tertinggi dikonversi menjadi 100, maka diperoleh nilai terendah menjadi 53.44. Sesuai dengan hasil MDS pada Bab 5 terdahulu, nilai indeks keberlanjutan
infrastruktur Kota Bandarlampung saat ini adalah 38.05 atau kurang berkelanjutan. Jika hasil model dinamik untuk skenario pesimis tanpa intervensi
diasumsikan adalah keadaan saat ini, maka nilai indeks keberlanjutan infrastruktur Kota Bandarlampung sebesar 78.79 adalah kurang berkelanjutan. Tabel 63 juga
menunjukkan, bahwa makin tinggi nilai indeks makin meningkat status keberlanjutan infrastruktur kota.
Tabel 62 Indeks Keberlanjutan Infrastruktur Kota hasil simulasi model
Skenario indeks keberlanjutan infrastruktur kota
pddk ekonomi
air limbah
banjir macet
RTH Tanpa
intervensi 0.761
0.704 0.452
4.092 1.004
3.416 0.405
Pesimis 0.739
0.813 0.593
2.151 0.972
1.898 0.731
Moderat 0.724
0.927 0.977
2.463 0.952
0.517 0.827
Optimis 0.703
1.072 1.295
1.118 0.934
0.331 0.870
Trend negatif
positif positif negatif negatif
negatif positif
Tabel 63 Indeks Keberlanjutan Infrastruktur Kota dengan CPI
indeks keberlanjutan infrastruktur kota
nilai nilai
Skenario pddk
ekonomi air
limbah banjir
macet RTH
indeks total
konversi Tanpa
intervensi 92
100 100
27 93
10 100
78.79 55.46
Pesimis 95
115 131
52 96
17 180
95.77 67.41
Moderat 97
132 216
45 98
64 204
119.05 83.80
Optimis 100
152 287
100 100
100 215
142.08 100.00
Bobot 0.349
0.133 0.136 0.058
0.087 0.152
0.085 Keterangan: Bobot adalah hasil penilaian menggunakan AHP
CPI: Composite Performance Index
7.4 Pembahasan
Perancangan model dinamik pembangunan infrastruktur berkelanjutan kota menggunakan simulasi 20 tahun. Indeks keberlanjutan infrastruktur
perkotaan dalam penelitian ini diperoleh dari penilaian terhadap 3 sub model utama yaitu sosial, ekonomi dan fisik lingkungan dengan simulasi skenario. Dari
sub model sosial indikator yang digunakan adalah penduduk, sedangkan dari sub model ekonomi indikator yang digunakan adalah ekonomi lokal atau UMKM. Sub
model fisik disusun dari indikator transportasi khususnya jalan dan kendaraan sumber daya air air bersih. air baku dan air hujan, limbah cair dan
padatsampah, dan ruang terbuka hijau. Dari hasil simulasi model sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, maka diperoleh nilai indeks keberlanjutan
infrastruktur kota untuk kelompok nilai indeks paling rendah 78.79 dan nilai indeks tertinggi 142.08. Jika nilai terendah diasumsikan setara dengan hasil MDS
terhadap kondisi eksisiting Kota Bandarlampung pada Bab 5, maka kondisi hasil model dinamik tersebut juga kurang berkelanjutan.
Pada skenario tanpa intervensi, pembangunan infrastruktur tetap dilaksanakan seperti saat ini tanpa adanya perubahan kebijakan. Jika kondisi ini
dibiarkan, maka ada kecenderungan kepadatan penduduk meningkat tajam, kebutuhan air bersih tidak terpenuhi, volume limbah tidak terolah meningkat,
jumlah RTH berkurang, tingkat kemacetan dan banjir juga meningkat. Diperkirakan kalau skenario ini dilaksanakan, maka ada kecenderungan
infrastruktur tidak akan berkelanjutan. Skenario pesimis merupakan skenario yang lebih baik dibanding skenario tanpa intervensi, hasil simulasi skenario pesimis
menunjukkan masih ada kemacetan dan banjir, pemenuhan kebutuhan air bersih meningkat, jumlah RTH meningkat, dan volume air limbah tidak terolah
menurun. Jika dilihat nilai indeks keberlanjutannya masih rendah, tetapi sudah mulai ada kecenderungan infrastruktur berkelanjutan.
Simulasi model pengembangan skenario moderat adalah dengan melakukan intervensi terhadap parameter yang berpengaruh, sehingga dapat
meningkatkan status keberlanjutan. Hasil skenario ini adalah tingkat pelayanan kebutuhan air bersih naik, volume limbah terolah menurun, jumlah RTH
meningkat, ekonomi lokal meningkat, tidak ada kemacetan tetapi masih ada sedikit banjir. Pada skenario moderat nilai keberlanjutan memperlihatkan status
yang sudah berkelanjutan. Skenario optimis adalah skenario yang paling mendekati standar pelayanan kebutuhan minimal untuk infrastruktur kota. Pada
skenario ini kota bebas macet dan bajir, ekonomi lokal meningkat, kebutuhan air bersih dan RTH hampir terpenuhi 100 . Jika diperhatikan nilai
keberlanjutannya, maka pada skenario ini status keberlanjutan infrastruktur adalah sangat berkelanjutan. Skenario optimis dapat terlaksana, jika didukung oleh
perencanaan infrastruktur secara terpadu, pendanaan yang cukup, dan sumber daya manusia yang berkualitas.
Dari ke 4 skenario di atas yaitu tanpa intervensi, pesimis, moderat, dan optimis, maka skenario moderat lebih direkomendasikan dibanding skenario
lainnya. Skenario moderat dapat dilaksanakan dengan pertimbangan ketersediaan sumber daya yang ada saat ini seperti: anggaran, sumber daya manusia di
pemerintahan, sumber daya lahan. Dalam upaya untuk peningkatan indeks keberlanjutan infrastruktur kota sesuai skenario moderat, maka perlu adanya
kebijakan yang sesuai dengan perilaku model. Arahan kebijakan untuk pembangunan infrastruktur berkelanjutan kota berdasarkan skenario moderat
adalah sebagaimana yang dijelaskan di bawah ini.
7.4.1 Arahan kebijakan bidang sosial
Arahan kebijakan bidang sosial dalam sub model difokuskan pada pengendalian jumlah penduduk. Wilayah penelitian merupakan kota dengan
tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, oleh sebab itu pengendalian jumlah penduduk di wilayah penelitian sangat dibutuhkan. Tingkat pertumbuhan ekonomi
di wilayah penelitian yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir yaitu antara 6 –
6.9 Tabel 20 menyebabkan pertumbuhan di berbagai bidang, sehingga menarik orang untuk tinggal di Kota Bandarlampung. Pada tahun 2012 penduduk
Kota Bandarlampung sudah mencapai 1 446 160 jiwa BPS 2013 atau kepadatan penduduk 73.4 jiwaha, angka ini akan naik dengan cepat jika tidak dikendalikan.
Pengendalian jumlah penduduk berkaitan dengan tingginya angka in- migrasi adalah melalui, pelaksanaan operasi yustisi, dan penyebaran
pembangunan infrastruktur ke wilayah pinggir kota. Pembangunan infrastruktur di wilayah pinggiran kota adalah untuk menahan laju in-migrasi ke wilayah kota.
Pemerintah Kota Bandarlampung perlu bekerjasama dengan Kabupaten yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Kota Bandarlampung. Kerjasama antar
daerah ini sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah No. 322004. Undang-undang Penataan Ruang No. 262007 dan Undang-Undang
Pengelolaan Lingkungan Hidup no. 342009. Jika infrastruktur di wilayah kota perbatasan, yang merupakan wilayah satelit kota baik, maka masyarakat akan
memilih tinggal di kawasan tersebut. Hal ini juga didukung karena harga lahan dan pajak yang lebih murah dibanding di wilayah kota. Sebagai contoh adalah
penyediaan RTH berupa ruang terbuka publik atau taman aktif di wilayah perbatasan,. Hal ini sangat memungkinkan, karena lahan terbuka masih tersedia
dan harga relatif masih murah. Kawasan RTH di perbatasan juga dapat berfungsi sebagai kawasan penyangga buffer area. Penyediaan angkutan umum
perbatasan yang mudah diakses juga akan dapat membantu masyarakat yang tinggal di pinggiran kota dalam melakukan pergerakan ke pusat kota, sehingga
dapat menahan laju in-migrasi.
7.4.2 Arahan kebijakan bidang ekonomi
Arahan kebijakan untuk bidang ekonomi yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur berkelanjutan adalah pengelolaan ekonomi lokal
khususnya UMKM. Ketersediaan ruang dan fasilitas pendukung bagi usaha kecil. menengah dan mikro UMKM akan mempengaruhi ekonomi lokal yang
berkaitan langsung dengan sebagian besar penduduk kota. Lebih kurang 70 tenaga kerja di Kota Bandarlampung adalah tenaga kerja informal lihat Tabel
16. Sebagian besar dari tenaga informal bekerja di sektor UMKM lihat Tabel 17. Arahan kebijakan untuk pengembangan ekonomi lokal adalah pembangunan
infrastruktur yang mudah diakses oleh kelompok UMKM seperti: menyediakan ruang bagi UMKM di pusat kota yang dilengkapi prasarana dasar yaitu air bersih,
saluran air limbah, sistem pengelolaan sampah, akses transportasi murah dan ruang terbuka hijau. Penyediaan ruang bagi sektor UMKM seperti: PKL di pusat
kota juga sudah diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Bandarlampung. Penyediaan ruang saja tanpa dukungan infrastruktur tentunya
tidak menyelesaikan persoalan lingkungan di kawasan padat pusat kota, oleh sebab itu pengembangan ekonomi lokal dan penyediaan infrastruktur pendukung
sangat berkaitan dan saling mempengaruhi. Penyediaan air bersih yang mudah diakses, sistem pengolahan limbah secara komunal IPAL komunal yang baik,
serta angkutan umum yang murah akan dapat mengurangi biaya operasional UMKM, sehingga UMKM dapat cepat berkembang.
7.4.3 Arahan kebijakan bidang fisik lingkungan
Arahan kebijakan pengelolaan infrastruktur bidang fisik meliputi pengelolaan sumber daya air air bersih, air kotor dan air limbah, angkutan
umum, persampahan dan Ruang Terbuka Hijau. Ketersediaan sistem air bersih kota adalah indikator yang sangat penting sebagai ukuran keberlanjutan kota,
tetapi kenyataannya tingkat pelayanan air bersih kota masih sangat rendah dan belum merata. Rendahnya tingkat pelayanan ini berkaitan dengan pengelolaan,
efisiensi dan efektifitas pelayanan, dan kemampuan keuangan penyedia air bersih. Pengelolaan meliputi ketersediaan air baku, produksi air bersih dan distribusi air
bersih ke pelanggan. Air baku yang tersedia masih sangat kurang dibanding kebutuhan, sehingga diperlukan adanya usaha untuk meningkatkan ketersediaan
air baku. Disamping peningkatan penyediaan volume bersih, juga harus digalakkan gerakan hemat air
Arahan kebijakan untuk peningkatan jumlah air baku dapat dilakukan melalui perbaikan sumber air baku, seperti: pengelolaan kawasan konservasi,
menahan air permukaan melalui panen air hujan rain harvesting dan sebagainya. Peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan melalui optimalisasi pelayanan,
pengendalian penggunaan air tanah, perbaikan perpipaan yang sudah tua, pemantauan kebocoran air serta meningkatkan lama jam operasional. Tingkat
pelayanan sistem air bersih haruslah merata ke seluruh bagian wilayah kota, tanpa membedakan penduduk kota. Saat ini pelayanan masih terpusat di beberapa
bagian wilayah pusat kota, sementara di daerah pinggiran atau kawasan yang sulit memperoleh air warga kota membayar air bersih lebih mahal. Ketersediaan air
baku dipengaruhi volume curah hujan dan besarnya air limpasan. Sistem drainase kota yang alami sungai dan sistem drainase buatan yang ramah lingkungan
sangat dibutuhkan untuk peningkatan volume air baku.
Arahan kebijakan untuk pengelolaan limbah padat dan cair adalah dengan pengurangan volume limbah padat dan cair dari sumbernya. Pengelolaan ini
melalui penerapan prinsip 3 R yang dimulai dari setiap rumah tangga dan RTRW. Pengembangan konsep waste to energy melalui teknologi sederhana
yang mudah dan murah untuk pengelolaan limbah padat dan cair perlu dikembangkan agar setiap rumah tangga dan kelompok RT dan RW dapat
melakukannya secara mandiri. Pemerintah sudah harus menyiapkan saluran air limbah rumah tangga mulai dari saluran tersier untuk skala RT dan RW, saluran
sekunder untuk skala lingkungan atau Bagian Wilayah Kota BWK dan saluran primer untuk skala kota. Pemerintah juga perlu mendorong pengelolaan sampah
yang ramah lingkungan dengan membalik paradigma bahwa sampah adalah uang trash to cash, dapat melalui program bank sampah. Untuk mendukung konsep
sampah adalah sumber daya, maka perlu pengembangan pusat-pusat kerajinan produk daur ulang yang bernilai ekonomis. Pengembangan sistem limbah
komunal melalui pembuatan IPAL komunal, agar air limbah tidak mencemari sungai dan lahan.
Arahan kebijakan untuk jalan raya dan transportasi adalah menuju transportasi ramah lingkungan seperti penyediaan angkutan umum, fasilitas
pejalan kaki dan jalur sepeda. Saat ini angkutan umum Kota Bandarlampung masih didominasi angkutan kota dengan kapasitas kecil dan cenderung jumlahnya