Perumusan Masalah Model Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan (Studi Kasus Kota Bandarlampung)

6 setiap hari. Di kawasan pesisir pantai, tingkat intrusi air laut cukup tinggi, sehingga masyarakat kesulitan memperoleh air bersih. Kota Bandarlampung merupakan salah daerah di Indonesia yang sudah menjalankan program P2KH dari Kementerian Pekerjaan Umum. Sebagai suatu program aksi yang atributnya sebagian besar berkaitan dengan infrastruktur, maka dibutuhkan alat ukur yang sama antar sektor atau jenis infrastruktur untuk mengidentifikasi kemampuan kota dalam menjaga keberlanjutan pembangunan infrastrukturnya . Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan praktis di lapangan yang dapat mendukung perlunya penelitian ini dilakukan yaitu: 1. Banyak faktor yang berpengaruh dalam pembangunan infrastruktur perkotaan berkelanjutan yang memerlukan adanya suatu tolok ukur dan sampai saat ini belum ada kriteria dan indikator sebagai tolok ukur pembangunan infrastruktur perkotaan berkelanjutan tersebut. 2. Pembangunan infrastruktur perkotaan belum mempertimbangkan pilar pembangunan berkelanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan secara terpadu, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan dan cenderung tidak berkelanjutan. 3. Kebijakan pembangunan infrastruktur perkotaan cenderung belum terpadu dan tidak akomodatif terhadap berbagai kepentingan pihak terkait. Kebijakan tersebut ada dalam beberapa bentuk rencana pembangunan yang menjadi acuan pembangunan daerah, sehingga tidak mudah untuk koordinasi baik secara vertikal pusat-daerah maupun secara horisontal antar sektor. Pembangunan infrastruktur juga belum melibatkan berbagai kepentingan antara lain masyarakat, pemerintah, swasta, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat. Penelitian terdahulu berkaitan dengan permasalahan praktis di atas, umumnya masih bersifat parsial, belum menyusun indikator untuk berbagai jenis infrastruktur secara terpadu, sehingga model kebijakan pembangunan infrastruktur perkotaan yang dihasilkan masih terbatas pada jenis infrastruktur tertentu. Dari sisi metodologi yang digunakan pada studi terdahulu, juga belum menganalisis kebijakan yang sudah ada saat itu dan belum melakukan proses umpan balik feedback terhadap hasil modeling yang dilakukan. Jadi belum ada desain kebijakan perkotaan yang menyeluruh yang memadukan aspek fungsi sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan serta elemen pembangunan seperti: pendanaan, kelembagaan, wilayah, teknologi dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur perkotaan. Adapun pertanyaan penelitian adalah: 1. Apakah kriteria dan indikator untuk mengukur tingkat keberlanjutan pembangunan infrastruktur kota dan indikator manakah yang paling berpengaruh atau prioritas dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan? 2. Bagaimanakah status keberlanjutan berbagai jenis infrastruktur kota saat ini berdasarkan kriteria dan indikator tersebut ? 3. Bagaimanakah model kebijakan pembangunan infrastruktur agar dapat meningkatkan status keberkelanjutan infrastruktur kota di masa yang akan datang? 7

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah merumuskan kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan umum penelitian, maka tujuan khususnya adalah : 1. Menganalisis status keberlanjutan infrastruktur kota berdasarkan penilaian objektif dan subjektif persepsi dengan menggunakan kriteria dan indikator pembangunan infrastruktur berkelanjutan. 2. Merumuskan indikator prioritas dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan kota. 3. Merancang model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan kota dengan sistem dinamis.

1.4 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan ini adalah: 1. Dalam konteks akademik adalah pentingnya kajian kasus studi tentang infrastruktur kota yang berkelanjutan sebagai salah satu unsur lingkungan binaan yang berpengaruh dalam ekosistem kota berkelanjutan. Jadi hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam mendukung pembangunan kota berkelanjutan, karena infrastruktur adalah unsur penting untuk mendukung pembangunan kota berkelanjutan. 2. Dalam konteks praktis, memberikan pemahaman kepada stakeholder kota khususnya pemerintah kota, bahwa perlunya pembangunan infrastruktur berkelanjutan untuk mendukung pembangunan kota berkelanjutan dan memberikan masukan pada stakeholder kota tentang: a kriteria dan indikator yang berpengaruh dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan kota, dan b model pembangunan infrastruktur berkelanjutan kota.

1.5 Kebaruan

Kebaruan dalam penelitian ini mencakup metodologi dan substansi sebagai berikut: 1. Dalam lingkup metodologi adalah pengembangan metode Rapid Appraisal of Fisheries Rapfish yang digunakan untuk mengukur status keberlanjutan infrastruktur kota dan diberi nama Rapid Appraisal of Infrastructure Rapinfra. 2. Dalam lingkup substansi, secara umum penelitian ini mengembangkan tentang model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dan secara khusus adalah pengembangan: a. Kriteria dan indikator untuk pembangunan infrastruktur berkelanjutan. b. Indikator prioritas untuk pembangunan infrastruktur berkelanjutan. 8

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Komponen infrastruktur pada dasarnya sangat luas dan banyak. Kelompok infrastruktur menurut Grigg 1988 adalah: 1 jalan jalan, jalan raya, jembatan; 2 pelayanan transportasi: transit, pelabuhan, terminal, jaringan rel, stasiun, bandar udara; 3 air: jaringan air bersih, air kotor, semua sistem air, termasuk jalan air; 4 limbah: manajemen limbah padat 5 energi: jaringan gas dan minyak bumi; dan 5 bangunan dan fasilitas olah raga luar. Hudson et al. 1997 mengemukakan bahwa infrastruktur mencakup 7 aspek yaitu: transportasi, air air bersih dan air limbah, pengelolaan sampah, produksi dan distribusi energi, bangunan, fasilitas rekreasi dan komunikasi. Suripin 2004 mengelompokkan infrastruktur perkotaan dalam 7 bagian yang terdiri dari prasarana dan sarana yaitu: 1 air: meliputi air bersih, sanitasi, drainase, dan pengendalian banjir; 2 jalan: meliputi jalan raya, jalan kota, dan jembatan; 3 transportasi: meliputi terminal, jaringan rel dan stasiun kereta api, pelabuhan dan pelabuhan udara; 4 pengelolaan limbah: sistem manajemen air limbah dan sampah; 5 bangunan kota: pasar, sarana olah raga terbuka out door; 6 energi: meliputi produksi dan distribusi listrik dan gas; dan 7 telekomunikasi. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 3781987 tentang Standar Konstruksi Bangunan Indonesia, pada Lampiran 22 mendefinisikan prasarana lingkungan adalah jalan, saluran air minum, saluran air limbah, saluran air hujan, pembuangan sampah dan jaringan listrik. Infrastruktur menurut DPU 2005 meliputi: jalan, permukiman dan perumahan, prasarana air minum, prasarana air limbah, prasarana sampah, prasarana penyehatan, dan prasarana lingkungan lainnya, seperti ruang terbuka hijau RTH. Infrastruktur perkotaan yang diamati dalam penelitian ini dibatasi pada prasarana dasar yang berupa jaringan dan sangat mempengaruhi pembangunan perkotaan yaitu: jaringan transportasi jalan, jaringan air air bersih, air kotor, air hujandrainase, jaringan persampahan dan jaringan ruang terbuka hijau, karena adanya keterbatasan data dan waktu yang tersedia dalam pelaksanaan penelitian ini. Infrastruktur bidang pekerjaan umum sumber daya air, bina marga dan cipta karya mempunyai peran strategis dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, memberi kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi, serta bagi peningkatan kualitas lingkungan hidup KPU 2010. Infrastruktur berkelanjutan yang akan dimaksud dalam studi ini adalah penerapan prinsip keterpaduan pembangunan berbagai jenis infrastruktur perkotaan transportasi, air bersih, air hujan, air limbah, sampah dan ruang terbuka hijau yang mempertimbangkan aspek pembangunan berkelanjutan yaitu lingkungan, sosial, ekonomi, teknologi dan tata kelola pemerintahan. 9 2 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian yang dilakukan berkaitan dengan infrastruktur kota dan keberkelanjutannya. Untuk menyusun suatu kerangka teoritik bagi penelitian ini, maka dilakukan penelusuran kepustakaan terhadap substansi terkait yang meliputi konsep pembangunan berkelanjutan, pembangunan kota berkelanjutan, infrastruktur berkelanjutan, dan sistem perencanaan pembangunan infrastruktur kota. Penelusuran kepustakaan difokuskan pada pada jurnal dan buku dengan kata kunci yang berkaitan dengan penelitian, yaitu: kota berkelanjutan, infrastruktur berkelanjutan, dan indikator kota dan infrastruktur berkelanjutan. Publikasi jurnal dan buku yang dikaji terutama adalah yang dipublikasikan dalam 14 tahun terakhir yaitu antara tahun 1999 – 2013.

2.1 Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Konsep pembangunan berkelanjutan menjadi pusat perhatian dalam pertimbangan kebijakan di seluruh dunia sejak adanya publikasi laporan Bruntland tahun 1987. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan masyarakat masa depan untuk memenuhi kebutuhannya atau dengan mempertimbangkan kebutuhan generasi yang akan datang WCED 1987. Komisi Bruntland memberikan definisi pembangunan berkelanjutan sebagai suatu proses dimana eksploitasi sumber daya, arahan investasi, dan perubahan kelembagaan semuanya serasi dengan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Konsep pembangunan berkelanjutan terus mendapat sambutan yang luas dari para pemerhati pembangunan dan lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan dilihat dalam 3 dimensi yaitu keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi sebagai “a triangular framework” Munasinghe 1993, Serageldin 1996 seperti yang terlihat pada Gambar 1. Gambar 1 Unsur pembangunan berkelanjutan Munasinghe 1993  Penilaian lingkungan  Valuasi lingkungan  Internalisasi  Penanggulangan kemiskinan  Pemerataan  Kelestarian  Kesempatan Kerja  Redistribusi pendapatan  Resolusi Konflik  Nilai-nilai budaya  Partisipasi  Konsultasi 10 Konsep pembangunan berkelanjutan lahir sebagai hasil perdebatan cara pandang antara pendukung pembangunan dan pendukung lingkungan environmentalist. Perbedaan ini mempengaruhi bagaimana manusia melihat gagasan bahwa sumber daya alam itu terbatas dan oleh karenanya harus ada pengaturan penggunaannya. Namun ada titik temu keduanya, konsep pembangunan berkelanjutan kemudian merupakan upaya untuk mengkombinasikan kebutuhan mendesak akan pembangunan dan pentingnya menjaga lingkungan. Pembangunan berkelanjutan memiliki arti yang berkaitan dengan ekonomi dan ekologi sekaligus, dimana pertumbuhan ekonomi ingin ditopang oleh kelestarian fungsi ekologis dari alam sekitar, sehingga ekonomi dapat terus-menerus tumbuh tanpa batas. Pembangunan ekonomi biasanya memiliki tujuan untuk meningkatkan produksi barang dan jasa untuk meningkatkan kesejahteraan, sedangkan ekologi untuk menghasilkan jasa lingkungan. Nijkamp 2001 dalam “Pathways to Urban Sustainability” menuliskan bahwa isu pembangunan berkelanjutan telah menjadi paradigma kebijakan yang dominan sejak akhir abad 20 sampai dengan sekarang. Dengan demikian pengembangan kebijakan yang mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan mempunyai ciri yaitu: 1 visioner menuju ruang dan waktu masa depan jangka menengahjangka panjang yang lebih baik non declining dan pemerataan antar waktu, 2 keterpaduan sistem sosial, ekonomi, ekologi dan sistem politik, 3 membangun partisipasi dan kebersamaan semua stakeholder dalam rencana dan tindakan yang menjamin keberlanjutan.

2.2 Konsep Pembangunan Kota Berkelanjutan

Semenjak Konferensi Tingkat Tinggi KTT Stockholm tahun 1972, diperkuat dengan KTT Rio De Janeiro 1992, City Summit di Istambul 1996 dan terakhir World Summit di Johannesburg 2002, maka disepakati bahwa pembangunan lingkungan perkotaan yang berkelanjutan meliputi aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya. Sitorus 2014 mendukung pendapat tersebut untuk pembangunan wilayah termasuk di dalamnya kota berkelanjutan erat kaitannya dengan rencana pemanfaatan lahan dan dapat diwujudkan melalui keterkaitan pengelolaan yang tepat antara sumber daya alam lingkungan, dengan aspek sosio-ekonomi, dan budaya. 2.2.1 Perkembangan Konsep Kota Berkelanjutan Konsep kota berkelanjutan dipelopori gerakan kota taman Garden City Movement oleh Ebenezer Howard abad ke 19 pada tahun 1898. Konsep ini menekankan keseimbangan antara kawasan hunian, industri dan ruang-ruang terbuka di perkotaan yang dibatasi wilayahnya oleh adanya sabuk hijau green belts. Konsep Howard tampaknya hanya mungkin diaplikasikan pada kota berskala kecil. Kota modern sulit mengadopsi konsep tersebut karena dimensi