Bab I | 38 Tabel. 1.12.
JUMLAH PENDUDUK KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI BERDASARKAN JENIS KELAMIN
NO KECAMATAN JUMLAH PENDUDUK JIWA
Tahun 2005 Tahun 2006
Tahun 2007 Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan
Laki-Laki Perempuan
1 Meuraxa 1.529
692 1.597 723 1.966 1.753
2 Jaya Baru 6.549 5.791 6.578
5.817 8.097 7.220 3 Banda Raya
12.602 11.655 12.610 11.662 15.522 13.841
4 Baiturrahman 17.564 16.018 17.603
16.054 21.668 19.321 5 Lueng Bata
9.885 9.399 9.913 9.426 12.202 10.881
6 Kuta Alam 18.758 16.275 18.787
16.301 23.088 20.621 7 Kuta Raja
1.969 1.009 1.992 1.021 3.013 2.187
8 Syiah Kuala 13.227 12.191 13.256
12.217 25.473 14.550 9 Ulee Kareng
11.969 10.799 11.998 10.825 14.767 13.169
Total 94.052 83.829 94.334
84.046 116.314 103.543
Sumber : BPS Provinsi NAD, Tahun 2008
D. Kondisi Sosial Budaya 1 Kondisi Sosial
Kondisi sosial masyarakat di Kota Banda Aceh belum pulih dan normal seperti sediakala karena masih banyak masyarakat yang
trauma dan membutuhkan pemulihan psikologi. Masyarakat masih banyak yang tinggal di camp-camp pengungsi. Lokasi pengungsian
tersebar di berbagai daerah, bahkan dari Kota Banda Aceh banyak masyarakat yang tinggal di camp pengungsian di daerah kabupaten
Aceh Besar ataupun pindah keluar kota terdekat seperti Medan. Dalam kehidupan kemasyarakatan sejak zaman kerajaan dan yang
tetap dipelihara dengan baik sampai sekarang, terdapat suatu pedoman dasar yang berbunyi
“adat bak po teumeureuhom, hukom bak Syiah Kuala, hukom ngon adat lagee ngon sipheuet”,
yang mengandung arti sebagai berikut : bahwa adat bersumber
pada kebijaksanaan Sri Sultan dan penasehat-penasehatnya yang dalam hal ini dikembangkan kepada Sultan Iskandar Muda.
Hukom dalam arti aturan-aturan Agama Islam merupakan wewenang para ulama yang dilambangkan pada Ulama Besar yang
terkenal Tgk. Syiah Kuala Syekh Abdurrauf. Urusan qanun
Bab I | 39
seperti tertib sopan santun didalam perkawinan dan lain-lain diserahkan menjadi urusan Maharani, yang dilambangkan dengan
Putroe Phang Putri Pahang. Urusan reusam kebiasaan menjadi wewenang panglima kaum dan bentara-bentara di masing-
masing tempat atau negeri. Hukom ngon adat lagee zat ngon sipheut adalah hukum dengan adat terjalin erat bagaikan zat
dengan sifat.
2 Sifat Gotong Royong
Konsep gotong royong dikalangan masyarakat Aceh dikenal dengan ungkapan Meuyo ka mufakat lampoh jeurat pih ta
pengala, artinya kalau sudah mufakat, tanah kuburan keluargapun bisa kita gadaikan.
Bagi masyarakat Aceh terutama perdesaan, tidak ada yang lebih berharga dari pada lampoh jeurat kuburan keluarga. Biarpun
demikian, kalau sudah mufakat, kuburan keluarga yang sudah tidak ternilai harganyapun digadaikan. Ungkapan tersebut merupakan
konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar masyarakat Aceh terutama di perdesaan. Konsep ini sangat erat
kaitannya dengan semangat gotong royong, baik gotong-royong tolong-menolong, kerja bakti maupun gotong royong secara
spontan. Tekanan dari konsepsi tersebut di atas terletak pada mufakat dan
musyawarah karena dari situ terselip unsur demokrasi. Azas demokrasi sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat pedesaan di
daerah Aceh. Menurut pendapat mereka demokrasi adalah ikut serta bermufakat atau bermusyawarah, yang selanjutnya akan lahir
kesepakatan keputusan. Dengan kata lain, kesepakatan lahir dari bawah dengan bermusyawarah, bukan dari atas yang dipaksakan
oleh penguasa.
3 Kehidupan Religius
Masyarakat Aceh sangat menjunjung tinggi nilai-nilai dan ajaran agama Islam, sehingga di setiap sendi-sendi kehidupan tidak