45
3.5 Metode Analisis 3.5.1
Analisis Tingkat Keberlanjutan Infrastruktur Perkotaan
Penilaian tingkat
atau status
keberlanjutan infrastruktur
Kota Bandarlampung dianalisis dengan menggunakan Multidimensional Scalling
MDS dengan metode Rapinfra Rapid Appraisal of Infrastructure. Kavanagh 2001 merekomendasikan tahapan yang harus dilalui dalam prosedur
RapfishRapinfra, seperti tertera pada Gambar 9.
Gambar 9 Tahapan analisis keberlanjutan menggunakan MDS dengan aplikasi
Rapfish Kavanagh 2001, Fauzi 2012.
Tahapan analisis RapfishRapinfra menurut Fauzi 2012 secara lebih rinci adalah:
1. Menggunakan RapfishRapinfra template untuk memulai RapfishRapinfra analisis
2. Menentukan jenis dimensi dan atribut keberlanjutan sesuai kaidah scoring 3. Menentukan unit analisis dan sebaiknya lebih banyak dari atribut
4. Membuat file score dalam exel berdasarkan dimensi atribut 5. Melakukan peer review score untuk menentukan konsistensi scoring
6. Melakukan reference point untuk good, bad dan midpoint berdasarkan skor
yang sudah dibakukan 7. Membuat anchor point berdasarkan manual seluruh good score dikurangi
bad score setiap step 8.
Run RapfishRapinfra melalui Exell Add-ins 9.
Masukkan “jumlah” dan posisi unit analisis pada cell yang tepat 10. Melakukannya untuk setiap dimensi yang berbeda dengan selalu mengecek
posisi atribut dalam cell exel 11. Melakukan leveraging point untuk setiap dimensi
12. Melakukan flip-ordinasi untuk membuat kita-diagram untuk setiap dimensi 13. Melakukan monte carlo analisis
MULAI
PENENTUAN ATRIBUT SEBAGAI KRITERIA PENILAIAN
ANALISIS KEBERLANJUTAN ANALISIS MONTE CARLO
ANALISIS KETIDAKPASTIAN IDENTIFIKASI DAN PENDATAAN
KONDISI SAAT INI
ANALISIS SENSITIVITAS ANALISIS LAVERAGEANOMALI
MULTI DIMENSIONAL SCALLING ORDINASI SETIAP ATRIBUT
PENILAIAN SKOR SETIAP ATRIBUT
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, hasil perhitungan dan analisis data sekunder, maka atribut diberikan skor atau peringkat yang mencerminkan
keberlanjutan dari dimensi pembangunan yang bersangkutan. Skor ini menunjukkan nilai yang “buruk” di satu ujung dan nilai yang “baik” di ujung
yang lain. Nilai “buruk” mencerminkan kondisi yang paling tidak menguntungkan bagi keberlanjutan pembangunan perkotaan. Sebaliknya nilai “baik”
mencerminkan kondisi yang paling menguntungkan. Di antara dua nilai ekstrim ini terdapat satu atau lebih nilai antara tergantung dari jumlah peringkat pada
setiap atribut.
Dalam penilaian peringkat atribut untuk keberlanjutan perkotaan, maka digunakan pendekatan yang memanfaatkan data langsung dari studi literatur.
Jumlah peringkat pada setiap atribut akan ditentukan oleh tersedia atau tidak literatur yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah peringkat. Sebagai
contoh adalah variabel yang digunakan dalam perhitungan sebagai batas-batas daya dukung infrastruktur dan keberlanjutan kota diantaranya seperti pada Tabel 7
dan Tabel 8.
Peringkat disusun berdasarkan urutan nilai terkecil ke nilai terbesar baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan bukan berdasarkan urutan nilai yang
terburuk ke nilai yang terbaik. Untuk selanjutnya nilai skor dari masing-masing atribut di analisis secara multi dimensional untuk menentukan satu atau beberapa
titik yang mencerminkan keberlanjutan perkotaaan yang dikaji relatif terhadap dua
titik acuan yaitu titik “baik” dan titik “buruk”. Agar memudahkan visualisasi posisi ini digunakan analisis ordinasi.
Tabel 7 Variabel untuk batasan daya dukung infrastruktur
No Variabel
Satuan Teknik Perhitungan
1 Konsumsi Air
lorghari 60 literoranghari DPU
2 Jalan
kmpddk 0.001 kmpenduduk DPU
3 RTH
ha min 30 total luas kotakabupaten DPU
4 Kawasan Lindung
ha min 30 total luas kotakabupaten UU Tata
Ruang, DPU 5
Kawasan Budidaya ha
max 60 total luas wilayah UU Tata Ruang, DPU
6 Produksi sampah
lorghari 2.5
– 3.0 loranghari Sumber: DPU 2007
Tahap proses ordinasi menggunakan perangkat lunak modifikasi Rapfish Kavanagh 2001. Perangkat lunak Rapfish ini merupakan pengembangan MDS
yang ada dalam perangkat lunak EXEL ADD-Ins, untuk proses rotasi, kebalikan posisi fliping, dan beberapa analisis sensitivitas telah dipadukan menjadi satu
perangkat lunak. Melalui MDS ini, maka posisi titik keberlanjutan tersebut dapat divisualisasikan dalam dua dimensi sumbu horizontal dan vertikal. Untuk
memproyeksikan titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi,
dengan titik ekstrem “buruk” diberi nilai 0 dan titik ekstrem “baik” diberi skor nilai 100 . Posisi keberlanjutan sistem dikaji akan berada di antara dua titik
ekstrem tersebut. Nilai ini merupakan nilai indeks keberlanjutan kawasan perkotaan saat ini.
47
Tabel 8 Asumsi batas daya dukung perkotaan The city limit
Dimensi Konsep
Key Indicator Indikator
Kinerja Critical
Treshold Value Asumsi
Ekonomi Pertumbuhan yg memadai
terutama di sektor produksi utk penciptaan
lapangan kerja Tingkat
pertumbuhan PDRBkapita
Jika x 1 berkelanjutan
Jika x 1 tidak berkelanjutan
Tingkat pertumbuhan 2
Rata-rata PDRB 1 jtkapita
Sosial Tingkat kesejah- teraan
sosial yg memadai utk menanggulangi
kemiskinan, peningkatan pendidikan dan kesehatan
Pendapatankapita Tingkat pendidikan
Tingkat pelayanan kesehatan
Jika x 1 berkelanjutan
Jika x 1 tidak berkelanjutan
Rata-rata pendapatankapita Rp
750 ribu perorang
Ekologi Aktivitas manusia
menciptakan kebutuhan ecological footprint yg
terkait daya dukung lingkungan
Ecological footprint Jika x 1
berkelanjutan Footprint 2,2 haorg
earth equal share
Air Bersih
Pengambilan tdk boleh mengganggu
keseimbangan air kapasitas sungai + air
tanah Total konsumsi air
literorghari Jika x 1
berkelanjutan Jika x 1 tidak
berkelanjutan Tingkat pelayanan
kawasan perkotaan 40
Total konsumsi air didasarkan kebutuhan
60 ljiwahari
Jalan Mobilitas barang dan
manusia sbg pendukung ekonomi
kmjiwa Jika x 1
berkelanjutan Jika x 1 tidak
berkelanjutan Kebutuhan total 1
km1000 jiwa
Drainase Mengalirkan air secepat
mungkin untuk mengurangi genangan
Genangan dikeringkan
semaksimal mungkin
Jika x 1 berkelanjutan
Jika x 1 tidak berkelanjutan
RTH menyerap air 95 air hujan
Kawasan terbangun menyerap 10 air
hujan
RTH Sebagai penyerap air,
penyegar udara dan penurunan suhu
Persentase luas RTH terhadap luas
wilayah Jika x 1
berkelanjutan Jika x 1 tidak
berkelanjutan UU No 262007 Tata
Ruang 30 luas wilayah
Perumah an
Permuki man
Tempat bermukim yang harus memenuhi kriteria
layak huni, aman, nyaman luas permukiman
dari total wilayah Jika x 1
berkelanjutan Jika x 1 tidak
berkelanjutan Kawasan perumahan
mak 60 luas wilayah
Sumber: DPU 2007
Analisis ordinasi dapat digunakan untuk satu dimensi saja dengan memasukkan semua atribut dari dimensi yang dimaksud. Hasil analisis akan
mencerminkan seberapa jauh status keberlanjutan dimensi tersebut, misal dimensi ekonomi atau dimensi infrastruktur. Jika analisis setiap dimensi sudah dilakukan,
maka perbandingan keberlanjutan antar dimensi dapat dilakukan dan divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang kite diagram.
Skala indeks keberlanjutan kawasan perkotaan mempunyai selang 0 - 100 . Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks lebih dari 50 , maka
sistem kawasan berkotaan tersebut berkelanjutan, sebaliknya jika kurang dari 50 , maka sistem tersebut belum atau tidak berkelanjutan. Namun demikian dalam
penelitian ini penulis akan membuat 4 kategori status berkelanjutan berdasarkan skala dasar tersebut, seperti yang disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Kategori status berkelanjutan sistem perkotaan
No. Nilai Indeks
Kategori 1
0.00 -- 24.99 Buruk tidak berkelanjutan
2 25.00
– 49.99 Kurang kurang berkelanjutan
3 50.00
– 74.99 Cukup cukup berkelanjutan
4 75.00
– 100.00 Baik berkelanjutan
Sumber: adaptasi dari Kavanagh dan Pitcher 2004 Tahap selanjutnya adalah analisis sensitivitas atau faktor pengungkit untuk
melihat atribut apa yang paling sensitiv memberikan kontribusi terhadap indeks keberlanjutan infrastruktur di Kota Bandarlampung, sedangkan untuk
mengevaluasi ketidakpastian digunakan analisis monte carlo.
3.5.2 Analisis Penentuan Kriteria dan Indikator Infrastruktur
Berkelanjutan
Analisis faktor berpengaruh atau penentuan kriteria dan indikator dalam perencanaan infrastruktur berkelanjutan akan menggunakan pendekatan analisis
multi criteria dengan MDS Multi Dimensional Scaling dengan metode ANP Analytic Network Process. Metode ANP mengakomodasikan hubungan timbal
balik yang berguna pada sektor publik yang memerlukan pengambilan keputusan dalam jumlah informasi, interaksi yang banyak dan memiliki tingkat kompleksitas
yang tinggi Saaty 2001, Azis 2004, Chen et al. 2008. Tahapan analisis penentuan kriteria dan indikator infrastruktur berkelanjutan menggunakan ANP
sebagaimana yang direkomendasikan Izik et al. 2011 dengan empat langkah utama yaitu:
1. Mengembangkan Struktur Model Keputusan
Pada langkah ini, masalah pembangunan infrastruktur yang kompleks distrukturkan menjadi kerangka hirarki atau jaringan cluster, sub cluster, sub-
sub cluster. Memodelkan masalah ke dalam kerangka ANP ini disebut dekomposisi. ANP memungkinkan dependensi baik di dalam sebuah cluster
ketergantungan dalam dan antar cluster ketergantungan luar.
2. Matriks Perbandingan Berpasangan dari Variabel yang saling Terkait Prinsip penilaian komparasi diterapkan untuk membangun perbandingan
berpasangan dari semua elemen dalam cluster dilihat dari cluster induknya. Perbandingan pasangan ini digunaan untuk mendapatkan prioritas lokal dari
elemen-elemen dalam cluster dengan prioritas seluruh global hirarki dan menjumlahkannya untuk menghasilkan prioritas global untuk elemen level
terendah biasanya merupakan alternatif.
3. Penghitungan Supermatriks Setelah perbandingan berpasangan selesai, supermatriks dihitung dalam 3
langkah: a. Supermatriks tanpa pembobotan unweighted supermatrix, dibuat secara
langsung dari semua prioritas lokal berasal dari perbandingan berpasangan antar elemen yang mempengaruhi satu sama lain;
49
b. Supermatriks berbobot weighted supermatrix, dihitung dengan mengalikan nilai dari supermatriks-tanpa-pembobotan dengan bobot
cluster yang terkait; c. Komposisi dari supermatriks terbatas limiting supermatrix, dibuat
dengan memangkatkan supermatriks-berbobot sampai stabil. Stabilisasi dicapai ketika semua kolom dalam supermatriks yang sesuai untuk setiap
node memiliki nilai yang sama yaitu satu.
4. Bobot Kepentingan dari Cluster dan Nodes Untuk menentukan bobot kepentingan dari alternatif, digunakan hasil
supermatriks-terbatas supermatrix limit dari model ANP. Prioritas keseluruhan dari setiap alternatif dihitung melalui proses sintesis. Hasil yang
diperoleh dari masing-masing subnetwork disintesis untuk memperoleh prioritas keseluruhan darialternatif.
Langkah-langkah di atas dilakukan dalam software Super Decisions, yang merupakan paket perangkat lunak yang dikembangkan untuk aplikasi ANP.
Untuk setiap subnetwork, prosedur yang sama diterapkan dan alternatif diberi peringkat. Perangkat lunak Super Decisions digunakan untuk pengambilan
keputusan dengan ketergantungan dan umpan balik.
3.5.3 Analisis Model Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan
Perancangan model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan perkotaan dilakukan dengan analisis sistem berdasarkan hasil yang sudah
diperoleh pada tahap sebelumnya yaitu: kajian deskriptif untuk kebijakan, hasil MDS dan ANP. Proses analisis permodelan dinamik pembangunan infrastruktur
berkelanjutan dilakukan untuk merancang model sistem dinamik dan menyusun alternatif kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan. Proses analisis
kebijakan menggunakan sistem dinamik dilakukan melalui simulasi model, sehingga lebih cepat, menyeluruh dan dapat dipertanggung jawabkan
Muhammadi et al. 2001. Dalam rangka untuk mencapai keberlanjutan pembangunan infrastruktur kota, maka dalam penelitian ini digunakan model
sistem dinamik melalui berbagai skenario untuk membuat perubahan sistemik ke arah yang diinginkan. Tahapan analisis ini merupakan tahapan untuk merancang
model dinamik dan menyusun alternatif kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dengan menggunakan simulasi model. Secara garis besar tahapan
pendekatan sistem dinamis untuk merancang model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan ini adalah sebagai berikut:
1. Analisis kebutuhan, formulasi masalah dan identifikasi sistem. Pada tahap
awal dilakukan analisis kebutuhan stakeholder dan perumusan masalah yang timbul karena konflik kepentingan berbagai stakeholder atau pihak yang
terlibat. Selanjutnya identifikasi sistem yang digambarkan dalam diagram lingkar sebab aklibat causal loop.
2. Rekayasa model melalui pembuatan diagram input output dan membangun model. Pembuatan model: adalah perancangan model yang terdiri dari sub
model ekonomi, sub model lingkungan, sub model sosial, sub model teknologi dan sub model tata kelola pemerintahan. Kelima sub model merupakan
rangkaian dari beberapa variabel yang saling berkaitan dan berinteraksi antara
satu elemen dengan elemen lainnya, sehingga terbentuk suatu model pembangunan infrastruktur berkelanjutan perkotaan. Implementasi komputer
yang digunakan dalam pembuatan model adalah persamaan matematik dengan menggunakan perangkat lunak powersim,
3. Simulasi model dari hasil pemodelan sistemik digunakan untuk melihat pola kecenderungan perilaku model. Hasil simulasi model dianalisis pola dan
kecenderungannya, ditelusuri faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pola dan kecenderungan tersebut, serta dijelaskan begaimana mekanisme kejadian
tersebut berdasarkan analisis struktur model. Simulasi model dilakukan dengan menggunakan software powersim constructor.
4. Validasi dan Verifikasi Model. Validasi model untuk mengetahui apakah model yang dikembangkan dapat diterima secara akademik. Validasi perilaku
model dilakukan dengan membandingkan antara besar dan sifat kesalahan. Alat yang digunakan adalah Absolute Mean Error AME yaitu penyimpangan
selisih antara nilai rata-rata mean hasil simulasi terhadap nilai aktual dan Absolute Variation Error AVE yaitu penyimpangan nilai ragam variance
simulasi terhadap aktual. Model yang valid adalah model yang struktur dasarnya dapat menggambarkan perilaku sistem nyata dan dapat mewakili
data yang dikumpulkan dengan cukup akurat. Verifikasi adalah proses pemeriksaan apakah logika operasional model program komputer sesuai
dengan logika diagram alur. Kalimat sederhananya, apakah ada kesalahan dalam program?.
51
4 KAJIAN WILAYAH STUDI KOTA BANDARLAMPUNG
4.1 Kajian Kebijakan dan Perencanaan Infrastruktur Kota Bandarlampung
Kebijakan dan strategi pembangunan infratsruktur dalam Peraturan Daerah No 10 tahun 2011 tentang RTRW 2010-2030 adalah:
1. Pasal 10 ayat 1 yaitu: kebijakan peningkatan penyediaan prasarana dan sarana kota secara terpadu yang berwawasan lingkungan.
2. Pasal 10 ayat 4 yaitu: strategi untuk peningkatan penyediaan prasarana dan sarana kota secara terpadu yang berwawasan lingkungan yang meliputi:
a. meningkatkan kualitas jaringan eksisting, pengembangan jalan baru yang menghubungkan dengan jaringan jalan yang mengelilingi, pengembangan
jalan lingkar dalam dan luar kota, membagi pergerakan kendaraan di pusat kota ke wilayah sekitarnya serta pengembangan sistem terminal
b. membangun sistem transportasi massal yang terstruktur mulai dari pelayanan regional, metropolitan, antar kabupaten, antar bagian wilayah
kota hingga lingkungan c. mengembangkan sistem transportasi perkotaan berbasis terminal, parkir
kendaraan, dan ruang pejalan kaki di pusat primer Tanjung Karang serta mempersiapkan penyediaan bus dengan jalur khusus
d. menerapkan teknologi tepat guna dalam pengolahan limbah dan persampahan
e. melakukan kerjasama dalam pengembangan TPA regional kawasan metropolitan Bandarlampung dengan metode sanitary landfill
Kebijakan dan strategi pembangunan infrastruktur dalam Peraturan Daerah Kota Bandarlampung No. 11 tahun 2011 tentang RPJMD 2010-2015 adalah:
1. Peningkatan sarana dan prasarana dasar perkotaan melalui rogram:
pembangunan jalan dan jembatan, rehabilitasi jalan dan jembatan, peningkatan prasarana dan sarana kebinamargaan, pembangunan dan pemeliharaan saluran
drainase, pembangunan talud, pengendalian banjir, normalisasi Daerah Aliran sungai DAS
2. Pengelolaan air limbah melalui revitalisasi IPAL tahu tempe Gunung Sulah, pengembangan IPAL domestik skala lingkungan, pengembangan IPAL
domestik terpusat dan pengembangan sanitasi berbasis masyarakat 3. Pengembangan air bersih melalui: penurunan angka kehilangan air,
peningkatan kapasitas dan perluasan pelayanan, peningkatan kapasitas pengelolaan air minum
4. Penataan, pengendalian dan pemanfaatan tata ruang dan Ruang terbuka Hijau.
4.2 Kondisi Fisik Lingkungan
4.2.1
Geografi dan Hidrologi
Kota Bandarlampung terdiri dari 20 kecamatan dengan luas wilayah 197.22 Km² atau 19 722 hektar yang meliputi 126 Kelurahan. Secara geografis
Kota Bandarlampung terletak pada 5 20’ sampai dengan 5
30’ lintang selatan dan 105
28’ sampai dengan 105 37’ bujur timur. Letak tersebut berada pada
Teluk Lampung di ujung selatan pulau Sumatera. Secara administratif batas daerah Kota Bandarlampung adalah:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Padang Cermin Kabupaten
Pesawaran dan Kecamatan Ketibung serta Teluk Lampung. 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Gedong Tataan dan Padang
Cermin Kabupaten Pesawaran. 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten
Lampung Selatan.
Topografi dan Kelerengan
Topografi Kota Bandarlampung sangat beragam, mulai dari dataran pantai sampai kawasan perbukitan hingga bergunung, dengan ketinggian permukaan
antara 0 sampai 500 m daerah dengan topografi perbukitan hinggga bergunung membentang dari arah Barat ke Timur dengan puncak tertinggi pada Gunung
Betung sebelah Barat dan Gunung Dibalau serta perbukitan Batu Serampok disebelah Timur. Topografi tiap-tiap wilayah di Kota Bandarlampung adalah
sebagai berikut :
Wilayah pantai terdapat disekitar Teluk Betung dan Panjang dan pulau di bagian Selatan
Wilayah landaidataran terdapat disekitar Kedaton dan Sukarame di bagian Utara
Wilayah perbukitan terdapat di sekitar Telukbetung bagian Utara Wilayah dataran tinggi dan sedikit bergunung terdapat disekitar Tanjung
Karang bagian Barat yaitu wilayah Gunung Betung, dan Gunung Dibalau serta perbukitan Batu Serampok di bagian Timur.
Kondisi kelerengan yang terdapat di Kota Bandarlampung juga sangat beragam, kondisi geografis wilayah yang berbukit serta berada di kaki Gunung
Betung merupakan faktor pembentuk keragaman kelerengan di Kota Bandarlampung tersebut. Tingkat kemiringan lereng rata-rata wilayah di Kota
Bandarlampung berada pada kisaran 0 – 20 dan secara umum kelerengan
wilayah Kota Bandarlampung berada pada 0 – 40 , wilayah yang memiliki
kemiringan lereng 0 diantaranya berada di wilayah Kecamatan Sukarame, Tanjung Karang Pusat, Tanjung Seneng, Panjang, Teluk Betung Selatan dan
Kecamatan Kedaton. Adapun wilayah yang memiliki tingkat kemiringan lereng mencapai 40 di antaranya adalah Kecamatan Panjang, Teluk Betung Barat,
Kemiling, dan Tanjung Karang Timur. Kondisi kelerengan ini berpengaruh terhadap jumlah lahan yang dapat dimanfaatkan.
Hidrologi
Secara hidrologis Kota Bandarlampung dilalui oleh sungai-sungai yang masuk dalam Wilayah Sungai WS Way Seputih dan Way Sekampung yaitu
Sungai Way Halim, Way Awi, Way Simpur di wilayah Tanjung Karang dan Way
53
Kuripan, Way Balau, Way Kupang, Way Garuntang, Way Kuala, mengalir di wilayah Teluk Betung. Daerah hulu sungai berada di bagian Barat, daerah hilir
sungai berada di wilayah bagian Selatan yaitu pada dataran pantai. Luas wilayah yang datar sampai landai meliputi 60 . Landai sampai miring 35 , sangat
miring sampai curam berjumlah 4 .
Sumber air untuk PDAM ini berasal dari Way Rilau, Tanjung Aman, Batu Putih, Way Linti, Way Gudang, dan pengolahan air Sumur Putri dengan debit air
minimum 432 literdetik dan maksimum 693 ldetik. Sumber air baku untuk PDAM masih kurang, hanya lebih kurang sepertiga dari kebutuhan penduduk
kota. Jika standar kebutuhan air bersih 130.lkapitahari, maka perkiraan kebutuhan air baku untuk Kota Bandarlampung pada tahun 2011 adalah 115 830
00. lhari atau 115 830 m3.
Dilihat secara hidrologi maka Kota Bandarlampung mempunyai 2 sungai besar yaitu Way Kuripan dan Way Kuala, dan 23 sungai-sungai kecil. Semua
sungai tersebut merupakan DAS Daerah Aliran Sungai yang berada dalam wilayah Kota Bandarlampung dan sebagian besar bermuara di Teluk Lampung.
Sungai-sungai yang melintasi Kota Bandarlampung adalah sungai kecil dengan debit air yang kecil, diantaranya adalah Way Simpur, Way Penengahan, Way
Kunyit, dan Way Keteguhan Pada musim kemarau,sungai cenderung mengering, tetapi pada musim hujan debit air akan bertambah semakin cepat, sedangkan daya
tampung sungai semakin terbatas akibat terjadinya penyempitan daerah aliran sungai yang merupakan efek dari kegiatan pembangunan yang tidak
memperhatikan garis sempadan sungai serta pencemaran lingkungan sungai.
Menurunnya daya dukung lingkungan menyebabkan kualitas air menurun, polusi udara dan polusi tanah membawa dampak pula bagi pencemaran air.
Pencemaran air secara eksisting menurut laporan Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup BPPLH Kota Bandarlampung pada tahun 2009
cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya pembangunan dan jumlah penduduk di wilayah Kota Bandarlampung serta meningkatnya kegiatan
pembangunan di daerah hulu. Sumber pencemaran air permukaan berasal dari kegiatan domestik rumah tangga, industri, pasar, rumah sakit, dan lainnya.
Kualitas air sungai di Bandarlampung sebagian besar telah mengalami penurunan. Kualitas air sungai Kota Bandarlampung digolongkan menjadi kelas III dan IV.
Berdasarkan kajian hidrologi Kota Bandarlampung termasuk ke dalam zona rawan ketersediaan air tanah RTRW 2011. Hingga saat ini kebutuhan air
bersih penduduk Kota Bandarlampung dipenuhi oleh PDAM air ledeng, air sumur permukaan sumur dangkal, dan air tanah sumur bor. Layanan air oleh
PDAM baik sambungan langsung maupun hidran umum baru mencapai 30 dari seluruh wilayah Kota Bandarlampung, sehingga sebagian besar penduduk
menggunakan air tanah.
Kondisi Iklim a.
Curah dan Hari Hujan
Pada tahun 2011 jumlah curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April yaitu 235.30 mm, sedangkan yang terendah terjadi pada bulan Agustus dan
september yaitu hanya 9.00 mm. Berdasarkan data tersebut, dalam kurun waktu 5 lima tahun terakhir, curah hujan rata-rata tertinggi pada tahun 2010, yaitu
mencapai 244.08 mm. Tingginya rata-rata curah hujan pada tahun 2010 berimplikasi pada meningkatnya volume air sungai sehingga pada akhir tahun
2010 pernah terjadi banjir besar di Kota Bandarlampung Tabel 10.
Bulan basahkering terjadi jika jumlah curah hujan yang terjadi pada bulan tersebut melebihikurang dari rerata curah hujan pada tahun bersangkutan.
Berdasarkan rerata curah hujan mengindikasikan bahwa bulan basah Kota Bandarlampung pada tahun 2008 terjadi pada bulan November
– Maret dengan rerata curah hujan bulanan berada diatas 179.30 mm, sedangkan bulan keringnya
yaitu bulan April – Agustus dengan rata-rata curah hujan bulanan kurang dari 179
mm. Tabel 10 Jumlah rata-rata curah hujan Kota Bandarlampung mm
No BULAN
2005 2006
2007 2008
2009 2010
2011 1
JAN 215.90
215.30 102.00
235.60 307.00
307.00 100.10
2 FEB
306.60 205.00
174.70 291.60
432.00 432.00
45.60 3
MARET 103.20
34.20 238.00
301.80 278.50
278.50 86.30
4 APRIL
212.30 92.20
180.00 98.50
128.00 128.00
235.30 5
MEI 121.60
48.00 103.90
47.70 247.00
247.00 48.10
6 JUNI
188.40 65.80
80.00 80.50
226.00 226.00
125.60 7
JULI 61.90
161.30 74.50
0.30 341.00
341.00 84.60
8 AGUST
79.40 0.00
26.00 135.40
212.00 212.00
9.00 9
SEP 78.90
0.00 0.00
212.80 246.50
246.50 9.00
10 OKT
160.00 11.80
101.20 120.60
167.00 167.00
105.00 11
NOV 110.90
46.60 20.10
193.70 105.50
105.50 76.00
12 DES
120.30 191.70
191.50 433.10
238.50 238.50
87.05 Rata-rata
147.37 89.33
107.66 179.30
244.08 244.08
84.30 Sumber: BMKG, Stasiun Metereologi Radin Inten II Lampung 2012
b.
Temperatur Rata-Rata
Kota Bandarlampung termasuk beriklim tropis basah yang mendapat pengaruh dari angin musim Monsoon Asia. Data Badan Metereologi
Klimatologi dan Geofisika Provinsi Lampung menunjukan bahwa temperatur Kota Bandarlampung dalam kurun waktu lima tahun terakhir berada pada kisaran
25 – 28
C dengan suhu rata-rata per tahun 26.3 C.
c. Kelembaban Udara
Kelembaban udara Kota Bandarlampung antara tahun 2005 – 2009 rata-
rata berkisar antara 74 – 85 dengan kelembapan rata-rata 78.4 per tahunnya.
Kondisi tersebut menunjukkan Kota Bandarlampung memiliki kelembaban yang relatif tinggi. Pada bulan Oktober hingga Januari kelembaban udara berada diatas
kelembaban rata-rata.Klasifikasi iklim menurut Koppen dikenal dan digunakan secara internasional didasarkan pada curah hujan dan temperatur. Oleh sebab
curah hujan tahunan rata-rata sebesar 135.49 mm dan temperatur lebih dari 18
C.