12
mempunyai misi untuk membangun kota-kota yang ekologis dan seimbang dengan alam.
Kota berkelanjutan adalah suatu kawasan perkotaan yang mampu berkompetisi secara sukses dalam pertarungan ekonomi global dan mampu pula
mempertahankan vitalitas budaya serta keserasian lingkungan Budihardjo dan Sujarto 2005. Dalam perencanaan kota berkelanjutan, ada tiga hal utama yang
menjadi prioritas yaitu: 1 kebijakan hendaknya berjangka panjang, visioner, adaptif terhadap perubahan dan secara holistik mendekati kompleksitas masalah;
2 kebijakan dikaji dengan mempertimbangkan aspek sosial budaya, ekonomi dan lingkungan; 3 kebijakan memperluas partisipasi dan keterlibatan masyarakat
Ahmad 2002. Selain itu, menurut Budimanta 2005 kota berkelanjutan seperti Singapura, Tokyo dan Bangkok dibangun dengan cara berfikir yang integratif,
perspektif jangka panjang, mempertimbangkan keberagaman dan distribusi keadilan sosial ekonomi yang lebih baik. Research Triangle Institute 1996
dalam Ahmad 2002 merekomendasikan untuk menciptakan kota yang
berkelanjutan diperlukan lima prinsip dasar yang dikenal dengan “Lima E” yaitu economy ekonomi, ecology lingkungan, engagement keterlibatan, energy
sumber daya, equity kesetaraan.
Kota yang berkelanjutan secara fisik adalah sebuah kota dimana permukiman, fasilitas umum sosial,prasarana dan tempat usaha yang ada, dapat
secara terus menerus mendukung keberlanjutan penduduk kota tersebut Suganda 2007.
Di Indonesia, konsep kota berkelanjutan diimplementasikan pada Program Pengembangan Kota Hijau P2KH. Menurut Ernawi 2011 tujuan P2KH adalah
meningkatkan kualitas ruang terbuka kota yang berkelanjutan dan menciptakan kota yang responsif terhadap perubahan iklim. Kementerian Lingkungan Hidup
2008 dan Ernawi 2012 mendefinsikan green cities kota hijau atau kota ramah lingkungan adalah kota yang sehat secara ekologis, memanfaatkan secara efektif
dan efisien sumber daya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan dan menyinergikan
lingkungan alami dan buatan berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan lingkungan, sosial dan
ekonomi.
Berdasarkan tinjauan pustaka diketahui bahwa banyak definisi dan konsep yang berkembang tentang kota berkelanjutan maupun kota hijau dari berbagai
perspektif, dan antara kota hijau dan kota berkelanjutan seringkali dipertukarkan. Pada dasarnya hampir semua konsep tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu
untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia.
2.2.2 Indikator Kota Berkelanjutan
Indikator kota berkelanjutan sudah banyak dikembangkan di negara maju maupun negara berkembang. Studi yang dilakukan Mori dan Christodoulou
2012 terhadap berbagai indikator kota berkelanjutan di dunia menemukan bahwa ada indikator kota berkelanjutan yang belum memperhatikan tiga pilar
pembangunan berkelanjutan dan ada yang sudah memperhatikan tiga pilar tersebut. Indikator kota berkelanjutan yang sudah memperhatikan 3 pilar
13
pembangunan berkelanjutan
adalah: Dashboard
of Sustainable DS,
Environmental Sustainable Index ESI, Welfare Index WI, Indeks of Sustainable Economic Welfare ISEW, dan Genuine Progress Indicators GPI.
Indikator kota berkelanjutan yang ditetapkan oleh Asian Green City Index meliputi 8 aspek yaitu: 1 Energi dan CO2; 2 Penggunaan lahan dan bangunan
termasuk di dalamnya ruang terbuka hijau; 3 Transportasi; 4 Sampah; 5 Air; 6 Sanitasi; 7 Kualitas udara; 8 Environmental Governance.
Kebijakan kota berkelanjutan yang dikeluarkan berdasarkan German Green City Index meliputi green energy, green building and land use, green
transportation, green waste, green water, air quality, environmental gavernment dan green open space. Kebijakan untuk masing-masing aspek tersebut adalah: 1
Energi dan CO2 yaitu kebijakan penurunan emisi dan kebijakan energi bersih; 2 Penggunaan lahan dan bangunan yaitu kebijakan ecogreen building dan
kebijakan penggunaan lahan; 3 Transportasi yaitu kebijakan transportasi misal atau angkutan umum dan kebijakan penggunaan sepeda dan pejalan kaki; 4
Sampah yaitu kebijakan pengelolaan sampah dan daur ulang sampah; 5 Air yaitu kualitas dan kebijakan keberlanjutan air; 6 Kualitas Udara yaitu kebijakan udara
bersih dan tingkat maksimum NO2 dan SO2; 7 Environmental governance yaitu kebijakan pengelolaan lingkungan dan monitoring; 8 Ruang Terbuka Hijau
RTH yaitu kebijakan RTH public dan private dan kebijakan berbasis ekologi.
Azwar et al. 2013 menyatakan bahwa indikator kota ekologis ecological city terdiri dari 8 komponen utama yaitu: penggunaan lahan, transportasi,
bangunan, ruang terbuka hijau, jaringan infrastruktur, energi, air dan sinar matahari. Indikator kota yang pernah dikembangkan IAP Ikatan Ahli
Perencanaan adalah indikator kota nyaman liveable city yang terdiri dari 9 aspek yaitu: tata ruang, lingkungan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan,
infrastruktur, ekonomi, keamanan dan sosial. Pada akhir tahun 2009 Ikatan Ahli Perencana IAP merilis Most Liveable City Index. Most Liveable City Index
merupakan sebuah indeks tahunan yang menunjukkan tingkat kenyamanan warga kota untuk tinggal, menetap dan beraktivitas di suatu kota yang ditinjau dari
berbagai aspek perkotaan. Indeks ini dihasilkan dengan dengan pendekatan :
”Snapshot, Simple and Actual” yang dilakukan melalui popular survey kepada 1200 warga di 12 Kota Besar di Indonesia. Penelitian dilakukan di 12 kota besar,
yaitu : Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Banjarmasin, Palangkaraya, Pontianak, Menado, Makassar dan Jayapura Muttaqin 2009.
Pada tahun 2009, Departemen Pekerjaan Umum menetapkan 8 atribut kota berkelanjutan melalui Program Pengembangan Kota Hijau P2KH yang
dilaksanakan secara bertahap mulai tahun 2010 sampai tahun 2025. Atribut tersebut adalah green planning and design, green open space, green community,
green waste, green building, green energy, green water,dan green transportation.
Dari berbagai indikator kota berkelanjutan yang dikembangkan di dalam dan luar negeri, maka dapat dirangkum dalam 10 isu utama yaitu: 1. Akses
penduduk pada ruang terbuka hijau atau green open space atau ruang terbuka hijau; 2. Lingkungan sehat yang diukur dari air quality kualitas udara; 3.
Penggunaan sumber daya yang efisien energi, air, limbah, dan sampah atau green energy, green waste,dan green water; 4. Kualitas lingkungan binaan
kawasan terbangunbangunan atau green building; 5. Aksesibilitas transportasi umum, jalur sepeda dan pejalan kaki green transportation; 6. Green economy