangi dengan pengisian kembali, maka daerah yang kekurangan air pada musim kemarau meluas.
Tabel 31 Konsumen dan nilai air terjual di PDAM Way Rilau 2007- 2011
Tahun Konsumen Akhir
Tahun SR Pemakaian Air 1
Tahun m3 Nilai Air Terjual Rp
2007 34 003
7 327 065
19 577 696 550
2008 33 402
6 285 618
26 855 431 850
2009 33 256
7 975 928
27 494 662 900
2010 33 107
8 368 535
26 559 850 400
2011 32 867
9 014 168
29 105 834 070
Sumber: BPS Kota Bandarlampung 2012
69
Selain air bersih dari PDAM dan sumur bor, masyarakat di Kota Bandarlampung mengkosumsi air dari sumur gali atau sumur dangkal. Air
tersebut merupakan air tanah dangkal yang dapat digali dengan kedalaman kurang dari 30 meter. Jumlah pengguna sumur bor yang meningkat mengakibatkan sumur
gali air tanah dangkal lebih cepat mengering pada musim kemarau. Air yang berada dipermukaan akan terinfiltrasi ke dalam tanah. Beberapa tempat yang
mengalami kesulitan air bersih pada musim kemarau diantaranya daerah Sukarame, Sukabumi, Way Halim dan Kedaton.
Menurunnya daya dukung lingkungan menyebabkan kualitas air menurun, polusi udara dan polusi tanah membawa dampak pula bagi pencemaran air.
Pencemaran air secara eksisting menurut laporan Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup BPPLH Kota Bandarlampung pada tahun 2009
cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya pembangunan dan jumlah penduduk di wilayah Kota Bandarlampung serta meningkatnya kegiatan
pembangunan di daerah hulu. Sumber pencemaran air permukaan berasal dari kegiatan domestik rumah tangga, industri, pasar, rumah sakit, dan lainnya.
Kualitas air sungai di Bandarlampung sebagian besar telah mengalami penurunan. Kualitas air sungai Kota Bandarlampung digolongkan menjadi kelas III dan IV.
Hal ini menjadi salah satu isu strategis dalam pembangunan Kota Bandarlampung pada tahun- tahun mendatang.
4.4.4. Jaringan Air Limbah
Berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum dalam RPIJM Kota Bandarlampung 2005 tergambarkan bahwa tidak kurang dari 92.71 rumah
tangga memiliki kakus sendiri, 5.07 memanfaatkan kakus umum, dan 2.22 selebihnya masih memanfaatkan lahan di sekitarnya atau selokanparit serta
sungai karena belum memiliki kakus, dan berdasarkan pengamatan lapangan kondisi paling buruk terdapat pada alur sungai Way Galih dan Way Lunik. Pada
umumnya air limbah dari kamar mandi dan dapur dialirkan secara terpisah dari buangan manusia. Berdasarkan hasil analisa dalam RTRW Kota Bandarlampung
2011 diperkirakan volume air limbah di Kota Bandarlampung pada tahun 2030 akan mencapai 259 800 060 literhari atau sekitar 80 dari kebutuhan air bersih
penduduk Kota Bandarlampung Lihat Tabel 32.
Tabel 32 Perkiraan kebutuhan sarana pengolahan air limbah
No. Air Limbah
Standar Satuan
2010 2020
2030
1 Debit Air
Limbah 80 keb.
Air bersih lthari
122 447 419 171 389 840
259 800 060 2
Pengendapan lumpurtinja
0.2 ltorghari
175 930 246 250
373 276 3
Truk Tinja 10 000
KK 88
123 187
4 Modul IPLT
100 000 Unitjiwa=
2 haunit 9
12 19
Sumber: RTRW Kota Bandarlampung 2011
Sampai saat ini Kota Bandarlampung belum memiliki sistem jaringan air limbah untuk menampung dan menyalurkan limbah perkotaan, pengelolaan
limbah permukiman dilakukan dengan system on site. Makin meningkatnya
volume air limbah yang dihasilkan dari aktivitas penduduk sampai saat ini belum dibarengi dengan peraturan sebagai bentuk pengendalian dan pengawasan
mengingat Pemerintah Kota Bandarlampung belum memiliki peraturan dan belum melaksanakan pengawasan terhadap dimensi atau standar ukuran septictank dan
sistem rembesan setempat. Kondisi tersebut berimplikasi pada penurunan kualitas air permukaan dikarenakan alur sungai alami masih menjadi tempat pembuangan
effluent dari septictank serta limbah rumah tangga. Tabel 31 menunjukkan, bahwa untuk mengantisipasi peningkatan volume air limbah sampai 20 tahun mendatang
Pemerintah Kota Bandarlampung harus dapat menyediakan sekurang-kurangnya 19 unit Instalasi Pengelolaan Air Limbah Terpadu IPLT.
4.4.5 Pengelolaan Sampah
Secara eksisting jumlah timbunan sampah rumah tangga yang dihasilkan penduduk Kota Bandarlampung berjumlah 2 468 640 literhari atau 2469 m3hari,
sedangkan kemampuan jumlah sampah yang mampu diangkut oleh Pemerintah Kota Bandarlampung baru lebih kurang 600 m3hari, dengan demikian pelayanan
persampahan di Kota Bandarlampung sampai saat ini belum memadai. Sedangkan sampah yang sudah dapat diolah kurang dari 20 Masterplan Pengelolaan
Sampah Terpadu 2012. Angka ideal untuk green city adalah dengan tingkat pengolahan sebesar 80 Tabel 33 dan Tabel 34.
Tabel 33 Total Volume sampah Kota Bandarlampung Tahun 2007-2011
No. Uraian
2007 2008
2009 2010
2011
1 Jumlah Penduduk
jiwa 812 133
822 880 833 517
881 801 891 374
2 Timbunan
sampah m3hr 2 030
2 057 2 067
2 169 2 469
3 Jumlah sampah
terangkut m3hr -
- -
- 609
Sumber : Masterplan Pengelolaan Sampah Terpadu, ACCCRN 2012
Tabel 34 Tingkat pelayanan persampahan Kota Bandarlampung
No Jenis
2007 2009
2011
1 Gerobak 1 m
3
397 410
397 2
Motor sampah 223
3 Kontainer 1 m
3
30 40
30 4
Transfer Depo 25 m
2
- -
- 5
Truk sampah 6 m
3
64 84
64 6
Arm Roll Truck 8 m
3
- -
- 7
TPS 81
86 81
8 TPA
1 1
1 9
Timbunan Sampah l 2 842 466
2 917 310 3 082 562
Sumber : Masterplan Pengelolaan Sampah Terpadu, ACCCRN 2012 Kepmen Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534KPTSM2001
71
Kota Bandarlampung sudah memiliki TPA Tempat Pembuangan Akhir skala kota yang berada di Kelurahan Bakung, meskipun demikian sirkulasi
pembuangan sampah masih belum maksimal hal itu terlihat dari banyak ditemukanya tumpukan sampah terutama disekitar permukiman penduduk
maupun pasar, sehingga dapat dikatakan sistem pengelolaan sampah untuk tingkat lingkungan permukiman dan pusat kegiatan lainnya belum dapat dikembangkan
dan terstruktur dengan baik Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandarlampung 2012.
Total Anggaran Pendapatan Belanja Kota Bandarlampung pada Tahun Anggaran 2011 sebesar Rp. 1 185 983 388 895.51 dan Rp 420 987 942 921.84 di
antaranya adalah belanja tidak langsung. Sedangkan biaya pengelolaan kebersihan di Kota Bandarlampung pada tahun 2011 sebesar Rp. 30 498 257 400.
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka alokasi anggaran pengelolaan persampahan di Kota Bandarlampung pada tahun anggaran 2011 adalah sebesar
7.24. Berdasarkan Standar Kementerian Pekerjaan Umum, anggaran biaya pengelolaan sampah harus mendapat prioritas setara dengan pengelolaan
pelayanan publik lainnya berkisar 10 dari APBD terdiri dari 5 - 7 untuk operasional dan 2 -3 untuk investasi. Sedangkan berdasarkan standar MDGs
anggaran biaya pengelolaan sampah adalah sebesar 20. Hal ini berarti biaya pengelolaan sampah di Kota Bandarlampung masih jauh dibawah standar yang
dikeluarkan oleh Kementerian PU maupun komitmen MDGs Tahun 2015
4.4.6 Ruang Terbuka Hijau
Secara keseluruhan Ruang terbuka Hijau RTH yang dapat teridentifikasi berjumlah kurang lebih 2779.50 hektar atau sekitar 14 dari luas kota
Bandarlampung yang terdiri dari RTH publik seluas kurang lebih 2489.80 hektar 12.62 dan 289.70 hektar 1.47 RTH privat Masterplan RTH 2012. Luas
dan sebaran RTH publik untuk berbagai jenis RTH dapat dilhat pada Tabel 35. RTH publik di Kota Bandarlampung terdiri dari lapangan olah raga, pemakaman,
taman kota, bukitgunung, RTH sempadan, dan kawasan hutansuaka alam. RTH privat diantaranya terdiri dari taman perumahan, taman perkantoran, taman
wisata, lapangan golf. Jika dilihat berdasarkan jenis tutupan lahan eksisting, Kota Bandarlampung masih memiliki kawasan hijau yang relatif luas lahan non
terbangun yaitu sekitar 51 dari luas kota, namun demikian kawasan non terbangun tersebut tidak dapat dimasukan dalam luasan eksisting RTH kota
karena belum dapat diidentifikasi kepemilikannya privat atau publik.
Jenis RTH publik yang banyak terdapat di Kota Bandarlampung saat ini adalah berupa kawasan bukitgunung dengan luas sekitar 1664.16 hektar atau
sekitar 67 dari total luas RTH publik secara keseluruhan. Selain kawasan bukit dan gunung, kawasan hutan dan sempadan juga memberikan kontribusi yang
relatif besar terhadap luas RTH publik kota. Hasil identifikasi tersebut juga menunjukan bahwa luas taman-taman kota di Kota Bandarlampung masih sangat
sedikit. Hal tersebut juga menunjukan bahwa penduduk kota masih sulit untuk menemukan taman-taman kota yang representatif, bukan hanya memiliki fungsi
ekologis tetapi juga fungsi sosial sebagai tempat bersosialisasi masyarakat.